Ayah dan Bunda Yoona terhenyak mendengar ucapan putri bungsunya, padahal Barack adalah tipe menantu idaman setiap ibu dari mereka yang memiliki anak gadis. "A-apa maksud Kamu Yoona!" Sulis benar-benar tidak mengerti dengan pola pikir putrinya itu.
"Mr. Merchant itu atasan Yoona, bisa dibilang pemilik MJM Teknologi di mana Yoona bekerja. Tapi maaf, Ayah, Bunda," Yoona memalingkan wajahnya ke arah Barack. "tanpa mengurangi rasa hormat Yoona, Yoona tidak bisa menikah dengan orang yang tidak Yoona cintai."
"Saya hargai keputusan kamu Yoona. Tapi, apa karena sudah ada laki-laki lain, sehingga Kamu menolak saya dan selalu menutup diri?" tanya Barack.
Barack semakin penasaran dan menaruh hati pada Yoona. Menurutnya baru kali ini ada wanita yang menolaknya, padahal wanita itu tahu apa yang dimilikinya.
"Yoona! Apa ada alasan yang lebih masuk akal dari cinta, Barack selain tampan juga baik, Nak. Bagaimana bisa kamu menolak sebelum mengenalnya!" Sulis benar-benar tidak habis pikir Putri bungsunya bisa menolak pria sesempurna Barack.
Yoona kembali menatap Barack, "Anda benar Mr. Merchant, saya sudah punya kekasih, Ayah, Bunda ... kami baru memulai hubungan, dan Yoona sangat menyukainya." ujar Yoona berbohong. "saya permisi." Yoona membungkukkan badan, memberi hormat pada mereka yang ada di sana, lalu ia pun pergi begitu saja.
"Yoona! Awas kamu yaaaa!!" teriak Sulis. Sulis yang sudah kehabisan ide karena melihat anak bungsunya itu yang sangat sulit diatur. Sulis sudah benar-benar geram dengan melakukan putrinya yang sering bertindak semuanya bahkan tidak pernah menuruti perintahnya sekalipun.
Yoona berlari kencang keluar dari restoran, ia benar-benar lupa deng heels-nya. Yoona yang sering kali menengok kebelakang tidak menyadari didepan ada sepeda motor yang hendak masuk ke dalam parkiran.
Yoona sudah siap dengan apapun yang akan menghantam tubuhnya, ia memejamkan mata dengan sangat kuat. Yoona sudah benar-benar siap untuk mati saat itu juga. Yoona hanya bisa merapalkan doa didalam hatinya, "Ya Tuhan, jika aku mati saat ini juga.. pertemuan aku dengan pangeran tampan dan baik hati di surga Mu ya Tuhan. Amiin."
Namun detik berikutnya Yoona merasa ada yang mendekap tubuhnya dari belakang. Tak lama tubuh mereka melayang jauh dan tubuhnya mendarat di atas tubuh seseorang.
"Aaaaa...!" Teriak Yoona bersiap untuk merasakan sakit, tapi nyatanya tidak sama sekali.
Untuk sesaat Yoona hanya terdiam di dalam pelukan seseorang yang sangat hangat dengan detak jantung mereka yang berbunyi saling menyahut. Cukup lama Yoona menikmati irama musik yang dihasilkan dari debaran jantung dan denyut nadi mereka, hingga suara yang sangat tidak ingin didengarnya membuyarkan alunan musik yang dihasilkan oleh tubuh itu sendiri.
"Apa Kau, benar-benar nyaman dalam pelukanku, sehingga enggan untuk terbangaun!" Suara itu benar-benar datar. Namun dapat menarik roh Yoona yang entah sedang singgah kemana sehingga membuat ia terdiam tanpa bergeming di dalam pelukan seorang pria.
Yoona membuka matanya dengan perlahan, mata yang baru sedikit terbuka langsung membola sempurna ketika bertemu dengan retina milik pria yang sedang memeluknya.
