Share

Bab 2

Author: Citra Sari
"Hah?"

Kepala Delara langsung berdengung.

Dia sama sekali tidak menyangka Shanaya yang biasanya pendiam bisa mengucapkan satu kata itu.

Namun, yang lebih tak disangka adalah Adrian, bajingan itu bisa sebegitu hinanya mempermalukan orang.

Delara mengumpat pelan, lalu berkata, "Tidak usah kurir lagi. Aku antar sendiri, habis antar langsung kembali lembur."

Kurir dua roda mana mungkin bisa menyaingi kecepatan mobil empat roda miliknya.

Begitu menutup telepon, Shanaya pun tak menyangka dirinya bisa mengucapkannya dengan begitu lugas.

Mungkin karena emosi itu sudah lama mengendap dalam dada.

Menyesakkan, membuat tubuh dan hati terasa sempit penuh kekesalan.

Sama seperti yang dikatakan Adrian malam itu di klub. Dia tak pernah menyentuhnya, sekalipun tak pernah.

Jika dikatakan ke orang lain, mungkin tak ada yang percaya. Menikah selama tiga tahun, tetapi tetap perawan.

Awalnya Shanaya sempat berpikir, mungkinkah Adrian memiliki masalah dalam hal ranjang?

Namun, kemudian dia beberapa kali memergoki Adrian di ruang kerja, memeluk album foto sambil melampiaskan hasratnya sendiri.

Rintihan pria itu...

Seperti tamparan demi tamparan yang keras menampar wajah Shanaya.

Suatu kali, Adrian memergoki dirinya. Dia langsung memeluk Shanaya, menggesekkan wajah ke lehernya, lalu dengan suara tertahan berkata, "Shanaya, maaf... aku takut kalau berbuat begitu bisa melukaimu. Aku tidak tega, jadi hanya bisa... melihat fotomu saja..."

Yang paling menyedihkan adalah...

Shanaya memercayainya. Bahkan, wajahnya sempat memerah karena tersipu.

Namun malam itu juga, setelah pulang ke Kota Panaraya, seusai minum obat penurun panas dan dalam kondisi setengah sadar, dia pergi ke ruang kerja dan membuka lemari yang selama ini selalu dikunci.

Dia pun melihat album itu.

Penuh sesak oleh foto-foto Bianca.

Bianca yang hidup, segar, dan menawan. Setiap ekspresi, setiap senyuman, disimpan dan dijaga Adrian bagai harta karun.

Shanaya hanya bisa merasa dirinya seperti sebuah lelucon.

Dalam kebingungan itu, dia teringat masa lalu. Saat dulu dirinya sering mengikuti Adrian ke mana pun dia pergi.

Sebenarnya bukan karena ingin mengikutinya.

Namun, karena kakaknya selalu bersama Adrian.

Karena terlalu sering melihatnya, lama-lama timbul pikiran, seandainya bisa menikah dengannya, mungkin akan sangat menyenangkan.

Adrian punya temperamen baik, sabar, lembut. Setiap kali mengunjungi kakaknya, dia selalu membawa hadiah kecil untuk Shanaya.

Dari semua teman kakaknya, Adrian yang paling sopan, paling terhormat.

Namun pria yang tampak sopan itu... Lebih memilih melampiaskan hasratnya pada istri kakaknya sendiri, daripada menyentuh istri sahnya yang berada dalam jarak sedekat itu.

Shanaya tidak menyangka Delara bisa datang secepat itu.

Baru saja selesai mencuci muka dan belum sempat turun ke bawah, bel pintu sudah berbunyi.

Seolah kalau kantor catatan sipil belum tutup, Delara akan langsung menyeret dirinya dan Adrian untuk mengurus berkas.

Shanaya menerima berkas perjanjian itu dengan perasaan sedikit tenang. Namun, suara keras tiba-tiba terdengar dari lantai atas.

Sebelum sempat berpikir lebih jauh, Bi Santi berlari turun dengan wajah tak sedap, tampak ingin bicara tetapi ragu, "Nyonya Shanaya..."

"Ada apa?"

"Foto keluarga yang Anda letakkan di kamar... dirusak Verzio."

