Share

Bab 3

Author: Citra Sari
Keesokan harinya.

Shanaya terbangun karena jam biologisnya. Begitu membuka tirai, yang terlihat di luar hanyalah awan gelap.

Ramalan cuaca tidak menyebutkannya.

Namun, hujan turun dengan deras.

Bahkan dari balik kaca, Shanaya bisa merasakan dinginnya merambat masuk.

Dia mengganti pakaian dengan gaun rajut, dan saat sedang mencuci muka, terdengar suara gaduh dari koridor.

Suara itu cukup besar.

Sangat berisik.

Orang yang tidak tahu pasti mengira ada tukang renovasi yang masuk rumah.

"Bi Santi, ada apa ini..."

Shanaya mengangkat rambut panjangnya sembarangan, membuka pintu kamar, dan belum selesai bicara, dia sudah terpaku di tempat.

Bukan tukang renovasi yang masuk rumah, tetapi seolah ada pasukan menyerbu desa.

Biasanya rumah selalu bersih dan tertata rapi.

Namun, sekarang sudah kacau balau.

Bantal sofa yang seharusnya berada di lantai satu, kini muncul di depan pintu kamarnya, dengan noda coklat tua yang entah apa.

Vas bunga pecah terguling di lantai.

Lukisan cat minyak di koridor yang nilainya mencapai miliaran juga sudah rusak.

Singkatnya, benar-benar pemandangan yang membuat mata terbelalak lebar.

Bi Santi hampir memohon saat mengejar Verzio dari belakang. "Tuan Verzio, jangan main yang itu, itu set teh kesayangan Nyonya Shanaya..."

Brak!

Belum selesai ucapannya, barang itu sudah pecah berantakan.

Verzio menjulurkan lidah seperti penguasa kecil, bersungut-sungut. "Heh! Aku mau main! Om bilang rumah ini sekarang milikku! Kamu cuma pembantu, tidak berhak mengaturku!"

Begitu kata-kata itu meluncur, dia mendongak dan melihat Shanaya yang menatapnya dingin.

Refleks, dia langsung menyusutkan lehernya.

Perempuan jahat ini!

Dia sampai bermimpi buruk semalam.

Dikejar Santa Claus dan monster semalaman.

Dia harus mengusir perempuan jahat ini dari rumah!

Ibu bilang, selama perempuan ini pergi, maka Om hanya akan menjadi milik dia dan Ibu!

Tatapan Shanaya tenang. "Silakan main, teruskan saja."

"Serius?"

Verzio hampir tidak percaya.

Dia sudah menghancurkan begitu banyak barang kesukaan perempuan jahat ini, tetapi dia sama sekali tidak marah?

Shanaya berdiri di dekat pagar tangga, melirik ke bawah pada Bianca yang tampak tidak tahu apa-apa, lalu tersenyum sambil mengangguk. "Tentu. Tapi ada satu syarat. Lukisan cat minyak yang tergantung di ruang tamu bawah, jangan kamu sentuh. Itu barang favoritku."

Dia tidak tahu, apakah semua ini hasil hasutan Bianca atau ide Verzio sendiri.

Namun, itu tidak penting.

Bagaimanapun, dia bukan orang suci.

Seseorang pernah mengajarinya, kalau sampai diperlakukan tidak adil, maka balaslah sepuluh kali lipat.

Mata Verzio berkilat. "Oke!"

Selesai berkata, dia langsung lari seperti anak panah yang melesat.

Bi Santi tampak tak berdaya, "Nyonya Shanaya, Anda dan Tuan terlalu memanjakan anak itu..."

"Tidak apa-apa."

Shanaya menenangkan. "Anda tidak perlu melarangnya juga. Dia cucu satu-satunya Keluarga Pranadipa, selama dia senang, itu yang terpenting."