Retina milik pria itu benar-benar dapat menghipnotis Yoona, retina dengan warna bola mata berwarna hazel yang memiliki kombinasi warna pada irisnya. Terdapat semacam campuran hijau dan oranye atau emas yang hampir mirip seperti warna mata kucing.
Pria itu menjentikkan jari di depan wajahnya Yoona, "Kau sangat berat dan orang-orang sudah mulai menonton kita!!" ucap pria itu ketus.
Yoona melihat ke arah sekeliling, dan benar saja, mereka sudah dikelilingi banyak orang. "Maaf Saya pikir tadi sudah mati tertabrak motor." Yoona berusaha bangun dengan sangat perlahan, tangannya bertopang pada dada bidang pria itu dengan dengkulnya yang menekan pada aspal jalanan. Yoona sempat meringis merasa perih di sana, namun ia berusaha mengabaikannya.
Setelah ia bangun dan hendak berterimakasih, kata-kata Yoona tercekat di tenggorokan saat kembali memandang wajah di hadapannya secara keseluruhan. "A, A, Anda, yang, yang kemarin pagi marah-marah di depan rumah saya, 'kan?!"
"Lebih tepatnya TETANGGA kamu!"
TETANGGA, TETANGGA, TETANGGA, TETANGGA.
Suara menggema begitu mendengung di telinga Yoona. 'Gw, tetanggaan sama dia? Aduh Gusti! Pasti serasa di neraka hidup gw berikutnya!" erang Yoona.
"Gw gak tahu punya tetangga yang gak punya jam di rumahnya," ucapnya masih dengan nada ketus.
Baru saja pria itu hendak membuka mulutnya, perkataannya sudah terbenam oleh suara seorang pria yang menjemput wanita yang bernama Yoona ini.
"Yoona...!!"
Mendengar namanya dipanggil oleh Malik, tanpa sadar Yoona menarik tangan tetangganya itu dan berlari sangat kencang menghindari panggilan Kakaknya, Malik.
"Kenapa, harus lari?" Tetangga Yoona yang bernama Dante itu protes saat dirinya di tarik paksa oleh Yoona.
"Aku harus lari, jika tidak Bunda akan segera membawaku ke pelaminan!" jawab Yoona dengan suara yang tersengal-sengal.
"Lalu kenapa Kamu juga membawaku ke dalam masalahmu?!"
Yoona yang baru tersadar berhenti mendadak dan hampir saja Dante menabraknya.
"Apa sudah aman?!" Dante begitu penasaran dengan wanita yang tiba-tiba berhenti.
Yoona berbalik dan mengintip di belakang tubuh Dante, ia masih melihat Malik mengejarnya dengan sangat kencang dan terus memanggil namanya.
"Maaf, aku harus pergi." Yoona melepaskan tangan Dante yang kasar. "Lebih baik kamu bersembunyi sebelum dia menghajarmu!" Yoona sudah kembali berlari meninggalkan Dante.
Dante yang masih belum mengerti dengan masalah yang dihadapi oleh wanita yang berlari menjauh darinya, tanpa pikir panjang ia pun menyusul Yoona dan berusaha mengejar wanita itu. Ketika Dante hampir melewati Yoona, tangannya mulai menggapai tangan Yoona dan menggenggamnya sangat erat.
Dante menarik Yoona dan berlari sekencang mungkin, mereka berusaha menerobos jalan tikus yang mereka lewati. Gang demi gang berusaha mereka lalui hingga menemui ujung.
Sementara Malik yang khawatir terjadi sesuatu pada adiknya, ia berusaha mengejar Yoona yang menarik tangan pria dewasa dan berlari sangat kencang. Namun sekarang Malik melihat posisi mereka bertukar tempat, pria itu yang kini menarik tangan Yoona.
"Yoona...!!" Malik terus mengejar Yoona dengan pria yang ia tidak ketahui namanya.
