Share

Bab 3 : Little Wife

Fatih POV

Kecelakaan kecil di lab membawa ku di dudukkan bersama gadis kecil mahasiswi ku. Liatlah dia tampak memang masih muda dari tingkahnya. Meskipun terlihat tertata mataku tak bisa beralih dari wajahnya yang imut.

"Ehem dimakan Le jangan liatin Rafsya terus,"tegur Asmita, mertuaku. Astaga dia juga bisa tersipu makin membuatku enggan mengalihkan pandangan. Ehh apaan sih Fat. Itu mahasiswi mu catat kalo lupa. "Mbak Rafsya liat nah Molly,"ucap sepupu nya menunjukkan kucing jenis Persia yang bergerak lucu membuat matanya berbinar.

"Molly. Eum tambah gemuk kamu,"ucap Rafsya menggendong Molly sembari mengusap lembut kepalanya. Kalo kucing aja digendong penuh sayang bagaimana dengan putra mu Fat. Ehh kenapa malah jadi ngelantur. 

Baru sejam yang lalu akad, otakku mulai ngga sehat. Efek nikah di usia yang seharusnya sudah berkeluarga. "Rafsya makan dulu Nak. Nanti aja Molly nya,"ucap Asmita. "Bentar aja Bu,"ucap Rafsya masih asyik bermain dengan kucing dan sepupu nya.

Dug

Himawan memberi kode melalui tatapan matanya membuatku menahan senyum. Ayolah Fat jadi laki-laki yang gentle di hadapan mahasiswi mu jika bukan sebagai suaminya. Ku bawa piring ku yang berisi 2 porsi mendekati nya.

"Biar ku suapi,"ucapku duduk di depan mereka. "Hah saya? Ngga perlu kali Pak. Saya nanti aja makannya,"ucap Rafsya menolak tapi tetap bersikeras membuatnya mau ngga mau membuka mulut untuk ku suapi. "Budhe. Gita disuapi suaminya Mbak Rafsya ngga papa kah,"tanya Gita membuat ku agak aneh dengan itu.

"Boleh. Dek Gita kok ngga ikut maem sayang,"tanya Asmita. "Mau makan sambil main sama Molly kayak Mbak Rafsya,"ucap Gita membuatku mau ngga mau turut menyuapi nya. "Pakdhe berati kalo Gita panggil suami nya Mbak Rafsya pakdhe juga?,"ucap Gita membuat seisi meja makan tergelak.

Apa aku setua itu yang harus disetarakan dengan Ayah mertua ku? "Yo ngga toh. Kan Gita panggil Mbak Rafsya Mbak. Masa suaminya dipanggil pakdhe? Ya dipanggil Mas toh,"ucap Mahardika memberi pengertian. "Oalah. Mbak Rafsya, Gita panggil Mas ganteng boleh ndak,"tanya Gita.

"Loh loh kalo kamu panggil Mas ganteng Mbak Rafsya mau panggil apa yo?,"tanya Aini. Astaga kenapa bocah ini banyak sekali komentarnya tentang ku. "Mas sayang lah. Kayak Mbak Nindy panggil Mas Damar, Mas sayang,"ucap Gita menyebut anggota keluarga yang lain.

"Sudah ya makan nya dihabiskan dulu. Ngga boleh makan sambil bicara nanti kesedak,"ucapku menghentikan ocehan yang semakin aneh. "Molly kamu sudah makan kah,"tanya Rafsya. "Udah itu Mbak. Liat nah dia makin manja sama Mbak,"ucap Gita.

Bukannya melihat Rafsya bermain dengan kucing justru pikiran ku mengawang dia tengah bermain dengan anak-anak kita nanti. Dah lah Fat kenapa pikiran mu makin gila semakin ke sini. Apa karena memang faktor U yang sudah seharusnya bawa anak malah masih sibuk kerja.

Ku rasa asam sulfat jauh lebih bisa mencarikan jodoh untukku daripada aku. Entah setan apa yang mengganggu ku sampai tanpa sengaja erlenmeyer 500 ml berisi larutan H2SO4 tumpah mengenai gadis yang berdiri di ujung dekat pintu tengah memakai jas lab.

