BRIPDA Yanto menyerahkan berkas beberapa orang yang dia curigai.
"Demian bersih Dante. Tidak ada satu kalipun, Demian melakukan panggilan keluar negeri. Semua alamat IP yang dia miliki tidak ada yang terhubung ke Karibia. Begitupun dengan istrinya.
"Bagaimana dengan Anita? Dia juga bisa jadi tersangka kan? Motifnya jelas seperti apa yang sudah aku katakan." Dante merasa yakin salah satu dari data yang dia berikan memiliki motif yang sangat kuat untuk membunuh Yoona.
BRIPDA Yanto menggeleng dan itu membuat Dante kecewa sekaligus senang. "Nyonya Anita ada di tempat seminar saat kejadian itu. Belum hanya menghubungi putri Anda satu jam sebelum kejadian dan saat dia baru saja tiba di hotel."
"Sial! Jadi kita mulai dari awal lagi?"
"Ya."
Dante dan BRIPDA Yanto sama-sama termenung memikirkan langkah selanjutnya. Dante jelas tidak mungkin selalu mengurung Yoona dan mengawasinya dalam 24 jam. Wanita ini sangat keras kepala dan tidak akan
Yoona mengabaikan ucapan Yoora. Wanita itu langsung berlari menuju lantai dua dimana kamarnya berada dan menumpahkan semua amarah dan rasa sakit hatinya.Yoora masih diam membantu melihat kepergian Yoona. Sepenuhnya ia sadar telah melukai hati adiknya, dan entah mengapa rasanya sudah tak sebahagia dulu. Yoora seolah ikut merasakan apa yang tengah dirasakan oleh Yoona. Adiknya itu pasti sangat membencinya sampai ke tulang sumsum. Tapi, Yoora bisa apa? Kali ini ia melakukan hal ini bukan untuk dirinya sendiri, tapi demi Diva dan Leno.Dengan segera, Yoora menghapus jejak air matanya yang hampir saja tumpah."Aku tidak boleh lemah. Jika sekarang aku menyerah, siapa yang akan melindungi kedua anakku?" Yoora menarik napasnya dalam guna mencegah air mata yang akan kembali jatuh.Kini dia tahu, apa yang dirasakan oleh Sulis. Melakukan apapun demi melihat putrinya bahagia."Demi putrimu, kamu rela menyakiti putri kandungmu agar dapat selalu mel
Dia tidak sanggup jika harus kehilangan pria itu. Cintanya sudah tumbuh dan mengakar dalam hatinya hingga menembus jantung yang jika di cabut paksa, Yoona akan mati karena tidak mendapat dukungan dari pria itu lagi.Tidak, Yoona tidak ingin itu. Dante adalah miliknya, dan hanya miliknya. Yoora tidak akan bisa memisahkan dirinya dari Dante, begitupun sebaliknya.Tubuh Yoona gemetar hebat, isakkan semakin kuat terdengar. Yoona menengadahkan wajah, memohon dengan sangat pada pria itu dengan linangan air mata yang mengalir deras."Berjanjilah, Dante. Dimasa depan, jika aku memintamu tuk meninggalkanku, jangan pernah mau. Itu bukan keinginanku, Dante. Aku tidak ingin kehilanganmu!" Pinta Yoona lirih.Pria itu merangkum wajah Yoona, menghapus jejak air matanya, mengabaikan ucapan istrinya yang terdengar sedikit ambigu di telinganya."Jika Tuhan sekalipun yang turun tangan langsun
Sulis mengangkat tangannya yang gemetar, berusaha mengelus punggung Hasan. Menghibur pria itu atas ketidakberdayaannya. Mungkinkah ini saatnya untuk mengungkap segala misteri yang selama ini ia pendam. Tapi, hati seseorang pasti akan sangat hancur. Bahkan, malaikat pencabut nyawa bukan saja akan mendatanginya saat dia tahu dirinya telah mengungkap fakta kebenarannya, seseorang itu juga akan meminta nyawanya sebagai ganti dari duka yang dia tanggung.Sulis menarik napas, berusaha mengisi paru-parunya yang terasa kering."A-ayahnya Malik!" panggil Sulis lirih. Suaranya benar-benar tercekat di tenggorokan. Apapun yang akan dia katakan, seolah menyiksanya dari dalam.Hasan mengangkat wajahnya, menggenggam tangan istrinya, memberi penguatan bahwa dia tidak sendiri."Katakan, Bun … kami bersamamu. Ayah dan Malik ada disini," ujar Hasan memberi dukungan.Malik mendekap bahu ibunya, menyalurkan semua kekuatan pada wanita yang telah melahirkann
