Share

BAB 2

Author: Nila Suteja
last update Last Updated: 2025-10-11 09:47:16

Malam harinya Adnan bersama Ningrum mengunjungi Nabila di Puskesmas. Ia mengamati wajah Nabila yang sudah tidak terlihat pucat. Namun,

Nabila menampilkan wajah kesal dan tidak bersahabat saat melihat Adnan sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

Adnan menatap Nabila dengan ekspresi penyesalan. "Aku minta maaf untuk yang kedua kalinya. Aku tidak tahu jika ...."

“Kamu pikir itu lelucon! Aku tahu kok, kamu hanya ingin balas dendam, ya kan ... bilang aja iya. Tapi cara Anda itu sangatlah tidak baik, Tuan Bule.” Matanya berkaca-kaca karena menahan marah.

Adnan menghela napas berat. "Maaf Nona, aku benar-benar tidak tahu soal kecoak itu. Aku sedang berada di bagian kasir saat itu. Adikku yang mempersiapkan semuanya," jelas Adnan.

“Seharusnya kebersihan dapur Anda lebih diperhatikan,” Nabila masih menatap tajam. “Ini bukan masalah kecil. Bagaimana kalau orang lain yang menemukannya?”

"Jadi ... kalian sudah saling kenal?" tiba-tiba saja Ningrum bersuara setelah mendengar perdebatan keduanya.

Adnan mengangguk, tetapi Nabila langsung membantahnya. "Tidak, untuk apa aku mengenalnya. Kami hanya tidak sengaja bertabrakan saat di lorong stasiun,"

"Ya, tadi pagi kami tidak sengaja bertabrakan saat aku mengantar pesanan ke pelanggan di stasiun," jelas Adnan.

Ningrum hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti, tidak ingin banyak berkomentar. Keheningan sejenak melingkupi ketiganya. Lalu, Adnan dengan wajah penuh penyesalan mencoba untuk meminta maaf kembali, “Sekali lagi, maaf. Saya akan lebih teliti lagi. Saya janji kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi.”

Nabila hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata apa pun. Hatinya masih dipenuhi rasa kesal, tapi setidaknya ia sudah menyampaikan kekesalannya pada pria berwajah bule itu.

Adnan pamit untuk keluar, Ningrum membuntutinya dari belakang.

"Adnan, makasih ya. Maaf ya, Nabila emang begitu, jutek, tapi sebenarnya orangnya baik," ucap Ningrum merasa tidak enak. Adnan tersenyum dan sepertinya tidak mempermasalahkan akan hal itu, "Gak apa-apa, harusnya aku yang minta maaf, mungkin karena di stasiun dan makanan tadi sore penyebabnya. Besok aku akan kemari lagi untuk menjemput," ucap Adnan kemudian pamit undur diri. Pandangannya ia alihkan pada Nabila yang terlihat dari luar.

***

Pagi itu Adnan menempati janjinya untuk menjemput Nabila dan juga Ningrum yang menemaninya semalaman. Biaya rawat inap di Puskesmas pun sudah Adnan lunasi.

Setibanya di rumah Ningrum, Nabila langsung masuk ke dalam kamar bermaksud menerima telepon dari sang ibu. Ia tidak ingin pembicaraannya terdengar oleh Ningrum dan Adnan, di tambah juga ia malas berbincang dengan Adnan. Kebetulan suami Ningrum sedang bekerja bersama pamannya di desa sebelah hingga batas waktu yang tidak dapat ditentukan kepulangannya. Adnan pun pamit undur diri pada Ningrum.

Siang harinya, Adnan kembali datang ke rumah Ningrum.

Kebetulan Nabila dan Ningrum sedang berada di ruang tamu. Nabila menatap plastik di tangan Adnan lalu menatap pria itu lagi. Ada gurat kelelahan sekaligus ketulusan di wajahnya. Ia menarik napas, mencoba menurunkan emosinya hendak bersikap ramah.

"Aku membawakan soto ayam buatan ibuku untuk makan siang kalian," ucap Adnan sembari meletakkan rantang di atas meja ruang tamu.

