Beranda / Romansa / Suami Idaman / pelan-pelan saja sayang

Share

pelan-pelan saja sayang

Penulis: vano ilham
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-07 10:51:27

Angin sore berhembus lembut melalui jendela yang dibiarkan terbuka. Tirai putih melambai perlahan, menciptakan bayang-bayang yang menari di dinding ruang tengah. Di balkon kecil rumah mereka, Elvano dan Aya duduk berdampingan dalam diam.

Aya menggenggam cangkir tehnya, sesekali meniup permukaannya, meski teh itu sudah tak lagi panas. Matanya menatap langit yang memerah di kejauhan, tapi pikirannya tak benar-benar di sana. Di sisinya, Elvano duduk tenang, mengenakan kaus putih polos dan celana santai abu-abu. Wajahnya damai. Tapi sesekali ia melirik Aya, seperti ingin memastikan perempuan itu benar-benar ada di sampingnya.

“Kamu masih sering mimpi buruk, ya?” Elvano bertanya pelan, nyaris seperti bisikan.

Aya mengernyit sedikit, tak menjawab langsung. “Kadang,” sahutnya akhirnya. “Tapi nggak sesering dulu.”

“Mimpinya tentang apa?”

Aya diam. Lama.

“Dulu... soal rumah. Suara ibu yang teriak. Ayah yang nggak pernah pulang. Dapur koso
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Suami Idaman   telur ceplok rasa sayang

    Cahaya pagi menembus jendela dapur kecil itu, menciptakan garis-garis cahaya hangat di lantai keramik. Aya berdiri sendirian di depan kompor, memakai celemek bergambar kartun ayam yang baru semalam dibeli secara impulsif. Rambutnya diikat tinggi, tapi beberapa helai sudah terlepas, menempel di pipi karena keringat. Tangannya memegang spatula yang bergetar, bukan karena takut—tapi karena gugup.Ini pertama kalinya ia masak untuk Elvano.Sejak resmi menikah, hampir semua urusan dapur dibiarkan ke Mbak Imas. Tapi pagi ini, setelah apa yang terjadi kemarin—semua percakapan jujur, luka yang perlahan terbuka dan mulai sembuh—Aya merasa ingin memberi sesuatu. Sesuatu yang sederhana, tapi datang dari hatinya.“Telur ceplok pasti bisa lah ya…” gumamnya lirih sambil membuka satu butir telur. Isinya nyiprat ke meja. “Astagaaa...!”Tapi ia tak menyerah. Dua kali gagal, telur ketiga berhasil mendarat di wajan. Bunyi desis minyak membuatnya melompat kecil, tapi

  • Suami Idaman   saat hati mulai jujur

    Matahari pagi itu menyelinap malu-malu lewat celah tirai kamar mereka, mengusap pelan wajah Aya yang masih tertidur. Rambutnya berantakan, dan selimut setengah melorot ke lantai, memperlihatkan betapa semrawut tidurnya semalam. Tapi di balik segala ketidakteraturan itu, ada satu hal yang berbeda—wajahnya lebih tenang.Elvano duduk di tepi ranjang, memandangi istrinya. Dengan hati-hati, ia menyibakkan rambut Aya yang menutupi wajahnya. Senyum lembut tersungging di bibirnya. Bukan karena kecantikan semata, tapi karena ketenangan yang mulai muncul di antara mereka. Setelah sekian lama penuh bentakan, tudingan, dan keheningan yang dingin, semalam terasa seperti nafas pertama setelah ditahan terlalu lama.Aya menggeliat perlahan, mengerjapkan mata. Begitu melihat Elvano duduk di sisi ranjang dengan secangkir teh hangat, ia mengernyit. “Ngapain kamu pagi-pagi udah duduk kayak Patung Pancoran?”Elvano tertawa pelan. “Nungguin istri bar-bar bangun. Siapa tahu hari

