Share

Bab 4

Author: Citra Sari
Ekspresi Bianca seketika membeku.

Melihat mobil yang begitu dikenalnya di luar sana, hatinya pun dilanda kepanikan.

Mata indahnya menatap tajam ke arah Shanaya. Kamu sengaja, ya? Kamu sengaja melakukannya, kan?!"

"Kakak ipar, maksudmu apa? Barusan aku jelas-jelas sedang di atas, menyiapkan hadiah untuk Adrian. Kenapa malah menyalahkanku…"

Mata Shanaya berkaca-kaca, seakan tertimpa kesedihan yang begitu dalam.

Begitu masuk, Pak Salim, kepala pelayan rumah tua itu langsung disuguhi pemandangan tersebut.

Tatapannya menyapu rumah yang berantakan dan tak layak dipandang, lalu beralih ke arah Bianca, wajahnya tampak tak senang. "Nyonya Bianca, pesan dari Nyonya Gayatri. Karena Anda gagal mendidik anak, maka beliau akan mulai dengan mendidik ibunya dulu."

Bianca menggertakkan gigi. "Apa maksudnya?"

Pak Salim memberi isyarat tangan, mempersilakannya ikut. "Silakan ke halaman, dan berlutut tiga jam."

"Pak Salim…"

Shanaya hendak membuka suara, tetapi Pak Salim langsung menebak arah ucapannya, menyela dengan lembut. "Nyonya Shanaya, tidak perlu memohonkan ampun untuknya. Beberapa hari lalu, Anda sudah sangat lelah saat pemakaman Tuan Darren. Jaga kesehatan, ya."

Shanaya sontak terdiam.

Bukan.

Dia sebenarnya hanya ingin menanyakan, apakah kondisi Nenek sudah agak membaik.

Agar bisa memilih waktu yang tepat untuk membicarakan soal perceraian.

Grup Pranadipa memang dipegang oleh Adrian, tetapi urusan keluarga tetap tunduk pada aturan rumah tua.

Jadi sekalipun Bianca masih tidak terima, dia tetap tak punya pilihan selain berlutut di halaman.

Musim hujan tiba, tanah pun basah kuyup

Kalau dipikir-pikir, dia memang mampus.

Shanaya bahkan tak meliriknya, langsung bersiap naik ke lantai atas.

Bi Santi tampak ragu. "Nyonya Shanaya, lukisan itu bagaimana?"

Shanaya bahkan tak meliriknya, langsung bersiap naik ke lantai atas.

Bi Santi tampak ragu. "Nyonya Shanaya, lukisan itu bagaimana?"

"Tidak perlu diurus. Nanti akan ada orang yang datang menjemputnya. Setelah diperbaiki, akan dikirim kembali," jawab Shanaya singkat.

Tentu saja dia tidak akan memberitahu siapa pun bahwa lukisan yang tergantung itu palsu.

Yang asli sudah dia titipkan di galeri milik temannya untuk dipamerkan.

Utuh, tanpa cacat.

Bagaimanapun, semasa hidup, keinginan terbesar almarhum Kakek adalah agar karyanya bisa dilihat oleh lebih banyak orang.

Menggantungnya di rumah, rasanya terlalu sia-sia.

"Perempuan jahat!"

Shanaya baru hendak menaiki tangga ketika Verzio berkata dengan penuh amarah, "Aku sudah telepon Om! Kalau dia pulang, kamu akan tamat!"

"Ya sudah, aku tunggu."

"Dia akan menceraikanmu! Nanti kamu jadi perempuan bekas yang tidak laku!"

Shanaya tertawa. "Dia tidak akan dengar omonganmu."

Dia dan Bianca masih butuh dirinya sebagai tameng.

Begitu dia dicerai, adik ipar dan kakak ipar akan tinggal serumah, laki-laki dan perempuan dewasa tanpa status sah.

Nama baik Bianca akan hancur total.

Adrian tidak akan membiarkan itu terjadi.

……

Adrian pulang lebih cepat dari dugaan.

Bianca belum genap dua puluh menit berlutut, pria itu sudah tiba.

Mantel kasmir hitam membungkus tubuhnya yang tegap dan penuh wibawa.

