"Kalian tak perlu sembunyi-sembunyi seperti maling..." Aliesha mengucapkan kalimat yang membuat Ayah sekaligus Bi Lastri terkejut bukan main.Keduanya sedang saling berpegangan tangan dan bertatap wajah. Seketika mereka melepaskan pegangan itu dan saling menjauh karena mengetahui ada Aliesha di belakangnya."Aliesha... ini tak seperti yang kamu kira!" Ayahnya masih saja membantah dan mengelak karena tak ingin mengakui apa yang telah diperbuat terhadap pembantunya."Aku tahu. Ini memang tak seperti yang aku kira, Ayah. Tapi lebih dari yang pernah aku kira!" Jawabnya sambil mendekat.Ayahnya tampak takut dan khawatir kalau-kalau Aliesha akan melakukan sesuatu pada dirinya dan Bi Lastri Bisa saja dia akan berteriak, mengatai Bi Lastri, menjambak atau bahkan memukulnya."Jangan sakiti, Lastri! Dia tidak bersalah. Akulah yang memulai semuanya..."Kalimat Tuan Martin itu terang saja membuat Bi Lastri tersentuh. Jelas-jelas ini dulu ia yang memulai. Dia yang datang menggoda majikannya.Senga
"Noah, tapi... apa tidak sebaiknya kamu titipkan pada Papanya?"Saat Ricky belum selesai mengatakannya, sosok itu sudah keburu menghilang dari balik pintu."Baiklah... kamu juga sama-sama tergesa-gesa seperti Ben. Bahkan ponselmu tertinggal juga kamu tidak sadar!"Kenapa dua sepupunya itu bertingkah aneh pagi ini? Ricky tak tahu menahu."Ricky... Ke mana Noah dan Ben?" Papa Ben baru kembali dari jalan-jalan paginya di luar.Baik anak dan sepupunya tadi keluar dari rumah sakit tanpa menyapanya. Padahal dia ada di lobby."Entahlah. Tadi Noah mengantarkan ponsel Ben yang tertinggal sementara Noah sendiri ketinggalan ponselnya di sini." Ricky tertawa."Apa kamu juga ingin mengantarkan ponsel Noah ke rumah lalu kamu meninggalkan ponselmu di sini agar aku membawanya untukmu?" Tanya Papa Ben yang disambut tawa oleh Ricky lagi."Tentu saja tidak, Paman. Biarkan mereka berdua saja yang saling kejar!"Ricky menyahut.**Di perjalanan, Noah mempercepat laju mobilnya dengan harapan bisa berpapasa
"Non, saya tidak pernah sekalipun terpikir untuk mencari kekayaan dari jalan seperti ini!" Bi Lastri nampak marah dan tersinggung saat Aliesha bertanya soal 'harga'."Bi Lastri tak perlu pura-pura sama saya. Terus terang saja saya kaget, kenapa baru sekarang Bi Lastri melancarkan aksi!" Celoteh Aliesha yang tak kalah pedas dengan ungkapan Soraya biasanya pada Bi Lastri.Mata wanita paruh baya itu berkaca-kaca. Dia sepertinya tak tahan berlama di sini."Kalau memang Non Aliesha mengira saya hanya mencari harta, silakan saja. Itu hak Non Aliesha untuk menilai saya. Permisi."Dikira tadinya Aliesha sudah ikhlas menerima, nyatanya dia justru bersikap sebaliknya. Ini adalah pernyataan yang paling menyakitkan seumur hidupnya.Mungkin saja ini adalah karma dari perbuatannya.Bisa jadi memang dirinya tak berhak untuk mencintai atau dicintai siapapun seumur hidup."Lastri, sepertinya malam ini kita akan mengadakan makan malam di luar. Aliesha sebenarnya mau aku ajak..." Tuan Martin sudah menda
"Kepikiran sesuatu?" Ricky yang kebetulan menemui Noah selepas mengantarkan Bi Lastri, bertanya.Noah menggeleng."Tapi wajahmu jelas menggambarkan kalau dirimu sedang terganggu oleh hal yang membuatmu bingung bagaimana mencari solusinya!" Ricky meledek dan tertawa.Sama sekali bukan lelucon yang lucu. Saat ini Noah sedang dilanda kebingungan.Bagaimana mencari tahu soal Bi Lastri? Ketika dia pergi dari rumah Tuan Martin, itu artinya dia tak lagi memiliki mata-mata yang bisa diandalkan. Sementara kasus Kakeknya masih belum menemukan solusi.Haruskah dia yang ke sana langsung untuk mencari tahu?Tapi itu terlalu beresiko.Dia harus mencari cara."WOY!" Ricky melemparkan sebuah gumpalan kertas kecil ke kening Noah."Apaa?!!" Noah marah."Kamu melamun dari tadi sampai-sampai seperti orang sedang mabuk mau bunuh diri..." Tudingnya.Ricky mengambil duduk di sebelah sepupunya. "Aku hanya butuh jawaban. Itu saja." Kata Noah."Kalau soal Aliesha, jawabannya tidak. Dia terlihat makin romantis