  • Suami Idaman   mulutku masih galak, tapi hatiku udah luluh

    Pagi itu, aroma roti panggang dan telur orak-arik memenuhi dapur. Elvano sempat mengira ia salah rumah. Bukan karena dapurnya berubah, tapi karena Aya—istrinya yang biasanya meledak duluan tiap pagi—kali ini sedang memasak. Dengan celemek. Dan rambut dikuncir asal.“Mata lo ngapain melotot gitu?” Aya mendesis, tanpa menoleh. “Baru juga bikin sarapan, bukan sulap.”Elvano tersenyum geli. “Saya kira istri saya diculik alien semalam.”Aya meletakkan spatula di atas meja. “Kalau kamu ngomong lagi, bisa gue balikin jadi bar-bar mode,” ancamnya.Tapi kali ini, nada suaranya berbeda. Tetap galak, tetap meledak, tapi ada satu hal yang Elvano tangkap jelas—Aya sedang menyesuaikan diri. Ia sedang belajar.“Gue nggak berubah karena kamu,” Aya melanjutkan pelan. “Tapi karena gue capek sendiri. Capek ngelawan orang yang gak pernah ngelawan balik. Capek marah-marah sama orang yang cuma senyum dan bilang ‘udah tenang, Ya’.”Elvano tak menjawab.

  • Suami Idaman   pelan-pelan aku belajar mencintaimu

    Pagi yang baru datang tanpa suara. Langit berwarna abu lembut, seakan tahu perasaan di hati Aya yang belum sepenuhnya pulih. Meski ia tertawa dan menggenggam tangan Elvano semalam, kenyataan bahwa hatinya masih menyimpan banyak luka tak bisa dipungkiri.Di dapur, Elvano sedang menyiapkan sarapan. Bukan menu mewah, hanya roti panggang dan telur dadar dengan teh manis hangat. Tapi setiap gerakannya menyimpan perhatian yang dalam. Ia tahu, cinta itu bukan tentang kejutan besar, tapi tentang hadir dan tetap tinggal.Aya berdiri di ambang pintu dapur, mengenakan kaus tipis dan rambut diikat seadanya. Tatapannya jatuh pada punggung Elvano. Diam-diam, ia mengamati setiap detil kecil—dari cara Elvano mengoleskan mentega di roti, sampai bagaimana ia menyesap tehnya sambil melamun sejenak.“Elvano,” panggil Aya pelan.Elvano menoleh, senyumnya mengembang lembut. “Udah bangun? Sini duduk. Aku bikinin teh.”Aya berjalan mendekat, lalu duduk di kursi

  • Suami Idaman   satu langkah lagi

    Matahari pagi menyusup perlahan ke dalam kamar melalui celah tirai jendela. Sinar lembutnya menyapu wajah Aya yang masih terpejam, membuat bulu matanya bergetar pelan. Di sebelahnya, Elvano sudah bangun lebih dulu. Ia tak sedang bermain ponsel, tak sedang menyiapkan rapat, tapi hanya... menatap wajah istrinya dengan tatapan yang penuh kehangatan.Ada sesuatu yang baru pagi ini. Sesuatu yang mungkin tak terlihat, tapi terasa—udara di antara mereka lebih ringan. Seolah beban yang selama ini tak diucapkan perlahan mulai mencair.Aya mengerjapkan mata, dan pandangan pertama yang ia tangkap adalah Elvano."Aku mimpi kamu jadi orang baik," gumamnya sambil menyipitkan mata.Elvano tertawa kecil. "Sayangnya itu bukan mimpi."Aya mendesah dan menoleh, tapi tak menjauh. Untuk pertama kalinya, ia tak menghindar setelah bicara sinis. Ia hanya... tinggal di sana. Bersama Elvano."Kamu tahu," katanya pelan, "nggak gampang loh berubah dari oran

  • Suami Idaman   pelan-pelan saja sayang

    Angin sore berhembus lembut melalui jendela yang dibiarkan terbuka. Tirai putih melambai perlahan, menciptakan bayang-bayang yang menari di dinding ruang tengah. Di balkon kecil rumah mereka, Elvano dan Aya duduk berdampingan dalam diam.Aya menggenggam cangkir tehnya, sesekali meniup permukaannya, meski teh itu sudah tak lagi panas. Matanya menatap langit yang memerah di kejauhan, tapi pikirannya tak benar-benar di sana. Di sisinya, Elvano duduk tenang, mengenakan kaus putih polos dan celana santai abu-abu. Wajahnya damai. Tapi sesekali ia melirik Aya, seperti ingin memastikan perempuan itu benar-benar ada di sampingnya.“Kamu masih sering mimpi buruk, ya?” Elvano bertanya pelan, nyaris seperti bisikan.Aya mengernyit sedikit, tak menjawab langsung. “Kadang,” sahutnya akhirnya. “Tapi nggak sesering dulu.”“Mimpinya tentang apa?”Aya diam. Lama.“Dulu... soal rumah. Suara ibu yang teriak. Ayah yang nggak pernah pulang. Dapur koso

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status