Begitu turun dari mobil, dia hampir berlari menghampiri Bianca dan langsung mengangkatnya ke dalam rumah.

Ditempatkannya perempuan itu di sofa, kemudian mengoleskan obat ke lututnya yang merah karena dingin, tanpa menyembunyikan rasa iba di matanya. "Kamu bodoh ya. Disuruh berlutut langsung nurut."

"Nenek sudah memerintahkan, aku bisa apa."

Bianca menarik lengan bajunya pelan, matanya memerah, suaranya gemetar, "Adrian… kamu bisa tidak… ceraikan dia? Dia terlalu menyeramkan…"

Adrian mengernyit samar. "Maksudmu Shanaya?"

"Ya."

Bianca menggigit bibir. "Kamu tahu kenapa Verzio bisa merusak lukisan peninggalan Kakek? Karena dia sengaja memprovokasi."

"Ibu benar!"

Verzio merengek, air mata menggantung di bulu matanya. "Om, Tante hari ini sengaja menakut-nakuti aku lagi. Katanya monster pemakan tangan bersembunyi di dalam lukisan itu, jadi aku…"

"Tidak mungkin."

Adrian langsung menyangkal, tangan besarnya menepuk kepala anak itu dengan lembut.

"Verzio mungkin salah dengar. Tantemu itu paling lembut di keluarga ini. Tadi malam dia sudah bilang tidak marah, jadi tidak mungkin menakut-nakuti kamu."

"Lagi pula, semasa hidup, Kakek paling sayang padanya. Dia tidak akan main-main dengan lukisan Kakek."

Kata-kata itu ditujukan pada Bianca.

Bianca menatapnya tak percaya. "Maksudmu, aku dan Verzio memfitnah dia?"

"Adrian!"

"Kamu sudah berubah!"

Nada tuduhannya membuat amarah Adrian berkobar, tetapi saat bertemu dengan tatapan kecewa itu, dia hanya bisa menahan emosi. "Bianca, dari awal sampai sekarang… aku tidak pernah berubah."

Bianca menatapnya. "Berani sumpah? Kamu benar-benar tidak pernah punya perasaan sedikit pun ke Shanaya? Tidak pernah menyentuhnya?"

Adrian selalu merasa tidak bersalah di hadapannya.

Tapi begitu mendengar pertanyaan itu, dia malah tidak bisa menjawab dengan tegas.

Punggungnya menegang, bulu matanya menunduk. "Aku memang tidak pernah menyentuhnya."

Adrian yang bersalah pada Shanaya.

"Aku tidak pernah menyentuhnya."

Dengan satu tangan menopang pinggang dan satu lagi membawa kotak hadiah, Shanaya turun dari lantai atas. Tapi yang dia dengar… adalah kalimat itu.

Singkat. Jelas. Tanpa keraguan.

Shanaya tersenyum pahit, bibirnya terangkat pelan. Dia pun melangkah mendekat. "Adrian, besok malam ada acara makan malam di Keluarga Wiraatmadja. Nenek menyuruhku bertanya, apakah kamu bisa hadir?"

Nyonya Gayatri dari Keluarga Wiraatmadja adalah teman lama kedua orang tuanya.

Sejak mereka meninggal dalam kecelakaan, Shanaya dibawa ke Keluarga Wiraatmadja dan dibesarkan di sana.

Bagi orang luar, Shanaya sudah dianggap setengah bagian dari keluarga itu.

Sejak dia menikah dengan Adrian, kerja sama bisnis antara Keluarga Wiraatmadja dan Pranadipa tetap berjalan lancar.

Mendengar itu, mungkin karena merasa bersalah setelah ucapannya tadi, Adrian langsung menyanggupi. "Oke, besok malam aku jemput kamu. Kita pergi bersama."

"Hmm."

Shanaya melirik kotak hadiah di tangannya, lalu memandangi ibu dan anak yang duduk di sofa. Dia pun tahu diri, tak berkata apa-apa lagi.

Lalu membalikkan badan hendak pergi.

Delara yang hari ini menang besar di pengadilan, jadi dia mengajaknya jalan-jalan.

Akan tetapi, karena tahu kakinya cedera, akhirnya rencana diganti jadi makan malam saja.

"Shanaya."

