LOGINNabila yang masih terkejut mendapatkan serangan yang sangat tiba-tiba hanya dapat terdiam, masih mencerna kejadian yang baru saja ia alami saat ini.
"Dia itu pelakor. Berani-beraninya merebut Adnan dariku. Memangnya dia siapa? Punya jabatan apa? Cuma perempuan kota saja sudah sombong," cibir Ita, gadis yang tadi menjambak rambut Nabila. Ita masih dipegangi oleh beberapa ibu-ibu agar tidak menyerang Nabila kembali.
"Siapa kamu berani-beraninya menyebutku dengan sebutan pelakor. Justru kamu yang pelakor mau merebut suamiku." Nabila membalas cibiran Ita. Ia tidak ingin diam saja, ingin rasanya membalas serangan Ita yang masih terasa menyakitkan ditubuhnya saat ini.
"Jelas-jelas kau yang sudah merebut Adnan dariku. Kami sudah pacaran sedari kecil dan itu berarti kau yang telah mengambil Adnan dariku. Kembalikan Adnan padaku." Ita berteriak histeris.
Nabila tidak peduli dan hanya menampilkan senyuman mengejek, "Heh! Dengar ya! Kalau memang Adnan suka dan cinta sama kamu, pastilah kamu sudah dinikahi Adnan dari dulu. Tapi kenyataannya, aku yang dia nikahi," ucap Nabila santai merasa dapat memenangkan pertarungan ini.
Ita merasa terpojok dengan ucapan Nabila, dan memandangi Nabila dengan penuh amarah. "Kau kalah. Ternyata Adnan lebih memilih perempuan kota daripada perempuan desa sepertimu." Nabila tersenyum penuh kemenangan. Ita mengepalkan kedua tangannya penuh amarah.
"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut di rumah saya?" Tiba-tiba terdengar suara dari dalam rumah saat Ita akan membalas ucapan Nabila. Menampilkan Lastri, ibu Adnan yang keluar rumah dengan raut wajah penasaran sembari memandangi kerumunan orang-orang dihalaman rumahnya.
"Ini loh Bu Lastri, si Ita anak Pak RT, menyerang menantu ibu," ucap salah satu warga. Lastri langsung mencari keberadaan menantunya itu yang ternyata sedang duduk di bangku teras ditemani beberapa warga.
Lastri sangat terkejut melihat keadaan sang menantu yang sangat berantakan. Rambut panjangnya tidak beraturan dan ada beberapa rambut yang terpotong, terdapat beberapa sobekan pada pakaian yang dikenakannya saat ini, dan ada beberapa memar dibagian wajah dan tangannya. Lastri langsung meminta tolong pada beberapa warga untuk memanggil Adnan agar pulang kerumah untuk membawa Nabila ke puskesmas terdekat. Sedangkan Ita sudah dibawa Pak RT, ayahnya untuk pulang kerumah.
Tiba di puskesmas, Nabila langsung ditangani dengan baik, beruntungnya saat itu tidak terlalu ramai pasien lain sehingga Nabila tidak terlalu lama mengantri. Saat Adnan akan mengantri mengambil obat, Adnan mengantar Nabila untuk menunggu di warung soto ayam yang terkenal enak di desanya. Warung tersebut tidak begitu jauh dari puskesmas.
Saat Nabila sedang duduk tenang sembari menunggu Adnan dan pesanan soto ayamnya, tiba-tiba ia dihampiri lima orang ibu-ibu.
"Kamu menantunya Lastri, kan?" tanya salah seorang ibu berkacamata secara tiba-tiba yang membuat Nabila sedikit terkejut. Nabila memperhatikan satu persatu kelima wanita paruh baya dihadapannya ini sembari mencoba mengingatnya, barang ia mengenali mereka. Namun, sayang setelah menggali lebih dalam ingatannya tetap saja kelima wajah wanita paruh baya dihadapannya ini tidak ia kenali.
"Heh! Kalau ditanya orang yang lebih tua dari kamu tuh di jawab, jangan diam aja. Bisa-bisanya Lastri punya mantu seperti ini, masih mending anak gadisku yang selalu punya sopan santun," ketus wanita paruh baya yang mengenakan lipstik merah cabai, dirinya kesal yang melihat Nabila hanya diam saat ditanya temannya.
"Iya benar, daritadi hanya diam memperhatikan kita-kita. Katanya orang kota, tapi kok penampilannya seperti ini. Duh ... berantakan sekali, cantikan juga anak gadisku kemana-mana deh daripada kamu." Wanita paruh baya pembawa kipas elektrik terlihat jijik melihat penampilan Nabila yang menurutnya seperti gembel.
"Lagian kenapa sih, si Adnan harus memilih perempuan kota, bukannya perempuan yang ada di desa ini saja. Padahal dia kan penduduk di desa ini." Wanita paruh baya bersanggul ikut menimpali.