"Toh, Kakak Ipar juga tidak menegur, bukan? Kita harus menghormati gaya pengasuhan Kakak Ipar. Kalau sampai terjadi sesuatu, baik kamu maupun aku, tak akan bisa menanggung akibatnya."

"Baiklah."

Bi Santi menjawab dengan enggan. "Anda ini terlalu baik hati, sampai semua orang ingin menindas Anda."

Shanaya hanya tersenyum, tidak menanggapi, lalu bertanya, "Di rumah masih ada kotak hadiah cadangan?"

"Seperti apa?"

"Terserah, yang penting cukup untuk ukuran kertas A4."

"Di gudang ada."

Ingatan Bi Santi tajam. "Akan kuambilkan sekarang."

Setelah menerima kotaknya, Shanaya masuk kembali ke dalam kamar.

Dia meletakkan surat perjanjian cerai yang sudah ditandatangani ke dalamnya, lalu dengan teliti mencari pita untuk membuat simpul kupu-kupu di atas kotaknya.

Tiba-tiba, terdengar suara dentuman keras dari lantai bawah.

Shanaya seolah tidak mendengar apa-apa, jemari rampingnya mengikat pita dengan tenang, lalu mengangguk puas.

Sungguh indah.

Kerja bagus.

Tak lama kemudian, pintu kamarnya diketuk keras. Suara Bi Santi terdengar cemas. "Nyonya Shanaya, cepat turun! Lukisan peninggalan Tuan Besar dirusak oleh Tuan Verzio!"

Shanaya segera bangkit dan keluar dengan wajah muram, "Apa katamu? Lukisan yang di ruang tamu itu?"

"Benar..."

Bi Santi mengangguk.

Shanaya buru-buru turun, saking terburu-burunya sampai keseleo kaki.

Saat dia sampai, Verzio dengan bangga mengangkat dagunya, seolah berkata, mau apa kau?

Shanaya menoleh ke Bi Santi. "Sudah telepon ke rumah utama?"

"Belum."

"Telepon sekarang."

Baru saja Shanaya selesai bicara, Verzio langsung menyeruduk seperti peluru. "Jangan! Perempuan jahat, kamu tidak boleh mengadu!"

Shanaya tidak sempat menghindar, dan tidak menyangka serangan seorang anak bisa begitu kuat, sampai-sampai dia terjatuh.

Tulang ekornya menghantam lantai.

Perihnya luar biasa.

"Shanaya, kamu tidak apa-apa?"

Bianca segera menghampiri dan menopangnya dengan cemas. Dengan nada setengah menyalahkan, dia berkata, "Verzio memang jadi manja karena aku. Kalau lagi main sama orang lain suka kelewatan. Tapi namanya juga anak-anak... jangan dimarahi, ya?"

Mendengar itu, Shanaya sampai terdiam.

Shanaya memegangi pinggang dengan satu tangan, lalu menatap ke arah lukisan cat minyak yang kini bolong besar, mengejek. "Jadi membiarkan dia merusak barang milik orang lain, itu juga karena kamu memanjakannya?"

Mata Bianca langsung memerah. "Aku cuma lengah sebentar, kenapa kamu langsung menuduhku seperti itu?"

"Oh, lengah sebentar?"

Shanaya mengangguk pelan, memandangi rumah yang kini seperti kapal pecah. "Baru satu pagi, tapi sudah menghancurkan begitu banyak barang. Jadi, boleh tahu, kapan tepatnya kamu benar-benar menjaga dia?"

"Shanaya!"

Tak ada orang lain di sekitar, jadi Bianca tak mau lagi berpura-pura ramah. "Kenapa kamu harus terus memperpanjang masalah? Mau lapor ke rumah utama juga? Menurutmu, Nenek akan menghukumku hanya karena satu lukisan rusak?"

"Perlu kuperjelas, itu bukan sekadar lukisan biasa. Itu adalah karya terakhir Kakek semasa hidupnya."