Mendengarnya, Shanaya mengira hanya bingkai yang pecah. Namun, Bi Santi menyodorkan beberapa potongan sobekan.

Wajah Shanaya seketika pucat pasi.

Foto itu satu-satunya peninggalan dari orang tuanya yang meninggal dalam kecelakaan saat dia berusia lima tahun.

Satu-satunya kenangan yang dia miliki.

Shanaya menerima potongan foto yang sudah disobek menjadi beberapa bagian, lalu melangkah lebar menuju atas!

Bianca kebetulan sedang menggendong Verzio keluar dari kamar Shanaya.

Tatapan Shanaya dingin dan menusuk, "Kak Bianca, yang kalian masuki barusan itu kamarku."

"Om bilang, mulai sekarang ini akan jadi rumah Verzio."

Verzio membantah keras, dengan suara lantang berkata, "Om juga bilang, nanti dia akan menjaga Verzio dan Ibu seperti Ayah!"

Shanaya melihat Bianca sama sekali tidak mencoba mengoreksi atau mendidik anaknya. Tiba-tiba dia tersenyum.

Shanaya menatap Verzio. "Tahu tidak, beberapa hari lagi adalah Natal. Kamu tahu apa yang akan dilakukan Santa padamu?"

Anak itu mengangkat dagunya, "Dia akan memberiku banyak permen!"

"Salah."

Shanaya menggeleng pelan dan tersenyum, "Dia akan memotong tanganmu yang baru saja merusak fotoku, lalu memanggangnya dalam oven, dan memberikannya pada monster untuk dimakan."

"Waaa..."

Akhirnya, tetaplah dia seorang anak-anak.

Verzio ketakutan dan langsung memeluk Bianca sambil menangis kencang.

Bianca mengernyit, tatapannya tak senang saat menatap Shanaya. "Dia masih anak-anak. Tidak perlu menakutinya seperti itu."

"Satu anak saja tidak bisa kamu didik. Selain main olahraga ekstrem, apa lagi yang bisa kamu lakukan?"

Shanaya meninggalkan kalimat itu, lalu berbalik masuk ke kamarnya.

Larut malam, mobil Maybach hitam perlahan memasuki halaman.

Shanaya berdiri di balik jendela besar, dan melihat saat pria itu turun dari mobil, Verzio langsung berlari memeluknya bersama Bianca.

Pemandangan yang sangat serasi, layaknya keluarga kecil bahagia.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu dibuka.

Adrian masuk dengan langkah lebar, mengenakan kemeja putih, nadanya tidak ramah, "Kamu menakuti Verzio?"

"Benar."

Shanaya menunjuk ke arah meja kecil di sisi ranjang, "Dia merobek foto keluarga satu-satunya milikku."

Adrian tertegun.

Baru sadar kalau dia belum tahu seluruh cerita.

Dia mengulurkan tangan untuk mengelus kepala Shanaya, tetapi gadis itu menghindar. Dia kira karena masih marah, jadi dia melunakkan suaranya.

"Aku mengaku salah, dan aku minta maaf juga atas nama Verzio. Kalau ada yang kamu mau, bilang saja. Aku akan menggantinya."

Shanaya tersenyum tipis. "Apa pun bisa?"

Adrian dengan tulus mengangguk. "Tentu."

"Aku hanya ingin dua hal."

Saat berkata begitu, Shanaya menyerahkan dua berkas yang sudah disiapkan sejak lama.

Adrian menerimanya. Baru melihat sebentar dan mengetahui itu adalah sertifikat properti, dia langsung menandatanganinya.

Berkas kedua bahkan langsung dibuka ke bagian akhir, tanda tangannya cepat dan tegas.

Dalam hal uang, dia memang selalu royal.

Setelah selesai menandatangani, dia menarik pinggang ramping Shanaya, lalu memeluknya ke dalam dekapan. "Shanaya, bagaimana kakakmu bisa mendidikmu jadi gadis sebaik dan sepintar ini?"

Shanaya merasa muak, dan baru hendak menolaknya, pintu kamar yang setengah tertutup tiba-tiba diketuk.

Melihat siapa yang datang, Adrian langsung refleks mendorong Shanaya menjauh.

