Share

Diantar Pulang Oleh Guruku

Saat masih berada dijalan, ada sebuah mobil yang mendekat ke motorku, tiba-tiba mobil itu mengenai motorku, lalu aku jadi hilang kendali.

Brakkk!

Astagfirullah, aku terjatuh kepinggir jalan. Aku sangat kaget. Orang-orang berusaha membangunkan motorku, lalu menolongku, aku dituntun untuk duduk disebuah warung kopi. Diantara orang-orang tersebut ternyata ada Pak Aidan, aku baru melihatnya. Ia duduk disebelahku.

"Minum dulu teh hangatnya!" Pak Aidan memberikan aku secangkir teh hangat.

"Iya. Kok Bapak ada disini?" Tanyaku.

"Tadi kan motor saya jalan dibelakang motor kamu."

"Oh!" Aku tidak tahu kalau ternyata motornya ada dibelakangku.

"Bagian tubuh kamu ada yang luka ga?"

"Belum tau Pak, tapi tangan dan kaki saya sakit banget."

Tidak mungkin aku membuka auratku dihadapan Pak Aidan hanya untuk melihat bagian tubuhku yang terluka, sepertinya tidak ada yang berdarah, mungkin hanya lecet karena terbentur aspal.

Ia masih duduk disebelahku. Ia menemaniku sambil minum secangkir teh juga.

"Nanti saya antar kamu pulang ya naik motor kamu!"

"Nggak usah Pak!"

"Nggak apa-apa, kan kamu masih sakit. Nanti saya titip motor saya disini dulu!"

"Iya, Pak!"

Benar juga yang ia bilang, tidak mungkin aku mengendarai motorku sendiri, tangan dan kakiku masih sakit, jadi aku tidak menolak tawarannya untuk mengantarku pulang.

Handphone Pak Aidan berbunyi, lalu ia mengangkatnya. Aku sedikit mendengar percakapannya, ia menjelaskan kepada orang diseberang telepon bahwa ia telat pulang kerumah karena sedang menolong muridnya yang kecelakaan. Jangan-jangan yang menelepon itu adalah istrinya. Tapi andai ia sudah mempunyai istri, masa ia mau mengantarku? Pasti istrinya akan cemburu. Aku jadi ingat perkataan Alwa, ia pernah bilang kalau Pak Aidan masih jomblo, itu artinya yang menelepon bukan istrinya melainkan ibunya. Kalau memang itu ibunya, berati ia sangat dekat dengan ibunya, sampai ibunya khawatir kalau anaknya telat pulang.

"Kamu mau pulang sekarang?" Tanyanya.

"Iya, Pak!"

"Mari saya bantu!" Ucapnya, ia menuntunku berjalan perlahan. 

Aku langsung naik keatas motornya, lalu berpegangan pada jaketnya. Aku baru menemukan guru sebaik ini. Ia perhatian sekali denganku.

Saat dijalan, tidak ada percakapan diantara kami, karena aku masih canggung, belum pernah sebelumnya aku diantar pulang oleh guruku.

Akhirnya sampai dirumahku, aku turun dari motornya perlahan sambil berpegangan pada jaketnya.

"Kuat ga jalannya?" Tanyanya.

"Kuat. Mari Pak masuk dulu kedalam!"

Aku tak ingin dituntun olehnya lagi, karena aku takut tetangga-tetangga disini melihatku, nanti malah jadi bahan gosip untuk mereka. Aku berjalan perlahan masuk kedalam rumahku.

"Assalamualaikum…" Ucap salamku.

"Waalaikumsalam, kamu kenapa?" Tanya Mama.

"Aku kecelakaan Ma, tadi terserempet mobil, lalu aku jatuh."

"Astagfirullah, ada-ada aja!"

"Untungnya ada Pak Aidan yang nolongin aku! Kenalin Ma, Pak Aidan ini guru aku." Aku memperkenalkan Pak Aidan pada mama, Pak Aidan menundukkan kepalanya.

"Duduk, Pak!" Ucap Mama.

"Iya, Bu!"

Aku dan Pak Aidan duduk diruang tamu. Mama sedang mengambilkan minuman dan makanan untuk disuguhkan ke Pak Aidan.

"Kamu anak keberapa?" Tanya Pak Aidan.

"Anak pertama dan terakhir."

"Anak satu-satunya?"

"Iya."

"Oh…"

"Sepi dong ya, dirumah cuma bertiga sama kedua orang tua."

"Iya, Bapak sendiri berapa bersaudara?"

"Saya empat bersaudara, saya anak pertama."

"Oh… Kalau istri?" Aku memberanikan bertanya tentang istri.

"Istri?"

"Iya!"

"Saya belum punya istri."

"Oh, maaf!"

Aku jadi malu karena sudah berani menanyakan hal itu padanya, tapi aku juga lega karena sudah mendengar langsung dari mulutnya, kalau ia belum mempunyai istri. 

"Yang waktu itu follow i*******m saya kamu kan?"

"Iya, kok Bapak tau?"

"Tau dong! Saya tuh cepat kenal sama murid-murid saya."

Tak lama kemudian Mama datang membawakan minuman dingin dan makanan ringan.

"Silahkan diminum dulu, Pak!" Ucap mama.

"Iya, Bu!"

Pak Aidan meminum air dingin yang disediakan mama. 

"Yang sakit mana aja, Deev?" Tanya Mama.

"Tangan dan kaki, Ma!"

"Ada yang luka ga?"

"Aku belum lihat!"

"Nanti diurut ya!"

"Aku takut Ma, sakit!"

Aku paling takut kalau diurut, karena tidak bisa menahan sakitnya.

"Tahan dong sakitnya, kan cuma sebentar!" Tutur Mama.

Kalau diurut, biasanya baru dipegang kakinya sedikit saja sakitnya sudah terasa, tangan tukang urutnya seolah menyetrum kedalam kakiku. Bedanya dengan Pak Aidan, kalau ia mampu menyetrum hatiku.

"Masa udah kelas 12 masih takut diurut!" Celetuk Pak Aidan yang membuatku malu. Aku hanya tersenyum kecil merespon ucapannya.

Mama masuk kedalam lagi, sepertinya Mama sedang masak.

"Deev, boleh minta nomor handphone kamu!"

Pak Aidan meminta nomor handphone-ku, untuk apa?

"Boleh…" Ucapku, lalu aku menyebutkan dua belas digit nomor handphone-ku.

"Makasih ya!"

"Iya!"

"Saya pamit pulang ya! Ibu saya sudah menunggu dirumah."

"Bapak mau pulang naik apa?"

"Naik ojek online."

"Oh… Makasih ya Pak, Bapak udah nolongin saya."

"Iya!"

Tak lama kemudian, ojek online yang ia pesan sudah datang didepan rumahku.

"Mana mama kamu?" 

Aku memanggil mamaku didalam.

"Lho, kok buru-buru Pak? Nggak makan dulu?" Tanya Mama.

"Nggak, Bu!"

"Terimakasih ya, Pak!"

"Iya, Bu! Assalamualaikum…"

"Waalaikumsalam."

Rasanya seperti mimpi aku bisa diantar pulang oleh guruku yang satu itu. Tapi ini nyata, aku tidak sedang bermimpi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status