Ningrum merasa tidak enak, "Duh, Adnan kenapa repot-repot. Kami baru saja akan berencana masak untuk makan siang kami."

"Gak apa-apa Ningrum, ini sekaligus permintaan maafku untuk sahabatmu itu," ucap Adnan sembari tersenyum dan sesekali melirik ke arah Nabila.

Tanpa mengatakan sepatah kata apapun Nabila langsung berdiri dan berjalan menuju ke dapur. Ningrum yang merasa tidak enak dengan sikap cuek sahabatnya itu menghampiri Adnan. "Maaf ya Adnan, dia memang seperti itu. Makanya diberi julukan Miss Jutek saat sekolah."

Adnan tersenyum dan pamit undur diri. "Makasih ya soto ayamnya, salam buat ibumu, kapan-kapan kami akan main kerumahmu." Ningrum mengantar Adnan hingga ke pintu keluar. Namun, tiba-tiba Nabila berteriak. "Tunggu!" Sontak saja Ningrum dan Adnan menoleh bersamaan kearah sumber suara.

Hening sejenak. Nabila melangkah mendekati keduanya sembari membawa nampan. "Kita makan bersama." Nabila meletakkan nampan di atas meja yang berisi piring, gelas, dan sendok. Sontak saja hal itu membuat Ningrum dan Adnan saling berpandangan penuh tanda tanya. Nabila kembali lagi ke dapur mengambil magic com dan teko.

"Kenapa pada bengong, ayo kita makan!"

Seruan Nabila tadi langsung membuyarkan kebingungan mereka. Nabila memperhatikan Adnan saat sedang makan dan berbincang dengan Ningrum, tanpa ia sadari senyum tipis terkembang di bibirnya. Iapun teringat perbincangan dengan sang ibu di telepon tadi pagi.

"Adnan, aku akan memaafkanmu, tapi ada syaratnya," ucap Nabila tiba-tiba.

Senyum tipis terbit di wajah Adnan penuh rasa lega. Ia tidak perduli dengan syarat apapun yang diminta Nabila. “Terima kasih, Nona. Sekali lagi maaf. Baik aku akan memenuhi syarat dari Nona."

"Apapun itu?" tanya Nabila sembari tersenyum manis. Adnan terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu, beberapa detik kemudian menganggukkan kepalanya, "Ya, Nona. Apapun itu syarat dari Nona akan saya turuti," ucapnya yakin.

Nabila tersenyum lebar, "Kalau begitu. Menikahlah denganku." Sontak saja ucapan Nabila tadi membuat syok dan keterkejutan yang teramat sangat Ningrum dan Adnan.

Adnan terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu, beberapa detik kemudian dengan nada serius namun lembut. Ia berkata, "Baiklah, Nona. Saya bersedia menikah dengan Nona." Ningrum yang semenjak tadi hanya memperhatikan keduanya, akhirnya berkomentar, "Kalian berdua kan belum saling mengenal, kenapa memutuskan untuk menikah secepat ini."

"Buktinya dia bersedia," ucap Nabila dengan santainya. Ningrum menarik Nabila menjauhi Adnan. "Saranku, lebih baik pikirin lagi deh, kamu tuh gak tau seberapa bar-barnya fans dari Adnan. Makanya sampai saat ini Adnan belum menikah, ya karena cewek-cewek itu pada takut sama fans bar-barnya Adnan itu," jelas Ningrum berharap sahabatnya mengurungkan lagi keputusannya tersebut.

"Justru bagus, itu akan menjadi tantangan buatku." Nabila merasa semakin bersemangat. Ningrum hanya menghela napas pasrah. "Terserahlah,"

Siang itu juga, Nabila langsung menelepon ibunya di kota. “Ma …." Suaranya mantap, “Aku akan menikah. Adnan sudah setuju."

Dari seberang, suara ibunya terdengar tidak percaya. "Nabila! Benarkah itu?"

"Tentu saja," jawab Nabila mantap.

"Apa pekerjaannya?" tanya Sania dari seberang telepon.