Dante terus menarik tangan Yoona, hingga akhirnya mereka menemukan sebuah mobil pick up yang melintas di depannya. Mereka Pun berusaha mengejar. Dante meminta tumpangan sambil berlari dan di iyakan oleh sang sopir. Karena di depan penuh dengan orang, mau tidak mau mereka naik di belakang.
Tanpa pikir panjang Dante mengangkat tubuh Yoona yang masih berlari dan menaikkannya ke atas mobil disusul dengan dirinya.
Mobil berjalan meninggalkan Malik yang terus mengejar Yoona. Yoona yang melihat Malik yang sudah tidak dapat mengejarnya lagi, ia pun tersenyum puas bahkan melambaikan tangan pada Kakaknya dengan senyum yang sangat lebar. Yoona lupa ada pria yang tak kalah menyebalkan dari Kakaknya itu, dan pria itu sedang menatap Yoona tajam.
"Cih..!" Dante berdecak sambal memalingkan wajahnya ke arah samping.
**
Salam sayang Buenda Vania, sehat selalu …
Anita membeku, menghentikan langkahnya dan berputar dengan cepat ke hadapan tiga orang yang sedang duduk santai di ruang tengah.Pengakuan Dante baru saja mampu membuat jantungnya berhenti berdetak lalu kembali memompa sangat kuat. 'Apa maksud Dante?'"Maksudnya gimana? Dia—" kini Dimas melihat ke arah Anita yang wajahnya semakin pucat dan tubuhnya gemetar hebat. Namun, tatapannya menusuk Dante dengan tajam.Yoona membekap mulutnya. Wajahnya tak kalah pucat dengan Anita. Jadi Priyanka—benarkah dia bukan anak Dante? Tapi suaminya memperlakukan anak itu seperti darah dagingnya sendiri. Yoona sama sekali tidak menyangka akan hal ini. Apa mommy Ainun tahu?"Ya? Dia wanita yang kamu cari. Yang sudah mencuri benihmu diam-diam dan melahirkannya." Apa? ( …. ) Yoona dan Dimas melihat kearah Anita, lalu berpaling pada DanteDengan sisa tenaga yang masih bersemayam di tubuhnya, Anita menghampiri Dante dan mengkonfirmas
"Kamu siap untuk malam ini Yoona?" tanya Dante saat masuk kedalam kamar dan melihat Yoona duduk dengan santai di sofa.Dante tahu Yoona melihat dan mendengar apa yang diinginkan oleh putrinya. Yoona tersenyum lebar, bengun dari duduknya dan mengitari Dante. Telunjuk wanita itu menusuk tubuh pria itu sedang tangan satunya bersembunyi di balik tubuhnya sendiri."Kamu ingin aku berperan menjadi istri yang pencemburu atau ibu tiri yang jahat?" Merasakan jarak sedekat ini dengan sentuhan jemari Yoona membuat tubuh pria itu memanas. Jika saja ia punya banyak waktu saat ini juga pasti sudah langsung membopong tubuh Yoona dan menenggelamkannya di ranjang. Tapi sial, Anita dan anaknya sedang bermain drama yang menarik, yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja.Tidak tahan lagi akan ulah istri yang terus berputar dan saat telunjuk wanita itu menyentuh titik sensitifnya, Dante langsung menggenggam jemari Yoona dan menarik tubuh wanita itu hingga be
