"Ayah, aku akan menikah. Jadi tolong kewajiban terakhir Anda harus ditunaikan, sebagai wali nikahku. Aku tidak masalah menikah dengan wali hakim, tetapi di sini aku masih memikirkan harga diri dan martabatmu sebagai seorang ayah. Aku tidak ingin Ayah dicap sebagai ayah yang tidak bertanggung jawab, jika ibu pulang, bagaimana rendahnya Ayah dipandangan wanita itu," jawab Nadin dengan nada tegas."Jadi kau mau menikah, Nadin? Menikah sama siapa? Kapan?" ujar Suhendri terkejut sehingga nada suaranya meninggi."Besok jam dua siang aku akan melaksanakan akad nikah di kantor KUA, jika ayah mau menjadi wali segeralah datang, jika tidak bersedia biar hakim saja yang mewakili.""Kau?" Suhendri berhenti sejenak menahan gejolak amarah di dadanya "Kapan kau mengurus surat menyurat di kelurahan? Bukankah nikah di KUA itu berarti nikah resmi?" "Aku sudah mengurusnya di sini, KTP ku sudah pindah domisili, jadi aku warga sini sekarang," jawab Nadin dengan berbohong, biarlah, dia tidak mau menambah
Akhirnya pagi Jumat itu Karina dan beberapa tetangga sibuk memasak di rumah Karina, Nadin menelpon Zaki tentang obrolannya dengan Karina dan lelaki itu meminta Karina tidak perlu meminta sumbangan RT, dia memberi Karina uang dua juta untuk memasak dan mengundang tetangga sekitar untuk syukuran. Nadin merasa heran darimana lelaki itu mendapatkan uang, dia dengan mudah mengeluarkan uang untuk acara pernikahan ini, tetapi kenapa tidak mampu bayar kontrakan yang hanya sejuta setengah. Namun Nadin tidak memiliki kesempatan untuk menanyakan semua itu, barangkali setelah selesai acara pernikahan ini, ada kesempatan setelah satu rumah untuk berbincang dan membahas semua itu. Pagi harinya Nadin datang ke rumah Karina untuk bantu-bantu, namun ibu-ibu di sana melarangnya, mereka sungguh pengertian, bahkan mereka menyarankan agar Nadin istirahat untuk menyambut acara tersebut. "Mbak Nadin pulang saja, istirahat di rumah, biar nanti kalau saat ijab qobul terlihat fresh." "Betul, Mbak. Supaya n
"Loh, kenapa ini memasang tenda segala?" tanya Zaki yang baru ngeh terhadap alam sekitarnya."Nanti tamunya cukup banyak, jadi kalau ditampung di dalam rumah gak cukup," jawab Nadin."Terus kamu dapat uang darimana nyewa tenda ini?""Aku yang menyewakan, itung-itung untuk kado pernikahan kalian," jawab Shintia.Zaki tidak bisa berkata-kata lagi, sebenarnya dia termasuk orang yang gengsinya selangit, pantang menerima bantuan dari orang secara cuma-cuma, namun kali ini dia menekan egonya, sungguh sulit rasanya, hingga kulit wajahnya yang berwarna madu itu memerah menahan malu."Ayo, masuk mobil!" Akhirnya dia bisa mengendalikan dirinya dengan susah payah. Lelaki itu berjalan duluan dengan elegan, tubuhnya yang tinggi, dengan pakaian ngepas seperti itu terlihat jelas lekuk tubuhnya, bahunya yang lebar dengan pinggang yang langsing, kaki panjangnya berjalan seperti seorang model terlihat dari belakang."Dari mana sih, kamu Nemu makhluk indah seperti itu, Din?" bisik Asyifa."Makhluk inda
Belum selesai Nadin memikirkan keluarganya, sebuah mobil Innova putih yang juga masih berplat putih, berhenti tepat di depan teras kantor di mana mereka masih berdiri menunggu panggilan panitia pernikahan. Suhendri menjadi orang yang turun duluan dari mobil tersebut. Setelah Suhendri turun dari bangku depan, menyusul di belakangnya Mala, Chika dan Kayla. Nadin sempat shock melihat Mala, Chika dan Kayla berdandan dengan pakaian kebaya ketat, dengan bahan mewah dan dandanan heboh melebihi pengantinnya, rambut mereka disanggul dengan sanggul masa kini sepertinya mereka ke salon dulu sebelum datang ke kantor KUA ini, dandanan mereka seperti mau kondangan ke hotel bintang lima, sementara Suhendri memakai batik mewah, dengan celana bahan berwarna hitam dan sepatu pantofel. "Eh ... Eh ... Eh ..., Siapa ini? Kok ada orang desa yang sudah sampai sini?" ujar Mala dengan heboh menatap pasangan Mang Karta dan Bi Sumi yang berpenampilan sederhana. "Kamu kok ke sini juga, Karta?" tanya Suhendr
