Share

Lelaki Malam Itu?

“Sus berapa lama di kampung? Jangan terlalu lama, ya. Kasihan Dio kalau harus ikut denganku ke kantor terus,” ujar Mawar.

“Semoga masalah saya di kampung cepat selesai dan saya bisa segera kembali ke sini, Bu. Saya janji tidak akan lama, setelah masalahnya selesai, saya akan kembali bekerja dengan Ibu,” ujar seorang perempuan dengan pakaian seragam seorang pengasuh.

Mawar hanya menunjukkan wajah sendu. Sebenarnya ia sangat membutuhkan tenaga pengasuh untuk mengurus anaknya, sebab ia sendiri selalu pergi ke kantor dan jarang memiliki waktu di rumah.

“Ibu, satu pesan saya. Apa pun yang Den Dio lakukan nanti, walau sedikit menguji kesabaran Ibu, Ibu harus janji untuk tidak melakukan hal-hal aneh kepada putra Ibu sendiri. Ingat bahwa dia juga darah daging Ibu,” jelas suster tersebut.

Mawar yang mendengar pesan tersebut langsung terdiam. Ia memang bukan ibu yang baik, seringkali ia merasa kesal dengan tangisan putranya, bahkan ia masih sering merasa menyesal karena membiarkan putranya tumbuh bersamanya.

Setelah beberapa percakapan berikutnya. Suster tersebut pun langsung pergi dari rumah itu, meninggalkan Mawar dan putranya, Dio berdua di rumah itu.

Mawar berjalan ke kamar putranya, ia memperhatikan putranya yang sedang bermain sendirian dengan tenang di sudut kasur.

Putranya kini sudah berusia 3 bulan. Masih sangat kecil dan Mawar masih membutuhkan kesabaran ekstra untuk merawatnya.

“Mamah tidak menyangka sampai saat ini kamu masih ada di dunia ini. Padahal dulu Mamah sempat ingin membunuh kamu, tetapi pikiran itu berubah. Perasaan seorang ibu tidak bisa dibohongi, Mamah tetap menyayangimu,” ujar Mawar pada putranya.

Senyum di wajahnya terukir saat mengingat perjuangannya selama ini. Meski ia masih sering tidak terkendali, tetapi orang-orang di sekitarnya selalu mendukungnya dan meyakinkannya untuk bertahan dengan anaknya itu.

“Sekarang Mamah tidak bisa meninggalkanmu sendirian di rumah, Mamah terpaksa harus membawamu ke kantor. Mamah harap kamu bisa mengerti Mamah dan tidak rewel nantinya.” Mawar menggendong putranya untuk bersiap pergi ke kantor.

Namun, baru saja ia beranjak keluar dari kamar tersebut, ia langsung mendapati ponselnya berbunyi dan menandakan telepon masuk.

“Ibu, tidak biasanya Ibu menelepon,” gumam Mawar yang kemudian mengangkat telepon dari ibunya itu.

“Ada apa, Bu? Tidak biasanya Ibu meneleponku,” ujar Mawar.

“Mawar, dalam minggu ini Ibu dan keluarga besar yang lain akan mengunjungi kamu di Jakarta. Kamu jangan ke mana-mana, ya. Kita semua ingin melihat kesuksesan kamu di sana,” ucap ibunya di seberang telepon tersebut.

Seketika Mawar tersentak mendengar kabar itu. Jelas sekali ia tidak ingin keluarganya datang dan melihat dirinya yang sudah menjadi ibu tinggal saat ini.

“Kenapa dadakan, Bu?” tanya Mawar dengan suara ragu.

“Kamu tidak perlu banyak tanya. Kamu siapkan saja jamuan yang banyak untuk keluarga kita, Ibu ingin menunjukkan pada mereka bahwa kamu sudah menjadi orang kaya di kota. Selain itu, Ibu, Nenek, dan kakekmu akan tinggal bersamamu di sana karena rumah kita di sini sedang direnovasi. Kamu harus menyiapkan tempat untuk kita. ” jelas ibunya.

Setelahnya telepon tersebut pun dimatikan. Dapat digambarkan wajah Mawar sekarang benar-benar bingung.

Selama ini keluarganya hanya mengetahui bahwa ia bekerja di Jakarta, bahkan mereka tidak tau jika dirinya sudah melahirkan seorang anak laki-laki beberapa bulan lalu.