Shanaya sempat terdiam, tetapi kemudian langsung paham.

Demi menjaga perasaan wanita yang dia cintai, Adrian sanggup menikah tiga tahun tanpa menyentuh istrinya sendiri.

Kini tinggal serumah, tentu dia harus menunjukkan sikap yang lebih baik lagi.

Bianca tampak agak canggung. "Adrian, Verzio tidak bisa tidur. Dia ingin kamu menemaninya."

"Akan kuurus."

Adrian menjawab, lalu menoleh ke Shanaya. "Tidak marah, 'kan?"

"Tidak."

Begitu Adrian membalikkan badan dan pergi, Shanaya menarik keluar berkas kedua, surat cerai.

Dia memang gadis yang baik dan pengertian.

Bahkan untuk bercerai pun, dia sudah menyiapkan suratnya sendiri dan menyerahkannya secara langsung.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nova Silvia
aku suka cara mu sha
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 216

    Mungkin karena belum pernah merasakannya sebelumnya, Shanaya merasa di ranjang bisa sedikit lebih aman.Dia mengenakan daster tidur yang dipilih oleh Lucien, dengan renda di leher dan tepi rok, membuatnya terlihat lebih manis dan patuh.Saat mengeringkan rambut, dia tampak sedikit melamun. Poninya terangkat ke satu sisi, menambah kesan nakal. Kulitnya yang halus dan lembut memerah karena uap air panas, seluruh tubuhnya tampak seperti buah persik yang matang dan berair.Meskipun dia terlihat cukup tenang, kedua tangannya yang saling menggenggam di depan tubuh justru memperlihatkan apa yang sedang dia rasakan. Matanya yang hitam-putih seperti mata rusa itu juga menyimpan sedikit kegelisahan.Namun, lebih dari itu, ada keberanian yang nekat.Lucien melihat penampilannya seperti itu, hatinya sedikit tergerak, lalu dengan sengaja berkata, "Nonton film dulu, baru ke tempat tidur."Masih harus nonton film?Shanaya secara alami membayangkan hal itu seperti di film. "Ah, mungkin aku tidak perlu

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 215

    Lucien menatapnya yang sedang mencari sesuatu di dapur, tiba-tiba timbul sebuah pikiran di kepalanya. Dia tidak ingin melepasnya pulang.Di mana pun dia berada, di situlah rumah terasa seperti rumah.Shanaya mengambil dua set piring dan sendok. Baru saja hendak duduk di seberang Lucien, tiba-tiba melihat dia menarik kursi di sampingnya. "Duduk di sini."Seperti pasangan muda saja.Ditekan oleh perjanjian itu, Shanaya tanpa berkata apa-apa langsung duduk dan mulai makan.Sambil makan, dia merasa rasanya agak familier. "Rasanya ini… sepertinya aku pernah mencicipinya di suatu tempat?"Lucien menatapnya sebentar. "Bukankah semua masakan di tempat ini rasanya seperti ini?"Karlina memasak masakan lokal yang sangat enak, sebanding dengan koki pribadi.Akan tetapi, selain dia dan Mario, hampir tidak ada orang lain yang pernah mencicipinya.Shanaya berpikir sejenak. "Benar juga.""Ayo cepat makan."Lucien memberinya sepotong iga asam manis. Melihat dia menunduk, pipinya kembang-kempis, di ked

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 214

    Saat itu Shanaya berbalik dengan kaku, dan melihat Lucien bersandar di pintu, matanya yang hitam menatapnya tajam.Pria itu sepertinya baru saja selesai mandi. Rambut hitam pendeknya yang sedikit basah tergerai acak menutupi dahinya. Tidak setajam biasanya, malah membawa sedikit nuansa hangat rumahan, membuatnya terlihat segar dan menawan.Shanaya tampak putus asa. "Kamu berpikir berlebihan."Bukan begitu.Shanaya yang berpikir berlebihan.Bagaimana mungkin dia begitu naif mengira, setelah Lucien akhirnya mendapat kesempatan untuk mengendalikan dirinya, dia akan dengan mudah melepaskannya begitu saja.Lucien tersenyum tipis. "Tidak menantikan kepulanganku?""Bukan gitu." Shanaya berkata, tetapi hatinya tidak sejalan dengan ucapannya.Lucien seolah tidak mendengar kebohongan itu, melambaikan tangan padanya. "Kalau gitu, ayo kemari dan makan."Shanaya tahu dirinya tidak punya ruang untuk menolak.Dengan adanya perjanjian itu, di depan Lucien, dia bahkan lebih tidak punya hak daripada saa