Begitu kata Shanaya selesai, sebuah mobil sedan hitam perlahan memasuki halaman rumah.

Orang dari rumah utama sudah datang dengan cepat.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
ira ekasari
gila... vanaassssss aku bacanya...sumpah. kwkkwkkw
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 426

    "Aku tahu, Ayah."Begitu berhadapan dengan Zafran, Helsa langsung berubah menjadi gadis yang patuh dan manis.Zafran tahu bahwa kaki Nadira mulai membaik. Dia mengangkat gelasnya dan menatap Shanaya dengan senyum tulus. "Dokter Shanaya, kaki istriku benar-benar membaik berkatmu. Izinkan aku bersulang untukmu," ucapnya dengan nada penuh rasa terima kasih.Dia kemudian menambahkan dengan ramah, "Selama beberapa hari ini, kamu tinggal saja di rumah kami. Jangan merasa sungkan. Kalau butuh apa pun, silakan bilang kapan saja."Shanaya tersenyum sopan dan menggeleng pelan. "Pak Zafran, Anda terlalu sopan," jawabnya lembut, suaranya sehangat tatapan matanya.Dengan sikap anggun dan tenang, Shanaya mengangkat gelas tinggi berisi jus buah. "Beberapa hari ini aku sudah banyak merepotkan kalian. Tapi karena situasinya sedikit khusus, kita hanya bisa bersulang dengan jus saja."Sementara mereka berbincang, Helsa mengambil sepotong udang dan meletakkannya di piring Lucien. Dengan senyum lembut di

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 425

    Sejak kecil, Helsa sudah suka berebut perhatian dengan Winona yang masih bayi di gendongan.Namun, setelah dewasa, di Kota Selatanaya, dia bukan hanya gadis yang suka menonjolkan diri. Dia jauh lebih dari itu.Berkat latar belakang keluarganya yang luar biasa, membuatnya terbiasa menguasai keadaan dan memerintah sesuka hati di luar sana. Namun, entah kenapa, Zafran selalu merasa bersalah padanya. Tanpa banyak bicara, Zafran selalu turun tangan menyelesaikan segala urusannya.Lama-kelamaan, batas di antara mereka pun makin kabur."Baik," katanya pelan.Shanaya mengangguk pelan, menatap Elvano dengan mata bening yang dipenuhi kekhawatiran. "Kamu… baik-baik saja?" tanyanya lembut.Dia bisa merasakan, sejak Helsa mengucapkan pertanyaan terakhir tadi, suasana hati Elvano berubah. Ada sesuatu yang gelap dan berat bersembunyi di balik senyumnya.Elvano hanya tersenyum tipis, suaranya terdengar tenang tetapi jauh. "Aku tidak apa-apa. Kamu istirahat dulu, ya."Mungkin karena semalam tidurnya ti

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 424

    Shanaya tertegun.Jadi… Helsa bukan keturunan Keluarga Wirantara?Wajah Helsa membeku, matanya membulat tak percaya. Dia berbalik menatap Elvano, suaranya bergetar di antara amarah dan kepedihan."Kak Elvano… kamu benar-benar memperlakukanku seperti ini di depan orang luar?"Sejak Zafran membawa Helsa pulang ke Keluarga Wirantara, dia selalu mengatakan kepada orang luar bahwa gadis itu adalah anak ketiga Keluarga Wirantara.Karena itu, tak seorang pun pernah mencurigai identitas aslinya.Ditambah lagi, setelah Winona hilang, orang-orang di luar hanya tahu bahwa Keluarga Wirantara memiliki empat anak.Aurelia, Elvano, Helsa, Rivaldi.Elvano adalah pria berkepribadian klasik. Didikan keluarganya tidak mengizinkannya masuk begitu saja ke kamar wanita. Dia hanya berdiri di ambang pintu, sikapnya tenang tetapi dingin saat berkata, "Aku hanya tahu Dokter Shanaya adalah tamu yang dibawa pulang oleh Ibu dan Kak Aurelia. Kalau kamu masih menganggap dirimu bagian dari Keluarga Wirantara, seharu