Tanpa menunggu, aku menggendongnya turun mengabaikan tangan ku yang penuh darah terkena pecahan yang mencuat. Tapi semua itu ngga sebanding dengan rasa sakit yang timbul hingga menyayat saat ku dengar tangis nya.

Meskipun guyuran air sudah membasahi tubuhnya, tapi dengan kadar sebanyak itu membuatnya jatuh pingsan. Bersama dengan Lewis, aku mengantarnya ke RS terdekat. "Pak Fat bajunya dibuka aja. Karena bajunya juga kena,"ucap Lewis membuatku tercekat.

Ya kali ini anak gadis orang ku buka bajunya saat pingsan. "Ngga papa Pak Fat daripada nanti makin parah,"ucap Lewis meyakinkan. Salah juga kenapa tadi ngga ku bawa dosen cewek menemani kami ke rumah sakit. Aku masih menahan tindakan ku tapi melihat air mata kering di pelupuk matanya akhirnya membuat ku menghel nafas dan melepas baju nya sedangkan mata ku beralih ke arah lain.

Tapi dengan catatan, aku pasti tanggung jawab bukan secara materi tapi secara fisik. Caranya aku baru mikir nanti. Ku tutup tubuhnya dengan jas lab ku sementara setidaknya ngga memperburuk. Begitu sudah sampai di RS, kami segera membawa masuk. Setelah dia dibawa masuk, aku dan Lewis saling berpandangan.

"Tangan Anda luka Pak Fatih,"ucap Lewis membuatku melirik ke arah darah yang sudah mengering. "Biasa aja ini Pak,"ucapku turut berdegup kencang menunggu hasil. "Siapa disini keluarganya?,"tanya dokter yang keluar membuat kami saling pandang.

"Kami sebenarnya

"Aku suami nya,"ucapku yakin mengabaikan tatapan lekat Lewis. "Kondisi pasien mulai membaik tapi bekas luka mungkin akan membuat istri Anda kehilangan jati diri nya. Anda ingin menemuinya?,"tanya dokter ku angguki.

Sepeninggal para awak medis, aku dan Lewis masuk untuk melihat kondisi terkini gadis yang tak ku kenal itu. Mataku menatap luka yang dibungkus perban dengan perasaan terpukul. Jangan kan luka, sebuah jerawat sudah cukup membuat gadis yang pernah ku temui frustasi.

Apalagi sebesar dan separah ini. "Pak Fatih Anda yakin mengatakan suami nya?,"tanya Lewis. "Bagaimana pun saya harus bertanggung jawab Pak. Sekalipun karier saya terancam tapi masa depan gadis ini jauh lebih terancam,"ucapku.

"Rektorat ngga mungkin membiarkan dosen cerdas di instansi sepertimu bertaruh karier. Tapi apa Pak Fatih tau siapa gadis ini?,"tanya Lewis ku gelengkan. "Oiya mungkin karena ngga pernah ngajar. Namanya Rafsya Anitya Sagara.

Putri dari Mahardika Abiyasa Sagara,"ucap Lewis membuatku menoleh. Seriusan gadis didepan mata ku putri semata wayang jajaran pimpinan besar KPC. Aku ngga bisa bayangkan putri kesayangan mereka begini karena ku.

"Coba Anda konsultasikan dulu dengan orang tua Anda,"ucap Lewis ku sanggupi dan berlalu menelfon Himawan. Tau kan gimana nih reaksi kalian tiba-tiba anaknya bilang mau nikah sekarang untu tanggung jawab gara-gara kecelakaan di lab.

Himawan dan Aini datang ke RS dengan wajah ditekuk maksimum. Juga jangan lupakan perdebatan antara dosen jurusan dengan rektorat. "Baik-baik. Saya akan mengambil keputusan. Pak Fatih boleh menikahi Rafsya dengan catatan menyembunyikan dari publik.

Apa Pak Fatih sanggup?,"tanya rektorat ku angguki. "Makanya toh le apa-apa jangan ceroboh. Anak gadis yang kamu nikahi juga kelewat muda. Umurnya beda 15 tahun dengan mu belum lagi dia putri tunggal Mahardika Abiyasa Sagara.

