Share

Bikin Onar

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-11 00:04:38

Setelah makan malam usai, mereka duduk santai di ruang keluarga, kecuali Susan dan Senja yang masih membereskan meja makan.

"Abel nggak makan, Bu? Apa masih sering kambuh?" tanya Senja cukup hati-hati karena tak ingin menyinggung perasaan ibunya.

"Sudah makan, Ja. Dia bilang pengin makan bakso. Tadi sudah ibu belikan di perempatan jalan depan itu. Ibu selalu doakan dia tiap sholat, semoga Abel lekas sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasanya. Ibu nggak tega melihatnya seperti itu."

Kedua mata Susan berkaca-kaca. Ibu mana yang baik-baik saja melihat anaknya depresi seperti itu. Bahkan Abel sempat mencoba untuk menggores nadinya dengan pisau saking kecewanya pada nasib. Seolah menyalahkan takdirNya, padahal semua terjadi karena kesalahannya sendiri.

"Iya, Bu. Senja juga selalu mendoakan yang terbaik untuk Abel. Di saat kita sudah bahagia dan tenang seperti ini, seharusnya Abel juga ikut menikmati. Semoga kelak dia bisa berubah dan sehat kembali. Bisa lebih legowo dan menerima sep
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mutaharotin Rotin
laaannjjuut thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Lintang Pratama

    Seminggu setelah melahirkan, Langit dan Senja melakukan aqiqah untuk anak sulung mereka. Jagoan kecil itu terlihat begitu rapi dengan baju berwarna biru mudanya. Rambutnya termasuk lebat untuk ukuran bayi yang baru lahir. Sejak Senja melahirkan, Langit belum pergi ke kantor. Dia masih sibuk dengan dunia barunya sebagai seorang ayah. Tak hanya si kecil yang dirawat, tapi Langit juga begitu memperhatikan Senja bahkan berusaha untuk menyiapkan kebutuhan istrinya sehari-hari. "Sayang, syukuran dan aqiqah si kecil sudah kan?" tanya Senja memastikan saat tamu mulai berdatangan. "Sudah beres, Sayang. Lagipula kali ini dibantu sama ibu," ujar Langit. Senja kembali mengangguk. Dia melihat Abel yang masih duduk di kursi roda sembari membawa topi kecil hasil rajutannya. "Mbak ...." Suara lirih itu membuat Senja menoleh. Kedua mata Abel berkaca saat melihat senyum tipis di bibir kakaknya. "Mbak, maafkan aku," ujarnya kemudian. Abel mengusap kedua pipinya yang basah, sementara Senja menggelen

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Bertaruh Nyawa

    "Mas, mungkin istrinya mau melahirkan!" Suara tamu lain membuat Langit kembali menatap istrinya yang mulai bercucuran keringat. Tak menunggu lama, Langit pun menelepon Bagas agar segera mengantar mereka ke rumah sakit. Langit membopong istrinya ke mobil setelah Bagas datang. Anwar pun mengikuti menantunya itu lalu duduk di kursi depan bersebelahan dengan Bagas. Sementara Langit duduk di belakang bersama Senja. Dia yang kini masih sibuk membenarkan letak kepala istrinya agar lebih nyaman rebahan di pahanya. "Astaghfirullah. Sakittt ...." lirih Senja yang mulai tampak lemas dan keluar keringat dingin. Langit kembali menyeka kening istrinya dengan tissu lalu mengajaknya berdzikir pelan. Senja memejamkan mata, berusaha menahan rasa sakit yang luar biasa di perutnya. Perut terasa benjol ke sana-sini, mungkin kaki atau tangan si kecil yang ingin segera keluar dari perut ibunya. Langit mengusap perut istrinya sembari melafalkan dzikir dan surah-surah pendek. Tak terasa air matanya menete

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Bertemu Rival

    "Itu gedungnya, Gas!" Langit menunjuk gedung pernikahan Adi dan Devina hari ini. "Benar, Mas. Sesuai undangannya." Langit ikut mengangguk lalu meminta Bagas membelokkan mobilnya. Seorang petugas parkir pun membantu Bagas memarkirkan mobil itu di bagian tengah yang masih kosong. "Turun, Sayang. Biar Bagas yang mengambilkan kruk bapak." Senja mengangguk lalu turun dari mobil. Langit pun membantu mertuanya turun dan memakaikan kruk yang diambilkan Bagas di bagasi. "Bapak bisa sendiri, Lang. Kamu sama Senja itu selalu menganggap bapak seperti anak kecil," protes Anwar saat semua keperluannya dibantu oleh anak dan menantunya itu."Iya, Sayang. Bapak sudah bukan anak kecil lagi. Jangan terlalu khawatir." Langit meringis kecil saat menoleh ke arah istrinya. Anwar dan Langit pun saling senyum saat Senja mengerucutkan bibirnya. "Biar kadonya saya yang bawa, Mas." Bagas mengambil sebuah kado dari bagasi lalu membawanya keluar dari mobil. Setelah Langit mempersilakan Anwar untuk jalan leb