Tepat jam 2 siang, ijab qobul dilaksanakan di ruangan khusus yang sudah disediakan oleh pihak KUA, sebuah ruangan yang sudah didekorasi dengan indah seperti dekorasi pengantin pada umumnya. Lantainya dipasang ambal permadani kualitas bagus, dindingnya dipasang kain dekorasi dengan warna perpaduan ungu putih dan hijau, dengan hiasan bunga-bunga cantik. Di lantai di sediakan meja kecil berbentuk segiempat dengan tepak meja warna putih berenda. "Silahkan mempelai pria duduk di sini, mempelai wanitanya boleh mendampingi boleh tidak, senyamannya saja," ujar petugas KUA tersebut."Siapa wali nikah dari pihak wanita?" tanyanya lagi."Saya, Ayahnya.""Silahkan duduk di sini, Pak. Sebentar lagi Pak penghulu akan ke mari."Semua orang memasuki ruangan, mereka harus menanggalkan alas kaki dan duduk di lantai dengan khidmat. Nadin duduk di depan didampingi oleh Shintia dan Assyifa, dia bersyukur Assyifa datang ke pernikahannya ini, sehingga tidak perlu didampingi Mala, Chika atau Kayla.Mala, Ch
Dear Istriku, Nadin Hanaya PutriMataku sekalipun tak pernah Melihat wanita sepertimu Yang selalu menjaga kehormatan Dan fitrah kewanitaanmu Kau laksana cahaya terbit di waktu fajar Tapi tak ada satu orangpun yang pernah melihatmu,Kau tercipta memang untukku Tuk menyempurnakan setengah agamaku Suamimu, Zaki Nur IkhsanNadin terbelalak membaca goresan pena yang terpampang di bingkai foto itu, goresan tangan dengan huruf yang begitu indah, di tulis di atas kertas warna kuning emas. Benarkah yang menulis bait kalimat ini lelaki di hadapannya? Ini sungguh romantis, tidak bisa dipercaya! Bukankah ini hanya pernikahan kontrak? Kalau ada kata-kata romantis seperti ini kan membuat Nadin menjadi baper.Tak terasa mata Nadin mulai berkaca-kaca, dengan mantap dia mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan suaminya dengan penuh perasaan, sehingga punggung tangan lelaki itupun basah terkena air mata
"Selamat, kalau sudah cerai dengan lelaki miskin ini, hubungi aku. Aku tidak keberatan menjadikanmu istri keduaku," bisik Adam pada telinga Nadin Nadin berjingkat mendengar mantan kekasihnya itu berkata demikian, berani benar dia bicara seperti itu? Tentu saja dia tidak menyangka jika Adam memiliki pemikiran demikian, apa katanya? Menjadi istri keduanya? Maksudnya dia akan menjadi madu dari Chika si kakak tiri laknat itu? Biarpun dia memang bakalan jadi janda, lebih baik Nadin mati daripada menjadi istri keduanya, senyuman sinis tersungging di bibir gadis itu."Apa kau bilang? Menjadi istri keduamu? Najis! Jangan ngimpi kau, Adam. Walaupun seandainya aku menjadi janda, lebih baik aku mati daripada disentuh olehmu, Brengsek!" balas Nadin dengan berbisik, namun suaranya sarat dengan kebencian.Zaki yang mendengar nada suara Nadin terlihat emosi, walaupun tidak jelas apa yang dibicarakan, menoleh ke arah gadis itu, dia cukup terkejut melihat istrinya menatap marah pada lelaki itu, Zaki
"Jadi pernikahan ini dirayakan juga, ya?" cibir Chika "Sepertinya begitu, ya boleh jugalah," ujar Mala. Mereka turun dari mobil dengan antusias, hanya Adam yang tidak semangat. Acara apa ini? Tendanya bahkan seperti itu, harusnya Nadin menikah denganku, maka acaranya akan kubuat seperti di negeri dongeng, keluh lelaki itu. Keluarga Nadin berjalan dengan angkuh, Pak Salim mengenalkan semua keluarga Nadin pada warga setempat. Nadin sendiri cukup terkejut ketika melihat menu makan hari itu, ayam kecap, sambal udang kentang, acar mentimun dan sambal nanas. Ada es sirup, pempek dan tekwan. Menu ini sungguh mewah dengan budget hanya dua juta. Nadin dan Zaki didudukan di sofa yang sudah diletakkan di teras rumah, keluarga Nadin di tempatkan di dalam rumah. Setelah mempelai datang, Pak RT memberi kata sambutan, seorang Ustaz membacakan doa, setalahnya semua hadirin makan bersama. Setalah seluruh tokoh masyarakat dan keluarga mempelai, seluruh warga mengantre di stand makanan yang disajik