Ini pertama kalinya ia melayani Dante. Selama menikah dengan pria itu tidak satu kali pun Dante mau makan di meja yang sama walau dengan desakan Ainun."Nanti saja. Aku mau menyuapi putriku dulu?" Ini jelas penolakan.Akan tetapi Anita dan Priyanka tidak melihat hal itu. Mereka terlalu bahagia karena bisa makan bersama setelah sekian lama.Priyanka makan dengan lahap. Sementara Anita terus menatap Dante penuh minat. Bagaimana pria itu dengan piawainya mengurus putrinya, lengannya yang berotot dapat menggendong tubuhnya yang ramping, memeluknya erat. Ah, imajinasinya pun mulai berkelana jauh dimana Dante memanjakan dirinya dengan penuh cinta. "Dad," panggil gadis itu penuh harap. Suara Priyanka juga mampu membangunkan Anita dari lamunannya."Ya, honey. Mau tambah sesuatu?" Dante menghentikan suapannya, menatap putrinya dan menunggu apa yang ingin dikatakan gadis itu dengan sabar.Priyanka menunduk, rasa takut mulai menyelimutinya, tapi ia harus mengatakannya segera sebelum Daddy-nya
Dokter itu segera meraih tangan Sulis dan membimbing agar wanita itu duduk."Bunda tidak sengaja terkena pisau Dok. Ini semua salah saya. Saya mencoba—Yoora hendak turun dari ranjang, tapi segera ditahan oleh suster. "Anda di sini saja, biar kami yang obati luka beliau.""Tapi bunda saya?" Yoora benar-benar cemas pada luka tangan Sulis."Tidak apa-apa, sayang ini sudah ditangani dokter tadi." Sulis meyakinkan. Sulis dan dokter di hadapannya saling pandang, memberi isyarat agar dokter yang adalah sahabatnya mau bekerja sama dengannya. Sekali ini lagi.Sebelum Sulis masuk ke ruang perawatan Yoora, wanita itu lebih dulu menemui dokter yang adalah sahabatnya saat masih SMA dulu. Sulis yang tahu temennya juga praktek di rumah sakit yang sama meminta bantuan padanya untuk drama yang mereka mainkan sekarang. "Saya sudah ke klinik dokter, ini sudah ditangani dengan baik," ujar Sulis sambil sesekali melihat ke arah p
Brak!Keduanya tersentak. Tubuh Yoona dengan sorot kesal terlihat jelas. Wanita itu melangkah lebar semakin masuk kedalam toilet dan berhenti tepat di hadapan Alandara yang masih diam mematung.Yoona langsung merengkuh tubuh sahabatnya. Memeluknya erat dengan elusan lembut di punggung wanita itu.Sedangkan Sarah masih kaget dengan kedatangan Yoona dan gebrakkan kuat tangannya pada daun pintu. Pandangan Sarah hanya mengikuti langkah Yoona hingga wanita itu berhenti tepat di depannya, dimana Alandara berdiri dengan tubuh gemetar."Lo gak usah khawatir. Gue bakalan minta bang Dante buat nyeret laki-laki itu ke hadapan Lo, Al?""Hah? Tapi—" Sarah kehilangan kata-katanya. Yoona kan baru datang bagaimana bisa Yoona tahu bahwa Alandara saat ini tengah mengandung dan menjanjikan Alandara bahwa Dante akan menyeret Anggara?Yoona melepaskan pelukannya, menghapus air mata yang sudah banyak keluar. "Semua bakalan baik-bai
"Kita sama-sama bodoh. Padahal kita bisa seperti ini diam-diam, kan?" Sulis berusaha tersenyum walaupun hatinya sakit.Sulis meminta Yoona untuk duduk, meletakkan paper bag berwarna coklat muda diatas meja.Yoona melongok sedikit melihat isi dalam tas itu, yang terlihat hanya beberapa bungkus plastik putih dengan stempel alamat sebuah apotek. "Bunda bawa apa? Dari mana?" Yoona kembali mendorong paper bag dan kembali fokus pada bundanya yang enggan menjawab pertanyaannya.Sulis memang mengabaikan pertanyaan putrinya, wanita itu malah bertanya apa yang mau dimakan Yoona."Apa aja, Bun. Aku, kan pemakan segalanya." Yoona menjawab dengan sedikit cengiran."Sup iga sapi kayaknya enak di sini." Yoona mengangguk setuju. Menu iga sapi memang menjadi bintangnya di cafe itu.Selama menunggu makanan datang. Sulis bertanya berbagai hal. Apa yang dilakukan Yoona, seperti apa Dante dan apa Yoona bahagia dengan pernikahannya. Sulis ju