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 423

    Keesokan harinya, setelah Shanaya bangun dan menyelesaikan ritual paginya, dia bersiap untuk mengurus proses keluar dari rumah sakit.Namun, begitu dia membuka pintu kamar, dia terkejut melihat Elvano sudah berdiri di ambang pintu.Mungkin karena dia sedang tidak bekerja, penampilannya agak santai. Dengan sopan dan lembut dia berkata, "Aku baru saja kembali ke Kota Selatanaya semalam. Ibuku menyuruhku menjemputmu pulang dari rumah sakit.""Proses pulang dari rumah sakit tidak perlu dilakukan. Kalau kamu tidak bawa banyak barang, kita bisa langsung pergi."Sebenarnya yang seharusnya datang adalah Aurelia.Namun, Aurelia harus pergi ke kota tetangga untuk menghadiri sebuah rapat dan baru bisa kembali besok.Shanaya terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Kalau begitu, ayo pergi."Agar Shanaya bisa keluar rumah sakit dengan lebih nyaman hari ini, pakaian yang dibawanya ke Kota Selatanaya kemarin sudah lebih dulu diambil Nadira dan dibawa ke rumah tua Keluarga Wirantara.Di perjalanan menu

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 422

    Untuk waktu yang lama, Lucien tetap dalam satu posisi, tak bergerak sama sekali, dan tidak memberikan reaksi apa pun.Seolah-olah segala sesuatu di sekitarnya sama sekali tidak ada hubungan dengannya.Rivaldi tak tahan lagi. Dia mendorong Lucien perlahan dan bertanya dengan nada tegas, "Apa yang sebenarnya kamu pikirkan? Apa kamu berniat benar-benar memutuskan hubungan dengan Shanaya?"Memutuskan hubungan...Hal seperti ini... sudah pernah Lucien lakukan sekali sebelumnya.Saat mencoba bangkit, seharusnya semuanya terasa mudah dan terbiasa. Namun, entah mengapa, begitu memikirkannya, rasa putus asa datang seperti ombak besar, menelan semua akalnya.Dia pun tetap menundukkan kepala, mata merah dan penuh penderitaan, suaranya serak tak karuan, seakan menyelipkan sedikit sindiran pada diri sendiri. "Putuskan hubungan? Gimana bisa putuskan hubungan?""Aku… sudah tidak bisa hidup tanpanya lagi."Lucien… tak bisa hidup tanpa Shanaya.Namun, ketika Shanaya meninggalkannya, Shanaya malah tidak

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 421

    Melihat tidak ada reaksi dari lawannya, Bianca melangkah beberapa langkah menuju mobil. Baru saja hendak menepuk jendela, pintu mobil tiba-tiba didorong kuat-kuat dari dalam.Dorongan itu membuat Bianca terhuyung mundur beberapa langkah, hampir terjatuh ke tanah.Bianca mana bisa menahan kekesalannya. Tanpa pikir panjang, tangannya terangkat ingin menunjuk hidung orang itu sambil memaki. Namun, tiba-tiba seorang pria dengan aura mengerikan turun dari mobil.Matanya langsung menyala saat mengenali sosok itu. "Kamu… kamu adalah Pak Felix dari DK Medika, 'kan?"Felix sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Wajahnya suram. Dia melangkah mendekat, meraih leher Bianca, dan dengan satu gerakan mendorongnya hingga menempel keras ke bodi mobil yang keras itu.Bianca terkejut. Dia menatap pria itu yang menahan amarahnya dengan gigi terkatup rapat, lalu suara seraknya pecah. "Apa kamu punya otak? Siapa yang memberimu keberanian untuk menyentuh Shanaya di Kota Selatanaya?"Ayah angkatnya, meski

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status