Adrian tanpa sadar, memanggilnya. "Apa yang kamu bawa itu?"

Shanaya menoleh, menggoyangkan kotak di tangannya. "Hadiah."

"Hadiah? Hari ini ulang tahun siapa?"

"Hadiah ulang tahun pernikahan yang ketiga. Tadinya mau aku kasih ke kamu."

"Shanaya, maaf…"

"Tidak apa-apa. Kamu sibuk kerja, wajar kalau lupa."

Tatapan Shanaya tetap jernih seperti biasa, menatapnya lurus-lurus. Lalu dia menyerahkan kotak itu, suaranya lembut dan penurut. "Lagi pula, sebentar lagi juga ulang tahunmu. Anggap saja ini hadiah ulang tahun."

"Selamat ulang tahun lebih awal, Adrian."

Dan juga… Selamat bercerai.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 100

    Adrian sangat sibuk.Sibuk sampai lupa kalau dirinya masih punya istri.Shanaya menarik napas sejenak, lalu kembali menatapnya. "Bagaimana kamu tahu?""Menebak saja."Melihat dia bahkan tidak berniat membantah, Adrian sama sekali tidak terkejut. Akan tetapi, entah kenapa, dadanya terasa sesak seperti ditekan busa, bahkan napasnya pun terasa sulit.Shanaya tersenyum tipis. "Aku kira kamu tidak akan menyadarinya."Adrian menatapnya lekat-lekat. Rasa sesak itu membuat keningnya mengerut. "Aku sebegitu buruknya?""Kamu sangat baik."Lengkung senyum di bibir Shanaya makin dalam. "Tapi itu hanya di depan Bianca."Adrian bukan suami yang baik.Namun, dia kekasih yang baik.Shanaya mengucapkannya dengan sungguh-sungguh. Namun, di telinga Adrian, kata-kata itu terdengar seperti sindiran.Dia mengembuskan napas kasar, berusaha meredakan sesak di dadanya. "Aku akan segera suruh dia pindah.""Pada saat itu, aku akan menjemputmu pulang.""Kita lihat saja nanti."Shanaya tersenyum samar, tanpa menga

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 99

    Adrian tiba-tiba menoleh menatapnya, sorot matanya tajam dan tak berkedip. "Juga? Siapa lagi yang nama panggilannya Nana?"Nana adalah nama panggilan yang sangat umum.Wajar saja kalau ada yang kebetulan punya nama sama.Namun, tatapan Adrian pada Shanaya begitu mendesak, sampai-sampai membuat Shanaya sedikit waspada.Shanaya menundukkan kepala, menyembunyikan emosinya. "Tidak ada, hanya merasa nama itu sangat umum."Hari ini dia baru saja melihat seberapa besar Adrian melindungi Bianca.Jika Adrian tahu bahwa Bianca pernah merundung dirinya.Kemungkinan besar reaksi pertama Adrian adalah membela Bianca.Bahkan bisa saja Bianca memutarbalikkan keadaan dan memfitnah dirinya.Terlebih lagi, dia sendiri pun belum sepenuhnya yakin dengan apa yang sebenarnya terjadi.Namun, liontin pelindung ini...Shanaya menggigit bibir, menatap Adrian dengan wajah tanpa cela. "Adrian, desain liontin ini cukup unik. Boleh pinjam beberapa hari? Aku ingin meminta temanku yang desainer perhiasan membuat satu

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 98

    Adrian membelai ujung jarinya, alisnya sedikit berkerut. "Dia juga hanya panik sesaat.""Panik sesaat atau memang sengaja, bukankah kamu sudah tahu jawabannya?"Shanaya mengagumi kemampuannya dalam menipu diri sendiri.Dia menatap pria itu dengan mata bening yang tak menyembunyikan apa pun. Pada akhirnya, Adrian pun menyerah, tampak sedikit pasrah. "Shanaya, soal ini memang dia yang kelewatan. Aku bisa menggantinya dan minta maaf padamu…"Baru separuh kalimat terucap, ponsel yang diletakkan di atas meja berbunyi.Shanaya tak perlu melihat layar untuk tahu siapa yang menelepon. Cukup melihat ekspresi Adrian yang tampak tak berdaya, dia sudah bisa menebaknya, panggilan dari Bianca."Maaf, aku angkat sebentar."Shanaya tersenyum tipis. "Silakan."Dibawa makan, diundang untuk meminta maaf, tetapi bahkan sebelum hidangan datang, dia sudah sibuk menerima telepon dari si biang kerok.Benar-benar tidak ada yang menyenangkan."Bu, Bu?"Pelayan memanggil dua kali barulah Shanaya kembali sadar. D