Kamu harus memang menikahinya Fat,"ucap Himawan ku angguki. Malam itu aku datang ke kediaman Sagara. Ngga usah ditanya jadinya kek mana, Rafsya kemarin sempet liat. 3 kali pukulan cukup membuatku babak belur.

"Saya mau ngga mau harus menikahkan Rafsya tanpa bertanya seperti yang ku janjikan karena kecerobohan mu. Saya minta besok kamu nikahi Rafsya,"ucap Mahardika cukup membuatku mencep. Kenapa harus anak sultan yang ku nikahi?

Pasti dia sering di manjakan, haeh tamatlah keuangan mu Fat. "Rafsya memang putri tunggal kami tapi dia menolak semua fasilitas yang kami berikan selain pembelajaran. Apalagi semenjak kami memasukkan sekolah berasrama semi militer hidupnya jadi sederhana,"ucap Asmita membuatku menarik nafas halus.

"Mohon maaf sekali lagi atas kecerobohan putra kami,"ucap Himawan. "Tidak perlu minta maaf Pak. Sudah terjadi anggap aja musibah. Tapi saya dulu selalu berharap Rafsya bisa menjadi engineer hebat dan bisa memilih laki-laki yang dia cintai. Dengan begitu aku bisa lega.

Nyatanya dia justru harus diserahkan lebih cepat bahkan saudara kembarnya yang menempuh pendidikan di Jawa juga belum dengar kabar,"ucap Mahardika sendu membuatku kian merutuki kebodohan ku. Belum lagi aku harus tercekat melihat wajahnya yang terlampau muda untuk usia nya yang menginjak 20 tahun.

"Aku ngga tau cuma Bunda rasa Rafsya itu gadis baik dari yang kemarin ketemu di RS,"ucap Aini. "Ngga tau juga aku Bun. Aku bahkan ngga pernah ketemu,"ucapku karena tau pasti bahasan ini akan bermuara pada Syarifah. Gadis yang selalu menemani dan juga aku juga punya kesalahan fatal dengan nya.

Yang membuatku harus bertanggung jawab juga. Bodoh sekali memang kamu Fat. "Baju kebaya pengantin nya kayak nya muat deh sama Rafsya. Bunda ngga nyangka aja baju yang sudah lama ku desain sedemikian rupa akhirnya dipakai,"ucap Aini.

"Muat itu Bun sesuai dengan badan nya Rafsya,"ucapku berkomentar. "Fat kamu tau darimana muat dengan Rafsya?,"tanya Himawan. "Itu Yah kemarin waktu di rumah sakit kan aku yang bawa baju sama jas lab nya pulang,"ucapku membuat seisi mobil menghela nafas lega.

"Amayra ngga percaya loh Bunda kasih tau. Tunggu aja nanti nyesal dia,"ucap Aini. "Ya kalo Ayah jadi Amayra juga ngga percaya,"ucap Himawan di angguki Aini. "Kamu teks ijab kabul sudah hafal Fat?,"tanya Aini. "Sudah Insya Allah,"ucapku setengah yakin.

"Fat Ayah sama Bunda ingatkan lagi. Yang kamu nikahi kelewat muda malah seumuran dengan Amayra. Jadi kamu yang sabar kalo menghadapi. Awas aja kalo kamu sampai buat dia menderita. Ada Ayah, Pak besan, saudara kembar nya Rafsya yang abdi negara. 

Tinggal kamu pilih RS mana kamu berobat,"ucap Himawan membuatku menegak ludah kasar. "Rafsya itu dari pertama Bunda liat memang ngga keliatan mewah tapi begitu liat lensa deteksi lokasi dimatanya baru Bunda tau. Pasti ini anak orang penting dan nyatanya siapa sangka malah anak salah satu pimpinan besar di KPC,"ucap Aini.

"Lensa deteksi lokasi. Ada juga ternyata kayak gitu,"ucapku tak bisa membayangkan bagaimana jika ada ayng berusaha menyakiti gadis itu. Pasti babak belur sampai sekarat, belum lagi mata-mata yang juga akan tersebar. Nasib mu sungguh ngenes Fat.

