Share

Suami Berutang, Istri Terbeban
Suami Berutang, Istri Terbeban
Author: Ita winarni

1. Awal Perselisihan

"Enak, ya, belanja terus! Utang dipikir juga, dong!" sindir Yuli ketika ada kurir mengantarkan paket ke rumah Romlah.

"Makasih, Pak," ucap Romlah kepada si kurir sembari menerima paket.

"Belanja online bisa tapi bayar utang gak bisa. Aneh!" oceh Yuli sambil menjemur baju yang telah dicuci tadi pagi.

"Iya, Mbak, nanti kubayar," jawab Romlah. Padahal dalam hatinya juga tak tahu kapan ia akan membayar utang kepada kakak iparnya itu.

"Halah, dari beberapa tahun yang lalu juga ngomong kayak gitu, tapi mana? Sampe sekarang juga gak dibayar!" ketus Yuli.

Romlah memilih meninggalkan Yuli--kakak iparnya-dengan segala ocehannya. Sindiran itu bukan kali pertama yang ia terima. Namun, Romlah lebih memilih untuk tak meladeninya.

Rumah mereka bersebelahan, jadi wajar saja jika Yuli akan mengetahui siapa saja yang bertamu ke rumah Romlah. Termasuk kurir yang akan mengantar paket.

Romlah membuka paket yang dilapisi plastik berwarna hijau itu. Diambilnya gunting yang biasa ia simpan di laci bawah. Dengan sekali gunting, terbuka sudah pembungkusnya.

Sebuah gamis berwarna coklat kombinasi hitam terpampang di hadapannya. Ia meraih gamis itu, lalu berdiri dan memakainya. Wanita ber-anak dua itu tersenyum puas sambil sesekali putar ke kiri lalu putar ke kanan.

"Orang-orang di Posyandu bakalan iri melihatku pakai gamis baru. Apalagi, belum ada yang punya model seperti ini. Pasti banyak yang pengen" ucap Romlah bangga.

***

Pagi-pagi sekali Romlah sudah menyelesaikan pekerjaan dapur. Angga--anak pertama Romlah--sudah berangkat ke sekolah tadi pagi. Setelah memandikan Riska, Romlah pun segera mandi dan bersiap-siap.

"Rom, posyandu nggak?" Terdengar suara Dewi dari luar rumah. Pintu memang sengaja tidak ditutup, karena biasanya Dewi akan menjemputnya.

"Iya, sini Dew, aku masih siap-siap!" teriak Romlah yang masih menyapukan bedak ke wajahnya.

"Cie, baju baru lagi, nih. Dapet dari mana Rom? Beli apa nyuri?" ledek Dewi disertai dengan cengiran khasnya.

"Beli, lah, enak aja," sahut Romlah sambil menoyor kepala Dewi.

Dewi mengambil kaleng berisi kerupuk yang tergeletak di meja. Ia membukanya, dan memberikan satu kepada anaknya.

"Tapi bukan beli dari hasil pinjam online, kan? Atau hasil ngepet gitu misalnya?" goda Dewi.

Romlah hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Dewi yang kadang bisa membuatnya darah tinggi. Namun, walaupun begitu, Romlah merasa sangat beruntung mempunyai sahabat seperti Dewi.

Mereka menuju ke posyandu dengan berjalan kaki. Tangan kanan Romlah menggendong Riska tak lupa dompet kecil diselipkan diantara jarinya. Sedangkan tangan kirinya memegang payung.

Ketika hendak melewati rumah Yuli, Romlah mendengar gerombolan Para ibu sedang asyik menggosip. Namun, ketika mereka melihatnya, suasana menjadi sunyi. Tak ada satu orang pun yang berbicara. Romlah yakin sekali jika mereka sedang membicarakan dirinya.

"Dewi, mau posyandu, ya?" Suara Yuli terdengar di antara gerombolan ibu-ibu itu.

"Iya, Mbak," jawab Dewi singkat.

"Tolong bilangin yang di sebelahnya, dong, Dew, utangnya dibayar! Gak malu apa punya utang tahun-tahunan?!" sindir Yuli. Terlihat muka Romlah merah padam.

"Rom, cicillah dikit-dikit utangmu! anakmu udah gede, kapan lunasnya kalau kamu gak mulai nyicil!" Salah seorang Ibu ikut memojokkan Romlah.

Merasa dipermalukan di depan orang banyak Romlah tak terima.

"Kalau aku punya uang, gak perlu ditagih juga kubayar Mbak. Lagian itu utang adikmu! Tagihlah sama adikmu sana!" Romlah mulai terpancing emosi.

Dewi yang berada di sebelahnya berusaha menarik tangan Romlah untuk menjauh dari Yuli. Namun agaknya, kekuatan Romlah lebih besar.