"Apa sih kelebihannya perempuan kota dari perempuan desa? Anak gadisku sedang kuliah S1 dan sangat pintar, kenapa juga Adnan tidak memilih putriku padahal putriku cantik dan ada bule-bulenya juga. Malah milih perempuan ini ...." Wanita paruh baya yang mengenakan dress putih pun ikut berkomentar.
"Heh!" Wanita paruh baya berlipstik merah cabai sedikit mendorong bahu Nabila hingga tubuh Nabila sedikit terhuyung ke depan. "Sebaiknya kau tinggalkan Adnan, kembali saja ke kota dan jangan pernah kembali lagi kemari. Mengerti!"
Nabila yang semenjak tadi hanya diam dan mendengarkan ocehan kelima wanita paruh baya dihadapannya ini, terlihat sangat emosi dan langsung mengepalkan kedua tangannya menahan amarah, dan akan membalas ocehan mereka. Seketika itu juga ia mengurungkan niatnya tersebut, setelah melihat Adnan memasuki warung soto. Kelima wanita paruh baya itupun terus saja mengoceh membanding-bandingkan Nabila dengan putri mereka.
"Ada apa ini?" Suara dari Adnan tiba-tiba saja membungkam mulut kelima wanita patuh baya tersebut.
"Oh ... ini ... tidak ada apa-apa ... kami hanya kebetulan lewat dan mengucapkan selamat atas pernikahan kalian," ucap salah satunya dengan terbata-bata dan sedikit terkejut dengan kedatangan Adnan. Mereka berlima pun pamit undur diri dari hadapan Adnan dan Nabila.
Nabila memandangi kepergian kelimanya sembari berkata dalam hati, "Dasar nenek-nenek rese,"
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Adnan hati-hati pada sang istri yang sedang menampilkan raut wajah kesalnya.
"Baik," jawab Nabila ketus sembari menerima mangkuk soto dari penjual.
Adnan menyerahkan beberapa obat dari puskesmas serta menjelaskan aturan minumnya. Nabila mendengarkan penjelasan sang suami sembari menikmati soto hangat dihadapannya itu.
"Setelah makan, aku akan mengajakmu kesuatu tempat," ucap Adnan antusias.
"Kemana?" tanya Nabila penasaran.
"Pokoknya suatu tempat yang pastinya akan membuatmu sangat menyukainya." Adnan berkata dengan penuh percaya diri berharap perkataannya ini benar.
"Pede banget," ucap Nabila kemudian melanjutkan makannya. Ia sangat menyukai rasa soto ayam yang sedang disantapnya ini. Rasa soto ayam yang terkadang ia santap di kota terasa seperti kurang bumbu, tentu sangatlah berbeda dengan soto yang sedang disantapnya saat ini.
Adnan menghentikan motornya di suatu tempat. Berjalan memasuki suatu hutan kecil yang dipenuhi pepohonan rindang. Nabila tampak ragu untuk mengikuti langkah sang suami yang semakin memasuki tengah hutan. Namun, Adnan terus meyakinkan sang istri akan suatu keindahan alam yang pasti akan membuat Nabila sangat menyukainya.
Nabila mendengar suara derasnya air terjun yang semakin jelas. Tiba disana Nabila sungguh sangat takjub melihat keindahan alam yang selalu hanya ia lihat di televisi. Air terjun yang di samping-sampingnya terdapat kebun bunga dan ada area bermain anak dan dewasa. Adnan sengaja mengajak Nabila dihari biasa agar tidak banyak orang yang berkunjung, agar Nabila dapat menikmati dan menjernihkan pikiran akibat kejadian tadi.
Tanpa mereka berdua sadari ada seorang perempuan yang mengendap-endap dibelakang mereka. Setelah hampir mendekati keduanya, dengan gerakan cepat perempuan tersebut langsung memeluk Adnan dari belakang. Sontak saja hal itu membuat Nabila dan Adnan terkejut.
