Share

Kabar yang Dibawa Wira

Wira menepati janjinya, pria ini mendatangi kediaman Saraswati dan Nadia, wanita tua ini menyahut hangat nan ramah. "Silakan duduk, maaf hanya ini jamuan yang bisa saya berikan."

 

"Tidak apa, jangan repot-repot, saya tidak akan lama," kekeh Wira, "di mana Nadia?"

 

"Baru saja keluar, bermain bersama teman-temannya."

 

"Iya sudah, biarkan saja Nadia bermain. Gadis seusia Nadia memang masih aktif bermain," kekeh Wira, "jadi kedatangan saya kesini karena ingin menepati janji saya kemarin, saya akan membiayai sekolah Nadia sampai lulus termasuk membiayai hidup Nadia dan neneknya," kekeh Wira lagi. Pembahasan ini serius, tapi dibuat santai olehnya.

 

"Syukurlah ..., pasti Nadia sangat senang bisa kembali kuliah." Bahagia Saraswati, "Nak Abi tidak ikut?"

 

Wira berdeham kecil bersama penyesalan. "Abi tidak bisa datang." Wira menjeda sesaat, "sebenarnya saya juga ingin membahas tentang pernikahan Abi dan Nadia."

 

Saraswati semakin dibuat bahagia mendengarnya. "Jadi kapan pernikahan itu terjadi, apakah sebelum Nadia lulus atau sesudah?"

 

Wira mendesah pelan, "Saya rasa ... tidak dua-duanya karena ternyata Abi sudah memiliki kekasih. Saya mohon maaf karena tidak bisa mengabulkan permintaan trakhir Abraham sekaligus tidak bisa membalas budi baiknya."

 

Saraswati kecewa, tapi dirinya juga tidak bisa memaksakan kehendak. "Memang salah satu syarat pernikahan adalah kedua calom mempelai bersedia ke atas pelaminan, jika salah satunya atau bahkan keduanya tidak siap, saya rasa memang tidak perlu dipaksakan."

 

"Sekali lagi saya mohon maaf, tapi saya masih berharap Abi akan berubah pikiran.

 

"Saya menyerahkan semuanya pada takdir," ucap Saraswati yang berharap takdir akan merunah haluan Abimana.

 

Percakapan ini tidak lama karena Wira bergegas menuju kampus tempat Nadia mengenyam pendidikan, tentu saja Nadia ada bersamanya. Sekarang semua biaya sudah ditangani oleh Wira. Maka, besok Nadia hanya tinggal menjalani propesinya sebagai pelajar.

 

Wira tidak menceritakan tentang keputusan Abimana, pria ini membiarkan Saraswati yang mengatakannya pada Nadia, jadi sepanjang bersamanya gadis ini tidak mendengar nama Abimana.

 

***

 

Abimana sedang bersiap-siap dinner dengan Tania, waktu menunjukan pukul tujuh malam kala pria ini keluar kamarnya dengan gaya rapih, tapi tetap santai.

 

Mila segera merasa heran, "Tumben sudah rapih, mau kemana? Biasanya kalau sudah bekerja kamu di rumah, paling keluar juga hanya di halaman."

 

"Abi mau keluar sama Tania." Senyuman dipasang.

 

"Apa kamu yakin pada wanita itu?" Selidik Mila karena putranya sampai menolak Nadia.

 

"Maksud mama apa ...," goda Abimana pada ibunya, "mama tenang saja, Tania adalah wanita yang baik dan cocok dijadikan istri."

 

"Iya sudah, hati-hati di jalan."

 

Sepeninggalan Abimana, Mila bertanya-tanya pada Wira, "Tadi bagaimana kata Nadia dan neneknya?"

 

"Tidak apa-apa, hanya saja papa tetap merasa menyesal karena tidak bisa membalas budi baik Abraham."

 

"Iya sudahlah pa, lagipula kita tidak akan bisa memaksa Abimana dengan Nadia karena putra kita sudah memiliki pilihan."

 

Satu jam kemudian, Abimana dan Tania sudah duduk berhadapan di sebuah restoran bergaya eropa. "Kapan kamu akan mengenalkan saya secara resmi pada orangtua kamu?" tanya Tania. Malam ini dress indah membalut tubuh semampainya, heels dengan tinggi lima senti sudah menghiasi kaki jenjangnya.

 

"Tunggu waktu ya sayang, mama dan papa baru saja mengetahui hubungan kita, rasanya terlalu mendadak kalau tiba-tiba saya membawa kamu ke rumah."

 

"Jadi, mama dan papa kamu sudah tahu tentang kita, sejak kapan?" Tania dibuat sedikit kaget karena dirinya akan sangat malu saat bertemu Wira di perusahaan.

 

"Kemarin, bahkan saat kamu bekerja, papa sudah tahu," kekeh Abimana.

 

"Abi ... kok tidak bilang, ish!" protes kecil Tania.

 

Abimana tertawa kegelian melihat reaksi Tania. "Tidak apa, papa tidak keberatan kok sama hubungan kita."

 

Kalimat Abimana membuat Tania merasa lega. "Syukurlah, tapi ... saya akan malu saat bertemu papa kamu," keluhnya.

 

"Tidak perlu canggung, biasa saja, pakai propesional kerja," ucap Abimana dengan wajah teduh.

 

"Iya ...." Tania dibuat luluh oleh wajah teduh Abimana serta tatapan menggodanya.

 

Sementara, Nadia sedang memersipkan untuk kuliah besok, gadis ini sedang mengemasi buku dan alat kuliah lainnya. Saraswati menghampiri. "Besok kuliah pukul berapa?"

 

"Pagi-pagi nek, jam sembilan sudah mulai," riang Nadia.

 

"Kamu belajar yang tekun, agar nanti punya pekerjaan bagus dan penghasilan menjanjikan," nasihat Saraswati sebagai langkah awal hidup sejahtera karena wanita ini ingin melihat Nadia hidup bahagia seperti sediakala.

 

Nadia bergeming sesaat. "Nek, bagaimana pernikahan Nadia sama Abi? Jujur saja Nadia belum siap menikah ...," keluhnya.

 

"Tidak apa kalau kamu belum siap, lagipula Abimana belum memberikan kepastian apapun, maka dari itu lebih baik kamu belajar saja yang tekun." Saraswati tidak sampai hati jika harus mengatakan pembatalan pernikahan karena harapannya masih besar pada Abimana.

 

"Syukurlah, Nadia kira pernikahan itu akan diadakan secepatnya, Nadia masih ingin menggapai cita-cita," ungkapnya.

 

"Iya, gapailah cita-cita Nadia." Senyuman sayang Saraswati terpatri untuk Nadia. Dirinya memang sudah merasa lega karena sang cuuc bisa mengenyam pendidikan sampai akhir, tapi usianya kini tetap menjadi beban pikiran tersendiri.

 

Semoga sebelum saya tiada, Nadia sudah mendapatkan pendamping hidup. Doa Saraswati yang diucapkan berulang kali setiap harinya.

 

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status