"Pemilik warung ayam geprek," jawab Nabila santai.

"Tak masalah, yang penting ada pekerjaan. Mama dan Papa akan secepatnya kesana."

Tiga hari kemudian, ibu dan ayahnya datang ke desa dengan wajah bahagia. Mereka langsung membantu Nabila mempersiapkan segalanya. Gaun pengantin, dekorasi, bahkan hidangan terbaik didatangkan dari kota. Rumah Adnan dan halaman desa pun berubah megah dalam waktu singkat, dihiasi lampu-lampu, bunga segar, dan kain putih yang menjuntai anggun.

Dua hari kemudian pernikahanpun dilangsungkan, langit terlihat sangat cerah seolah ikut merestui kedua mempelai. Warga desa berdatangan, kagum melihat betapa meriahnya acara. Nabila mengenakan gaun indah, wajahnya nampak santai meski hatinya penuh keraguan. Adnan berdiri di sampingnya, rapi dengan jas sederhana namun tampak gagah.

Acara pernikahan berlangsung khidmat. Suara Adnan tegas dan lantang, membuat Nabila tersenyum senang. Seketika tepuk tangan dan ucapan selamat mengalir deras dari para tamu.

Ibunya yang duduk di barisan depan, menitikkan air mata bahagia. Baginya, melihat putrinya akhirnya menikah adalah jawaban dari doa panjang selama ini.

Malam pun tiba, pesta berlanjut dengan musik, tawa, dan kebahagiaan. Nabila menatap Adnan di sampingnya, tak menyangka perjalanan mereka bermula dari sebuah kejadian yang tak pernah ia bayangkan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Kontrak Miss Jutek   BAB 5

    Nabila yang masih terkejut mendapatkan serangan yang sangat tiba-tiba hanya dapat terdiam, masih mencerna kejadian yang baru saja ia alami saat ini."Dia itu pelakor. Berani-beraninya merebut Adnan dariku. Memangnya dia siapa? Punya jabatan apa? Cuma perempuan kota saja sudah sombong," cibir Ita, gadis yang tadi menjambak rambut Nabila. Ita masih dipegangi oleh beberapa ibu-ibu agar tidak menyerang Nabila kembali."Siapa kamu berani-beraninya menyebutku dengan sebutan pelakor. Justru kamu yang pelakor mau merebut suamiku." Nabila membalas cibiran Ita. Ia tidak ingin diam saja, ingin rasanya membalas serangan Ita yang masih terasa menyakitkan ditubuhnya saat ini."Jelas-jelas kau yang sudah merebut Adnan dariku. Kami sudah pacaran sedari kecil dan itu berarti kau yang telah mengambil Adnan dariku. Kembalikan Adnan padaku." Ita berteriak histeris.Nabila tidak peduli dan hanya menampilkan senyuman mengejek, "Heh! Dengar ya! Kalau memang Adnan suka dan cinta sama kamu, pastilah kamu suda

  • Suami Kontrak Miss Jutek   BAB 4

    Tiba di warung tempat suaminya berjualan, terlihat sudah ramai antrian para pembeli. Memang warung ayam geprek Adnan selalu ramai pembeli. Entah karena rasanya memang enak atau karena ketampanan Adnan yang berwajah bule. Nabila menghampiri Adnan yang sedang membuat sambal dan menyodorkan sekantung cabai kehadapannya.Adnan tersenyum, "Terima kasih, maaf merepotkanmu." Nabila memalingkan wajahnya dari sang suami, memperhatikan sekitar dan melirik Adnan sebentar. Berjalan membelakangi Adnan menuju kursi dekat kompor. Menarik napas sesaat dan berkata, "Lain kali aku tidak mau mengantarkannya untukmu,"Adnan terdiam dengan raut wajah penasaran, "Mungkin karena dia gadis kota yang sudah terbiasa dilayani," batin Adnan."Para penggemarmu itu yang membuatku kesal, mereka juga hampir memukulku." Nabila mengepalkan kedua tangannya dan melayangkannya keudara, terlihat sangat kesal. Adnan langsung mendekati sang istri, ada rasa kekhawatiran di dalam hatinya."Apa kau baik-baik saja?" tanya Adnan