***
Nabila yang masih terkejut mendapatkan serangan yang sangat tiba-tiba hanya dapat terdiam, masih mencerna kejadian yang baru saja ia alami saat ini."Dia itu pelakor. Berani-beraninya merebut Adnan dariku. Memangnya dia siapa? Punya jabatan apa? Cuma perempuan kota saja sudah sombong," cibir Ita, gadis yang tadi menjambak rambut Nabila. Ita masih dipegangi oleh beberapa ibu-ibu agar tidak menyerang Nabila kembali."Siapa kamu berani-beraninya menyebutku dengan sebutan pelakor. Justru kamu yang pelakor mau merebut suamiku." Nabila membalas cibiran Ita. Ia tidak ingin diam saja, ingin rasanya membalas serangan Ita yang masih terasa menyakitkan ditubuhnya saat ini."Jelas-jelas kau yang sudah merebut Adnan dariku. Kami sudah pacaran sedari kecil dan itu berarti kau yang telah mengambil Adnan dariku. Kembalikan Adnan padaku." Ita berteriak histeris.Nabila tidak peduli dan hanya menampilkan senyuman mengejek, "Heh! Dengar ya! Kalau memang Adnan suka dan cinta sama kamu, pastilah kamu suda
Tiba di warung tempat suaminya berjualan, terlihat sudah ramai antrian para pembeli. Memang warung ayam geprek Adnan selalu ramai pembeli. Entah karena rasanya memang enak atau karena ketampanan Adnan yang berwajah bule. Nabila menghampiri Adnan yang sedang membuat sambal dan menyodorkan sekantung cabai kehadapannya.Adnan tersenyum, "Terima kasih, maaf merepotkanmu." Nabila memalingkan wajahnya dari sang suami, memperhatikan sekitar dan melirik Adnan sebentar. Berjalan membelakangi Adnan menuju kursi dekat kompor. Menarik napas sesaat dan berkata, "Lain kali aku tidak mau mengantarkannya untukmu,"Adnan terdiam dengan raut wajah penasaran, "Mungkin karena dia gadis kota yang sudah terbiasa dilayani," batin Adnan."Para penggemarmu itu yang membuatku kesal, mereka juga hampir memukulku." Nabila mengepalkan kedua tangannya dan melayangkannya keudara, terlihat sangat kesal. Adnan langsung mendekati sang istri, ada rasa kekhawatiran di dalam hatinya."Apa kau baik-baik saja?" tanya Adnan
Keesokan harinya setelah acara pernikahan selesai, halaman rumah Adnan masih dipenuhi kursi-kursi yang belum dibereskan. Sania, ibu Nabila, duduk di beranda sambil menikmati teh hangat. Di sampingnya, duduk seorang perempuan paruh baya berwajah teduh, Lastri, ibu Adnan, yang kini resmi menjadi besannya.“Saya sungguh senang melihat Adnan dan Nabila akhirnya bersatu. Hati saya jadi lega sebagai seorang ibu.” Sania membuka percakapan dengan senyum tulus.Lastri tersenyum, wajahnya ikut berbinar. “Saya juga, Bu Sania. Adnan itu anaknya keras kepalaa, banyak sekali gadis desa yang melamarnya, tapi selalu ia tolak. Jujur saja, saya sempat khawatir, apakah dia akan menemukan pasangan yang benar-benar cocok. Ternyata Tuhan menuntunnya pada Nabila.”Sania menunduk sebentar, matanya berkaca-kaca. “Seorang ibu hanya ingin melihat anaknya bahagia. Kalau Adnan bisa menerima Nabila apa adanya, itu sudah lebih dari cukup. Saya pun percaya, Nabila bisa jadi istri yang baik untuk Adnan.”Lastri mengg
Malam harinya Adnan bersama Ningrum mengunjungi Nabila di Puskesmas. Ia mengamati wajah Nabila yang sudah tidak terlihat pucat. Namun,Nabila menampilkan wajah kesal dan tidak bersahabat saat melihat Adnan sembari melipat kedua tangannya di depan dada.Adnan menatap Nabila dengan ekspresi penyesalan. "Aku minta maaf untuk yang kedua kalinya. Aku tidak tahu jika ...."“Kamu pikir itu lelucon! Aku tahu kok, kamu hanya ingin balas dendam, ya kan ... bilang aja iya. Tapi cara Anda itu sangatlah tidak baik, Tuan Bule.” Matanya berkaca-kaca karena menahan marah.Adnan menghela napas berat. "Maaf Nona, aku benar-benar tidak tahu soal kecoak itu. Aku sedang berada di bagian kasir saat itu. Adikku yang mempersiapkan semuanya," jelas Adnan.“Seharusnya kebersihan dapur Anda lebih diperhatikan,” Nabila masih menatap tajam. “Ini bukan masalah kecil. Bagaimana kalau orang lain yang menemukannya?”"Jadi ... kalian sudah saling kenal?" tiba-tiba saja Ningrum bersuara setelah mendengar perdebatan ked
Nabila melangkahkan kakinya santai hendak keluar stasiun. Pikirannya melayang mengingat ucapan sang ibu."Kau sudah dua kali gagal dalam hal percintaan, sekarang saatnya Mama yang memilihkan pria untukmu.""Kau itu sudah 25 tahun Nabila, sampai kapan kau akan seperti ini terus?""Mama akan menjodohkanmu dengan anak teman Papa.""Jangan membantah Mama, Nabila. Mama yakin, pilihan Mama kali ini adalah yang terbaik."Nabila menghela napas berat ia tidak ingin ada campur tangan sang ibu dalam hal pernikahan. "Yang nikah kan aku, kok Mama yang repot sih," gerutunya kesal sembari mengepalkan kedua tangannya.Nabila terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tidak menyadari seseorang berlari dari arah berlawanan.Tiba-tiba ...BRUK!Tubuhnya terdorong keras. Nabila jatuh tersungkur ke lantai dingin hingga tubuhnya terbentur dinding lorong stasiun.“Aduh!” Nabila meringis, menahan sakit di punggung kanannya.Suara napas terengah terdengar di depannya. "Ma ... maaf ... saya tidak .... "Na