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Sisi Lain

    "Bu, aku mau makan nasi pecel." Susan menoleh seketika saat mendengar permintaan anak kesayangannya dari depan kamar. Abel, nyaris sebulan belakangan sudah tak pernah kambuh lagi. Susan begitu bersyukur dan berharap jika anaknya benar-benar mau menerima takdirNya saat ini. "Iya, Bel. Kita beli di depan gang depan mau? Biasanya Bi Sri jualan di sana kalau hari minggu begini." Susan membalas dengan senyum tipis. "Mau, Bu. Sekalian jalan-jalan lihat dunia luar." "Iya, Sayang. Kalau kamu mau jalan-jalan, Mbak Senja mau antar kok. Kamu tinggal bilang saja kapan maunya." "Dia hamil besar, Bu. Kasihan kalau lahiran di jalan."Susan shock mendengar jawaban Abel. Tumben sekali dia memperhatikan tentang kakaknya itu. Biasanya, dia tak pernah peduli bahkan mungkin bisa dibilang sangat senang jika melihat Senja menderita. "MasyaAllah, akhirnya kamu ... ibu bangga memilikimu, Sayang." Susan mengusap pelan puncak kepala Abel lalu tersenyum tipis meski kedua matanya berkaca-kaca. Susan merasa

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Bikin Onar

    Setelah makan malam usai, mereka duduk santai di ruang keluarga, kecuali Susan dan Senja yang masih membereskan meja makan. "Abel nggak makan, Bu? Apa masih sering kambuh?" tanya Senja cukup hati-hati karena tak ingin menyinggung perasaan ibunya. "Sudah makan, Ja. Dia bilang pengin makan bakso. Tadi sudah ibu belikan di perempatan jalan depan itu. Ibu selalu doakan dia tiap sholat, semoga Abel lekas sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasanya. Ibu nggak tega melihatnya seperti itu." Kedua mata Susan berkaca-kaca. Ibu mana yang baik-baik saja melihat anaknya depresi seperti itu. Bahkan Abel sempat mencoba untuk menggores nadinya dengan pisau saking kecewanya pada nasib. Seolah menyalahkan takdirNya, padahal semua terjadi karena kesalahannya sendiri. "Iya, Bu. Senja juga selalu mendoakan yang terbaik untuk Abel. Di saat kita sudah bahagia dan tenang seperti ini, seharusnya Abel juga ikut menikmati. Semoga kelak dia bisa berubah dan sehat kembali. Bisa lebih legowo dan menerima sep

  • Suami Dadakanku Bukan Pria Sembarangan   Hangat dan Akrab

    Hari ini ada acara makan-makan di rumah Anwar. Rumah baru yang diberikan Langit untuknya. Tak banyak yang datang, hanya keluarga besar mereka saja karena memang ingin lebih private dan tak terlalu banyak orang. "Papa darimana? Kenapa pergi nggak bilang-bilang, Pa?" protes Langit saat melihat papanya baru datang diantar supirnya, Samsul. Langit beranjak dari sofa lalu membantu papanya duduk. "Papa dari rumah ibunya Tasya, Lang.""Ngapain, Pa? Bukannya urusan perceraian sudah kelar? Barang-barang Tasya juga sudah dikembalikan semua kan?" tanya Langit cukup kaget mendengar alasan papanya. "Memang benar begitu, tapi semalam ibunya Tasya telepon katanya akhir-akhir ini ada debt colector datang. Dua laki-laki kekar itu mengancam dan meminta ibu untuk melunasi hutang Tasya 370 juta.""Astaghfirullah. Hutang sebanyak itu buat apa, Pa? Selama ini dia juga sudah kecukupan bahkan berlebih saat bersama papa." Langit geleng-geleng kepala, benar-benar tak mengerti mengapa Tasya bisa berubah se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status