  • Suami Kontrak Miss Jutek   BAB 3

    Keesokan harinya setelah acara pernikahan selesai, halaman rumah Adnan masih dipenuhi kursi-kursi yang belum dibereskan. Sania, ibu Nabila, duduk di beranda sambil menikmati teh hangat. Di sampingnya, duduk seorang perempuan paruh baya berwajah teduh, Lastri, ibu Adnan, yang kini resmi menjadi besannya.“Saya sungguh senang melihat Adnan dan Nabila akhirnya bersatu. Hati saya jadi lega sebagai seorang ibu.” Sania membuka percakapan dengan senyum tulus.Lastri tersenyum, wajahnya ikut berbinar. “Saya juga, Bu Sania. Adnan itu anaknya keras kepalaa, banyak sekali gadis desa yang melamarnya, tapi selalu ia tolak. Jujur saja, saya sempat khawatir, apakah dia akan menemukan pasangan yang benar-benar cocok. Ternyata Tuhan menuntunnya pada Nabila.”Sania menunduk sebentar, matanya berkaca-kaca. “Seorang ibu hanya ingin melihat anaknya bahagia. Kalau Adnan bisa menerima Nabila apa adanya, itu sudah lebih dari cukup. Saya pun percaya, Nabila bisa jadi istri yang baik untuk Adnan.”Lastri mengg

  • Suami Kontrak Miss Jutek   BAB 2

    Malam harinya Adnan bersama Ningrum mengunjungi Nabila di Puskesmas. Ia mengamati wajah Nabila yang sudah tidak terlihat pucat. Namun,Nabila menampilkan wajah kesal dan tidak bersahabat saat melihat Adnan sembari melipat kedua tangannya di depan dada.Adnan menatap Nabila dengan ekspresi penyesalan. "Aku minta maaf untuk yang kedua kalinya. Aku tidak tahu jika ...."“Kamu pikir itu lelucon! Aku tahu kok, kamu hanya ingin balas dendam, ya kan ... bilang aja iya. Tapi cara Anda itu sangatlah tidak baik, Tuan Bule.” Matanya berkaca-kaca karena menahan marah.Adnan menghela napas berat. "Maaf Nona, aku benar-benar tidak tahu soal kecoak itu. Aku sedang berada di bagian kasir saat itu. Adikku yang mempersiapkan semuanya," jelas Adnan.“Seharusnya kebersihan dapur Anda lebih diperhatikan,” Nabila masih menatap tajam. “Ini bukan masalah kecil. Bagaimana kalau orang lain yang menemukannya?”"Jadi ... kalian sudah saling kenal?" tiba-tiba saja Ningrum bersuara setelah mendengar perdebatan ked

  • Suami Kontrak Miss Jutek   BAB 1

    Nabila melangkahkan kakinya santai hendak keluar stasiun. Pikirannya melayang mengingat ucapan sang ibu."Kau sudah dua kali gagal dalam hal percintaan, sekarang saatnya Mama yang memilihkan pria untukmu.""Kau itu sudah 25 tahun Nabila, sampai kapan kau akan seperti ini terus?""Mama akan menjodohkanmu dengan anak teman Papa.""Jangan membantah Mama, Nabila. Mama yakin, pilihan Mama kali ini adalah yang terbaik."Nabila menghela napas berat ia tidak ingin ada campur tangan sang ibu dalam hal pernikahan. "Yang nikah kan aku, kok Mama yang repot sih," gerutunya kesal sembari mengepalkan kedua tangannya.Nabila terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tidak menyadari seseorang berlari dari arah berlawanan.Tiba-tiba ...BRUK!Tubuhnya terdorong keras. Nabila jatuh tersungkur ke lantai dingin hingga tubuhnya terbentur dinding lorong stasiun.“Aduh!” Nabila meringis, menahan sakit di punggung kanannya.Suara napas terengah terdengar di depannya. "Ma ... maaf ... saya tidak .... "Na

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status