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 97

    Shanaya tidak benar-benar mengerti maksud ucapan itu.Namun, suasana di dalam lift terasa canggung bahkan terlihat jelas dengan mata telanjang.Shanaya melihat ekspresi tak nyaman di wajah Adrian, bahkan sempat ingin tertawa. Tapi saat mengangkat kepala, dia justru berpapasan dengan tatapan lurus Lucien."Bu Shanaya, proyeknya tidak sibuk? Sampai tidak perlu lembur?"Satu serangan tanpa pandang bulu untuk semua orang.Kalimatnya, baik yang terang-terangan maupun tersirat, semuanya penuh dengan gaya seorang kapitalis sejati.Seolah ingin semua orang bekerja lembur seperti kuda beban.Shanaya pun kehilangan keinginannya untuk tertawa. Dengan nada formal, dia menjawab, "Pekerjaan yang tersisa bisa dilanjutkan di rumah.""Oh."Lucien mengangguk seakan berpikir dalam. "Kalau sudah jatuh cinta, pulang kerja masih semangat untuk menyelesaikan tugas?"Shanaya terdiam sejenak, lalu tersenyum samar, tidak menjawab secara langsung.Shanaya termasuk orang yang jarang merasa canggung.Akan tetapi s

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 96

    Seluruh proyek ini, setiap orang punya andil.Dirga meminta mereka semua ke aula untuk mengambil teh sore. Shanaya pun ikut pergi karena tahu pentingnya membaur.Tak disangka baru saja sampai, dia sudah ditarik oleh Nayla."Shanaya, semalam kamu baik-baik saja? Pak Lucien memang kadang bicaranya begitu. Jangan terlalu dipikirkan, ya.""Aku... baik-baik saja."Shanaya sedikit terkejut, tidak yakin dengan maksud Nayla. "Terima kasih untuk teh sorenya."Jelas-jelas Lucien sudah menunjukkan ketidaksukaannya padanya.Namun, kenapa Nayla masih begitu ramah?"Kenapa harus segan begitu?"Nayla tersenyum, lalu melirik ke arah tiga pria dari tim pengobatan tradisional dan langsung memberi teguran. "Kalian jangan karena Shanaya perempuan, lalu menganggap dia sepele.""Dalam pekerjaan, harus saling bekerja sama dengan baik.""Bu Nayla."Shanaya merapatkan bibir, berkata pelan, "Sebenarnya kamu tidak perlu memperlakukanku seperti adik terus-menerus. Hubunganku dengan Pak Lucien tidak seperti yang k

  • Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!   Bab 95

    Shanaya datang bersama dua orang polisi menuju ruang monitor, Davin sudah menunggu di sana.Setelah melihat rekaman, ekspresi para polisi berubah-ubah. "Nyonya Pranadipa, mohon tunggu sebentar...""Baik."Shanaya mengangguk. Salah satu polisi segera keluar ruangan dan menelepon seseorang.Tak lama kemudian dia kembali dan menatap Shanaya. "Nyonya Pranadipa, kasusnya telah dicabut. Rekaman... tidak perlu kami salin."Siapa yang menginginkan itu, sudah jelas tanpa perlu dijelaskan.Davin benar-benar tidak menyangka Adrian bisa sampai sebodoh itu.Hal ini pun membuktikan apa yang pernah dikatakan oleh guru mereka.Pria ini, luar dan dalam, sama sekali tidak pantas untuk Shanaya!Shanaya tidak tampak terkejut sama sekali. "Aku mengerti. Omong-ngomong, apakah aku bisa menuntut Bianca atas pencemaran nama baik?""Nyonya Pranadipa..."Salah satu polisi tampak canggung, tetapi tetap menjelaskan secara profesional, "Itu... agak sulit untuk dibuktikan di pengadilan."Apa yang membuatnya sulit di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status