"Ba-baik …. Mom." Mata gadis itu berkaca-kaca.Dia Mommy-ku. Apa dia ibu yang melahirkanku? Kenapa begitu kasar?Selalu pertanyaan ini yang berulang-ulang hadir dalam hati gadis kriwil itu.Obsesi ibunya sudah ditanam bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Keinginan ibunya sendirilah yang membuat ia selama ini jauh dari ayahnya.'Aku harus bisa membujuk Daddy agar mau bersama Mommy lagi.' Harap Priyanka yang entah bisa terkabul atau tidak.Dulu sebelum ada Yoona, Daddy bahkan tidak mau duduk bertiga dengannya dan Anita. Daddy-nya selalu mengajak seseorang. Entah itu pria atau wanita. Sekarang Daddy-nya sudah menikah dan terlihat bahagia, apa bisa kembali pada Mommy-nya? Rasanya sangat sulit.Tapi, Priyanka akan mencobanya.*Di kantor.Pagi itu Yoona terlihat sangat gelisah. Bukan memikirkan Anita dan anaknya yang akan mengancam pernikahan mereka. Yoona yakin, Dante tidak akan pernah kemb
"Pinka cantik, cucu Oma … selamat pagi sayang," sapa Ainun saat melihat cucunya yang berwajah murung menuruni tangga. "Kenapa sayang?"Gadis kriwil itu menuruni tangga tanpa minat dan memeluk neneknya setelah tiba di undukkan terakhir."I'm looking for my father. Grandma knows where he is?" Ainun merasakan tubuh gadis itu sedikit bergetar. Tanpa kata Ainun mengelus punggung gadis itu. Semua resah hanya mampu ia curahkan dalam hati, 'Kenapa cengeng sekali? Apa merasa tersaingi oleh Yoona?'Akhirnya Ainun hanya mampu menggiring tubuh cucunya dalam dekapan menuju meja makan dan menunjukkan keberadaan putranya dengan tubuh yang sedikit membungkuk."Daddy-mu sudah lama menunggu. Tapi cucu Oma tidurnya sangat pulas. Sana ke Daddy-mu!"Mendengar suara Ainun, seluruh penghuni meja makan menoleh. Dante bahkan berdiri dan mendekati putrinya.Pria itu membungkuk dan mencubit hidung putrinya yang sedikit bersembunyi di perut neneknya."Looking for me, Hem …?" Yang ditanya hanya diam dengan wajah
Dengan tangannya yang panjang Dante meraih ponsel istrinya dan menyerahkannya pada Yoona tanpa melepaskan penyatuan mereka. "Jangan bergerak dan bicara perlahan dengan Bunda." Dante menarik dirinya dengan sangat hati-hati. Meninggalkan Yoona agar leluasa bicara dengan ibunya.Sepanjang jalan menuju kamar mandi, Dante terus berpikir kabar apa yang ingin disampaikan oleh Sulis. Sulis memang selalu tidak sabaran, akan tetapi untuk menelpon tengah malam begini rasanya sangat tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang sangat penting.Dante mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Ia tahu percintaan mereka tidak bisa di lakukan lagi melihat Yoona yang sudah sangat kelelahan.Satu Minggu menahan hasrat untuk tidak menyentuh Yoona sangat menyiksanya. Dua pelepasan rasanya masih belum cukup menuntaskan dahaganya.Namun, yang tidak pria sadari mungkin saja percintaan mereka malam ini akan menjadi yang terakhir untuk selamanya."Ya, Bunda?" Yoona berusaha mengontrol suaranya yang serak, bukan karena