Malam itu, persalinan kakak dan adik berlangsung cukup lama. Keduanya sama-sama kritis dan membutuhkan banyak kantong darah hingga pihak rumah sakit menghubungi beberapa bank darah untuk memenuhi semua kebutuhannya. tidak beruntung, walau sulit semua bisa ditangani. Namun, satu bayi dari salah ibu itu tidak bisa menghargai. Dimalam yang sama, Hasan dengan panik mengendarai mobilnya saat tahu Sulis sudah berada di ruang bersalin diri, dan lagi-lagi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, Hasan mengalami kecelakaan akibat menghantam bahu jalan. Pria itu t
Sulis memberikan bayi kandungnya pada suster yang datang menghampirinya lebih dulu. Dengan sangat terburu-buru Sulis merengkuh bayi kecil lainnya yang terus menangis dan langsung diam ketika mendapat dekapan hangat dari dirinya.Sulis mengelus pipi kemerahan bayi dalam dekapannya yang terus membuka mulutnya, mencari sesuatu saat merasakan jari hangatnya dekat dengan bibir. Tidak ingin membuat bayi itu semakin tersiksa, Sulis menyusuinya, memberikan asinya pada bayi malang itu.Sekarang Sulis tahu, ia harus kuat demi semua orang yang membutuhkannya, termasuk kedua bayi yang baru saja ia susui. Dengan keyakinan sekuat baja, Sulis siap menemui suami dan adiknya yang begitu membutuhkan kehadirannya."Antarkan saya pada suami saya," pintanya pada suster setelah menyerahkan bayi dalam dekapannya yang sudah terlelap.
Namun, semuanya sia-sia. Walau berulang kali mencoba dan berusaha, Reva tidak kembali. Wanita itu menyerah, tanpa membiarkan para tim medis melakukan pertolongan terhadapnya. Mungkin, wanita itu memang tidak ingin berjuang, walau untuk Putrinya sekalipun. Reva pergi dengan damai, senyum indah terlukis di bibirnya, dengan wajahnya yang bercahaya seolah tengah tertidur pulas. Rasa sakit dan beban wanita itu seolah lenyap seperti abu. "Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan pasien!" ungkap dokter lirih. Tidak berani menatap wajah Sulis yang terus menggelengkan kepalanya dengan bibir terus terisak pilu. Entah sudah berapa banyak air mata yang sudah dikeluarkan oleh Sulis, tapi sepertinya tak pernah surut. "Gak! Reva gak boleh pergi. Putrimu masih butuh kamu, Va!" Sulis terus berteriak menyuarakan ketidakberdayaannya.
Sejak hari itu, yang dunia tahu kedua bayi dalam kandungannya lahir dengan selamat. Malik yang berusia lima tahun menyambut gembira kelahiran adiknya di dalam ruangan perawatan Hasan saat dua box bayi datang menghampirinya.Hasan yang baru siuman hanya dapat mengadzani kedua putrinya dengan terbaring lemah. Mengecup putrinya bergantian dengan bibir gemetar dan uraian air mata. Ia merasa haru dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Dua bayi kembar itu terlihat sangat cantikMengingat itu, Sulis merasa sesak di dada. Kejadian itu seolah baru terjadi beberapa hari yang lalu, dan sekarang Yoora mengakuinya dengan lantang. Bahwa dirinya bukanlah putri mereka. Padahal, selama ini Yoora selalu melarang Sulis untuk mengungkapkan kebenaran pada siapapun."Jika Yoora bukan putriku, lantas siap kedua orangtuanya. Yoo
"Gak! Kenapa? Kenapa aku harus melarikan diri?" jawabnya bertanya balik. Sebisa mungkin Yoona menutupi kegugupannya. "Mereka sudah lama menunggumu, Yoona. Ini bukan karena Alandra, kan?" Yoona menggeleng, memeluk Dante erat. Satu hari tanpa melihat pria itu membuatnya sakit kepala. "Aku merindukanmu, Dante. Boleh kita langsung naik ke atas?" tanya Yoona penuh harap. Yoona hanya tidak ingin bertemu dengan keluarganya. "Aku akan mengajakmu pulang besok. Sekarang temui dulu keluargamu. Mereka sangat merindukanmu, Yoona. Terutama Bunda. Beliau terlihat lebih kurus dan sangat tidak baik-baik saja," bujuk Dante agar Yoona mau masuk dan menemui ibu mertuanya. Bunda Sulis memang terlihat sangat kurus dengan kelopak matanya yang terlihat sedikit membengkak. Siapapun tahu betapa ibu mertuanya itu sangat merindukan Yoona. Sejak hari itu, dimana Yoona pergi dengan marah, Bunda Sulis memang tidak pernah diberi kesempatan untuk mendekati Yoona. "Benarkah