"Agus minjem uang, kan, buat nikahin kamu! Terus sekarang kamu juga udah jadi istrinya Agus, jadi wajar aja aku nagih ke kamu!" Yuli tak mau kalah, ia berdiri dari tempat duduknya dan berkacak pinggang.

"Salahin adikmu, dong, Mbak! Udah tau nggak punya duit, masih aja ngebet ngadain hajatan gede-gedean!" bantah Romlah. Nada bicaranya pun sudah mulai meninggi. Dadanya terlihat naik-turun dan memburu.

Dengan sekuat tenaga Dewi menarik lengan Romlah, dan kali ini berhasil membawa Romlah menjauh dari Yuli.

"Sabar Rom. Kenapa kamu jadi kepancing sama Nenek sihir itu, sih?" ucap Dewi mengelus pundak Romlah.

"Kesel aku, Dew. Tiap hari nyindir terus. Orang kayak gitu emang perlu dilawan, Dew, biar nggak ngelunjak," Romlah mengatur napasnya yang hampir putus.

"Ya udah, tenangin dirimu dulu. Kita mau posyandu loh! Untung aja Riska dan Fitri gak bangun. Kalau sampai kebangun, kupastikan mereka sawan lihat kamu teriak-teriak kayak tadi. Kamu tahu, kan, biaya buat rukiyah itu mahal," celoteh Dewi menghibur Romlah.

Benar saja Romlah seketika tersenyum mendengar ocehan Dewi. Setelah Romlah tenang, mereka melanjutkan kembali perjalanan menuju posyandu.

***

Hari ini hari Sabtu. Seperti biasa, Romlah telah menerima transferan dari Agus-suami Romlah-yang bekerja di kota sebagai mekanik sebuah bengkel.

Selesai mengambil uang di ATM terdekat dari rumah, ia mampir ke pasar untuk membeli buah dan jajanan. Lalu jajanan itu dibagi menjadi dua. Satu untuknya, satu lagi untuk Dewi sebagai ucapan terima kasih karena telah meminjamkan sepeda motor kepadanya.

Sedang menikmati jajanan di depan televisi bersama Riska, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Begitu pintu dibuka, sosok Siti--mertua Romlah--muncul.

"Lagi ngapain kamu, Rom?" tanya Siti nyelonong masuk ke dalam rumah.

"Lagi nonton TV, Bu," jawab Romlah, ia berjalan mengikuti mertuanya.

"Wah, enak, ya, suami kerja capek-capek, giliran dapet duit, istrinya malah jajan terus," tuduh Siti.

Romlah hanya diam tak menyangkal omongan mertuanya. Karena menurutnya, disangkal atau diiyakan hasilnya akan sama. Sama-sama disalahkan.

"Kamu kapan mau bayar utang ke Yuli? Hutangmu udah lama banget, loh. Mau nunggu kamu punya cucu?!" hardik Siti.

"Iya, Bu. Nanti kalau sudah ada uang, pasti kubayar hutangku," jawab Romlah pelan. Bagaimana pun juga, ia masih menaruh hormat kepada wanita yang telah melahirkan suaminya itu.

"Iya-iya terus dari dulu! Tapi nggak dibayar juga! Oiya, lain kali kalau belanja jajanan, bagilah keponakanmu! Jangan pelit jadi orang, ntar sempit kuburanmu!" tuduh Siti. Siti mengambil beberapa jajanan yang akan diberikan kepada Doni-anak Yuli.

Setelah dirasa cukup mengambil jajanan Romlah, Siti keluar meninggalkan wanita yang telah dinikahi anaknya hampir sepuluh tahun yang lalu itu.

Romlah hanya bisa mengelus dada. Matanya tertuju kepada jajanan yang tergeletak di meja dan hanya tinggal beberapa saja. Padahal Angga juga belum mencicipi jajanan itu sama sekali. Ditahan emosinya karena Ia tak ingin kembali membuat keributan seperti kemarin.

Tak lama setelah mertuanya keluar, terdengar suara sepeda motor berhenti di depan rumahnya. Ia baru teringat beberapa hari lalu telah membeli satu pasang sandal untuknya dan satu pasang lagi untung Angga.

"Paket!”

Dugaan Romlah tak salah. Suara kurir berteriak tepat di depan pintu rumah Romlah.

"Baru saja Ibu protes tentang jajananku, malah paket belanjaan onlineku datang. Pasti bakalan kena omel lagi," gumam Romlah.

Melihat Riska sedang asyik bersama jajanannya, Romlah pun berjalan keluar untuk mengambil paket yang dikirimkan Kurir.

Benar saja. Begitu Romlah keluar, mertua dan kakak iparnya telah berdiri di depan rumah mereka dengan tatapan sinis. Rumah Romlah memang diapit oleh rumah mertua dan rumah kakak iparnya.

Setelah urusan dengan kurir selesai. Segera Romlah masuk rumah dan menutup pintu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Renjana soft
kasian x si Romlah ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status