"Kenapa harus begitu Kek?"Ben merasa khawatir dan berharap Kakeknya tidak tahu menahu soal keberadaan Aliesha kini."Itu adalah aturanku. Aku tidak mau anak itu masih berhubungan dengan ayahnya. Suruh dia memilih antara kamu atau ayahnya." Saran Kakek tua itu pada cucunya.Sebuah hal yang berat. Tentu saja Aliesha akan sulit memilih siapa yang lebih berat untuk dirinya.Suami dan Ayah adalah dua sosok yang sama pentingnya dalam hidup seorang wanita."Kek, kenapa harus demikian?" Ben merasa ini akan menjadi hal yang sulit.Dia sudah sangat merindukan istrinya itu dan berharap dia akan pulang secepatnya. Tapi, bagaimana cara menjemputnya!?"Jangan tanya lagi. Aku mau istirahat!" Kakek menutup sesi diskusi dan memejamkan matanya.Itu tandanya dia sudah tak mau lagi diganggu.Giliran sekarang Ben harus memutar otak untuk mencari bantuan agar bisa menjemput istrinya kembali. Bukankah dia kemarin diantarkan oleh Noah, itu berarti... meminta tolong Noah saja untuk menjemput istrinya!Noah m
"Noah? Kenapa ke sini lagi?"Lelaki bertubuh atletis itu tak lantas menjawab saat ditanyai oleh Aliesha.Dia tak mau berdebat panjang dan masuk begitu saja ke area parkiran."Kenapa tidak langsung ke rumah Kakek saja?" Tanya Aliesha lagi. Padahal jelas-jelas dirinya sudah menyebutkan merindukan suaminya.Noah tak bergeming dan melanjutkan menggendong kedua anaknya dengan tangan kanan dan kiri."Noah!"Aliesha tak punya pilihan selain mengikuti lelaki itu. Ketika sampai di unitnya, Noah bukannya membuka pintu dengan mengetik kode melainkan dia malah memencet bel. Seolah-olah ada seseorang di dalam.Tak lama mereka menunggu, seseorang membuka pintu dari dalam.Di situlah Aliesha merasa jantungnya seperti melompat ke luar dari tubuhnya."Bi Lastri? Jadi kamu di sini!?" Ocehan itu mulai keluar dari mulutnya.Dia merasa janggal bagaimana bisa sosok wanita yang biasa menjadi pembantu di rumahnya itu kini tiba-tiba
"Noah, kamu bilang apa barusan?" Aliesha bertanya karena dia tak begitu mendengar apa yang dibisikkan oleh Noah.Yang terdengar hanyalah kalimat sepatah dua patah kata."Tidak penting." Jawab Noah. Lantas lelaki keturunan bule itu melanjutkan kalimatnya. "Sulitkah memaafkan seorang Bi Lastri yang sudah puluhah tahun mengabdi di tempat keluargamu?"Aliesha tak bergeming. Memang di sisi lain, dia juga berpikir kalau apa yang dilakukan Bi Lastri sebenarnya tak separah apa yang telah Noah lakukan. Tapi tetap saja keduanya mengkhianati orang yang telah diperangkapnya."Aku tak bisa menjawab. Mungkin sekarang kamu bisa membalik situasi jika kamu di posisiku. Apa kamu kira-kira bisa memaafkan kelakuannya? Aku tak pernah menduga kalau akhirnya Bi Lastri sama saja seperti Soraya!" Ucapnya namun sudah tidak dengan suara yang meninggi."Iya, aku pasti juga merasakan hal yang sama. Tapi... Setidaknya cobalah untuk membuka hatimu. Orang ini telah mengabdi berpuluh tahun padamu dan keluargamu. Apa
"Aku hanya mau tidur saja! Aku sudah lelah." Kalimat itu membuat Aliesha tenang. Dia sudah berpikiran macam-macam dan khawatir. Lelah? Tentu saja. Siapa yang tak lelah jika ujian hidup tak ada hentinya. Rasanya seperti berendam di bawah air dan tak pernah berkesempatan untuk menghirup udara bebas. Aliesha juga merasakan itu. Perlahan, tubuh Noah mulai terlihat lemah dan nafasnya mulai teratur. Dia benar-benar tidur. Giliran Aliesha yang sekarang tak sanggup memejamkan mata. Pikirannya ke mana-mana. Sekarang seharusnya dia sudah pulang berkumpul dengan suaminya. Tapi, kenapa Ben tak juga menghubunginya padahal dia sudah telat dari waktu yang seharusnya? Aliesha bangkit dan kembali ke ruang tengah. Dipandanginya pemandangan malam yang dipenuhi oleh cahaya lampu di bawah sana yang bersaing dengan cahaya bintang di angkasa. Waktu sudah menunjukkan dini hari. Tapi rasanya hatinya belum bisa memulai hari ini. Tak disadarinya sekarang kalau ponselnya telah lama mati. Tak ada baterai