“Mereka bisa murka jika tau aku melahirkan tanpa seorang suami. Kasihan Ibu jika harus menjadi ejekan keluarga besar. Aku harus melakukan sesuatu, aku tidak bisa tinggal diam menunggu kedatangan mereka,” ujar Mawar dengan wajah panik.

Saat itu ia langsung bergegas pergi dari rumah tersebut. Hari ini ia membutuhkan masukan dari sahabatnya, ia tidak bisa berpikir jernih saat ini.

Ia langsung melajukan mobilnya pergi ke kantornya. Di sana ia langsung masuk ke ruangan sahabatnya dan menunjukkan wajah panik pada sahabatnya.

“Kamu harus bantu aku, Sarah!” tegas Mawar.

Sarah, sahabatnya yang juga menjadi sekretarisnya di kantor tersebut langsung mengerutkan keningnya bingung.

Di sana Mawar langsung menceritakan tentang masalah yang terjadi pada dirinya. Keluarga besarnya akan datang dan susternya sedang tidak ada di rumah. Ini masalah besar untuknya.

“Kalau mereka datang dan tinggal bersamaku, mereka pasti akan mengetahui keberadaan Dio, dan pastinya mereka akan menanyakan di mana ayahnya Dio. Aku tidak bisa mengatakan bahwa Dio adalah anak dari laki-laki tidak bertanggung jawab, aku tidak mau ibuku menjadi bahan pembicaraan seluruh keluarga,” ujar Mawar dengan cemas.

Sarah berpikir sejenak. Masalah sahabatnya ini memang sangat sulit. Semua kesalahan sudah terjadi dan sekarang resiko yang harus sahabatnya terima.

“Gimana kalau kamu cari suami dadakan,” ujar Sarah.

“Jangan aneh-aneh! Mana ada suami dadakan!” kesal Mawar.

“Ada, kamu punya uang yang cukup. Kamu tinggal manfaatin laki-laki yang butuh uang, buat kontrak kerja sama dengannya, jadikan dia suami pura-pura kamu, setelah keluargamu kembali ke kampung, kamu bisa putuskan kontrak dengan laki-laki itu, katakan saja bahwa kalian bercerai. Yang penting saat ini kamu aman dulu, kan?” jelas Sarah.

Mawar mengangguk, mencoba mencerna ide yang Sarah berikan.

“Di mana aku bisa mendapatkan laki-laki bayaran seperti itu? Aku harus segera menemuinya,” ujar Mawar.

“Aku akan bantu cari nanti. Sekarang, lebih baik kita fokus ke pekerjaan kita,” sahut Sarah.

Mawar menyandarkan tubuhnya di kursi tersebut, sekarang ia merasa lebih tenang. Setidaknya ada sebuah ide yang bisa menjadi jalan keluar masalahnya saat ini.

“Oh iya, ini ada temanku, dia lagi cari kerja sampingan, masih kuliah, tapi dia pekerja keras. Dia mau melamar di sini untuk posisi apa pun. Ini data dirinya.” Sarah menyerahkan beberapa lembar kertas pada Mawar.

Melihat lembaran kertas itu, Mawar langsung tertuju pada foto yang dilampirkan dalam berkas tersebut.

“Dia temanmu?” tanya Mawar dengan wajah terkejut.

“Iya, dia bilang mau datang pagi ini. Kamu bisa langsung bertemu dia jika tertarik untuk menerimanya bekerja di sini,” jawab Sarah.

“Kamu tau, dia laki-laki yang masuk ke kamar rawatku saat persalinan dulu. Dia yang menyadarkan aku kalau Dio adalah orang yang bisa menemaniku,” ujar Mawar pelan.

Sarah membuka mulutnya, merasa bingung dengan apa yang Mawar ucapkan. “Kamu dulu bilang kalau laki-laki yang menyadarkan kamu adalah seorang laki-laki muda dengan pakaian rapi seperti pengusaha. Dia tidak seperti itu, dia orang miskin dan sebatang kara, dia hanya tinggal dengan adiknya saja.”

“Aku yakin kalau itu dia. Pertemukan aku dengannya! Aku harus memastikannya, jika benar itu adalah dia, maka takdir yang mempertemukan kita. Mungkin akan ada cerita di balik pertemuan ini. Satu hal yang pasti, dia sudah kuanggap sebagai cahaya dalam hidupku, tuntunan dalam kegelapanku saat itu. Aku akan sangat beruntung jika itu adalah dia,” gumam Mawar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status