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 213

    Gadis kecil di dalam foto itu tampak tersenyum lebar dan manis, dengan mata bening dan gigi putih. Wajahnya sedikit demi sedikit bertumpang tindih dengan gadis kecil dalam ingatannya.Bertahun-tahun telah berlalu, bayangan gadis kecil itu sebenarnya sudah sangat samar baginya.Namun saat ini, sosok itu bisa sepenuhnya menyatu dengan foto itu!Selain itu, foto ini entah mengapa terasa begitu familier baginya.Dia pasti pernah melihatnya di suatu tempat.Saat melihat tatapan Shanaya hampir menyapu ke arahnya, Adrian takut Shanaya tahu kalau dirinya sedang mencari orang lain, maka secara refleks dia menyimpan ponselnya, berdeham pelan. "Aku…""Kamu seharusnya masih ada urusan yang harus diselesaikan, 'kan?"Shanaya melihat kegelisahannya, lalu berkata mengikuti situasi.Adrian memang sedikit terburu-buru, sangat ingin segera memastikan di mana sebenarnya dia pernah melihat foto itu. "Memang ada sedikit urusan.""Kalau begitu, kamu pergi dulu saja." Shanaya berkata.Adrian dengan cemas mel

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 212

    Mendengar perkataan itu, Bianca terhenyak sebentar, lalu segera tersenyum lebar, menatapnya seolah melihat orang gila."Jangan-jangan kamu ingin bilang padaku kalau kamu adalah murid resmi Pak Arman? Jangan bermimpi!"Jika benar dia adalah murid Arman yang diterima secara resmi, maka seharusnya dia sudah memiliki koneksi ke orang-orang terpandang dan pejabat tinggi. Seharusnya dia sudah sukses besar. Tidak akan ada alasan bagi dia untuk menderita di sini hanya demi mengerjakan penelitian dan pengembangan.Shanaya menarik bibirnya. "Apapun identitasku, tetap bukan urusanmu."Setelah berkata begitu, dia tidak menunggu Bianca menjawab, dan segera melangkah pergi.Bianca tidak rela. "Kamu tidak ingin tahu kenapa aku ada di sini hari ini?""Aku tidak tertarik."Shanaya sama sekali tidak menoleh.Dia kira-kira bisa menebak, Bianca kemungkinan besar akan menggunakan Adrian untuk menyakitinya.Kemungkinan besar akan berkata Adrian yang menjadi perantara.Lagi pula, di Kota Panaraya, orang yang

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 211

    "Dia tidak membohongi kalian."Suara Dirga datar. "Obat jenis ini yang efek samping menurun hingga lima puluh persen, sudah dalam tahap percobaan. Tapi berdasarkan pengalaman penelitian Shanaya sebelumnya, obat ini hanya akan berhasil, tidak akan gagal."Efek sampingnya tidak bisa dikurangi begitu saja dengan cepat, Shanaya setiap kali selalu berusaha mencari cara untuk melakukan penyesuaian.Sedikit demi sedikit dikurangi.Namun, dia memang memiliki kemampuan dan bakat, setiap penyesuaian yang dia lakukan selalu berhasil.Dirga yang melihat itu pun merasa sangat kagum.Melihat Hugo dan Rafly saling menatap dengan mata terbelalak, Dirga dengan sengaja mengingatkan, "Sebenarnya, Bu Shanaya mengajukan keberhasilan ini atas nama tim kalian. Tapi sekarang tampaknya kalian sama sekali tidak terlibat, jadi di catatan pengembangan cukup dicantumkan Bu Shanaya dan Davin saja."Wajah Hugo dan Rafly penuh keterkejutan. Kalaupun mau membela diri, semuanya sudah terlambat sekarang!Apa yang baru s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status