-&-

RAFSYA POV

"Ingat pesen ibu ya sayang,"ucap Asmita dengan berat hati harus melepas ku malam itu juga setelah akad nikah. "Kapan pun kamu mau, rumah ini selalu terbuka lebar buat mu,"ucap Mahardika mengusap kepala ku pelan.

"Ayo sayang. Sama Bunda,"ucap Aina mengajak ku berlalu masuk ke mobil. "Fatih kamu pindah ke belakang. Ayah mau nyetir,"ucap Himawan begitu masuk ke dalam mobil. "Sudah malam Yah,"ucap Fatih.

Entah obrolan seperti apa keluarga ini aku juga bingung. Mata ku menatap sedih kedua orang tua ku yang berdiri di depan pintu. Apalagi begitu mobil mulai melaju, ingin rasanya aku memberontak keluar dari mobil.

Dipisahkan dengan orang tua kali ini berbeda rasanya dengan momen ketika mereka melepasku masuk asrama. Di tengah malam yang sepi, juga dengan suasana mobil yang gelap. Aku diam-diam menumpahkan semua tangisku.

Ku rasakan rangkulan pelan membuat refleks mendongak. Korden pembatas dengan bagian depan sudah tertutup, ku lihat wajah Fatih dalam temaram lampu yang mengenai mobil tampak tenang.

Usapan lembut dipunggung ku semakin membuat ku ingin menumpahkan semua tangis. Kepala ku disandarkan ke dada bidang nya. Dengan begitu aku bisa semakin leluasa menumpahkan semua duka ku.

Apalagi hawa dingin semakin menusuk semakin membuatku terasa jauh dari orangtua. Ku rasakan Fatih menggenggam tangan ku erat seolah menyalurkan dukungan. 

احبك مثلما انت احبك كيفما كنت

Seolah tercekat mendengar lantunan terdengar di telinga ku membuatku mendongak. Ngga salah denger kan aku. Ini maksudnya buat menghibur atau apaan. 

تضيق بى الحياة اذا بها يوما تبرمت

فأسعى جاهدا حتى احقق ما تمنيت

Mataku yang berair di usapnya pelan sembari diletakkan satu tangan nya di kening ku. Meskipun begitu lirih bisa ku dengar dirinya mengucapkan doa yang biasa ku lihat di Youtube ngga sengaja lewat pada pasangan muslim pada umumnya.

Kayak beda pandangan, secara aku jauh lebih javanes dan ngga begitu perhatikan betapa religius nya Aini dan Himawan. Apakah ini petunjuk yang pernah ku minta saat itu Ya Allah? 

"Saya memang belum jatuh hati dengan Anda tapi saya ikhlas menikahi mu dengan baik dan izinkan saya menjadi pemimpin bagi Anda. Mungkin Anda belum mengenal saya tapi sebelum itu saya sudah mengenal Anda adapun kekurangan informasi akan saya cari.

Maafkan saya untuk kesalahan yang terlampau banyak yang sudah mengubah total kehidupan mu,"bisik Fatih membuat ku speechless. Apaan cuy aku sekarang bukannya mau nangis tapi mau fly over ini. Apalagi Fatih mengatakan dengan memelukku hangat.

Dengan ragu-ragu ku angkat tangan ku membalas pelukan hangatnya. "Belum lebaran Pak,"ucapku ngga bisa fokus. Mau nya yang ku ucapkan kata-kata manis bukan ngelawak kan ya. Haeh ngga fokus kan sudah diri ku ini.

Sekarang udah kepalang malu apalagi liat mukanya Fatih tersenyum menahan tawa. Mati aja dah lu Sya ngapain juga malah keluarkan joke receh mu itu. "Sudahlah Pak ngga usah pedulikan joke receh saya,"ucapku pelan.

"Masih belum ada setengah perjalanan. Mau tidur?,"tanya Fatih ku angguki menyandarkan kepala ku di jendela mobil. Baru mau pejam kan mata, kepala ku malah dibawa ke pangkuan nya.

Apalagi manusia insomnia seperti ku paling cepat tidur kalo sudah di usap lembut. Ditengah kesadaran yang mulai menghilang, telingaku kembali mendengar suaranya melantunkan lagi lagu Zaujati dengan merdunya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status