Share

Pov Mama Andre

Penulis: Rini Annisa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-12 19:52:55

Sebagai seorang ibu, pasti sangat senang melihat anaknya bahagia. Begitu juga saat anakku Andre menikahi pujaan hatinya. Selama pacaran Andre tidak banyak bicara padaku tentang calon istrinya. Andre hanya mengatakan wanita yang akan dipersunting memiliki paras cantik. 

Tentu saja aku senang, karena hal itu suatu kebanggaan. Apalagi dengan pekerjaan anakku yang seorang asisten pribadi di kantornya, tidak mungkin dia memiliki seorang istri yang jelek. 

Namun, setelah Andre menikah aku merasa kecewa. Tanpa ku ketahui ternyata istrinya adalah orang desa, tentu saja itu bertolak belakang dengan keinginanku. Walaupun cantik buat apa kalo dia datang dari desa, bisa jatuh harga diriku di mata tetangga dan temanku. 

Entah apa yang Andre harapkan dari istri kampungan itu. Setiap kutanya Andre hanya menjawab karena cinta, aku yang mendengarnya hanya bergidik dan tak mengerti jalan pikiran anak lelakiku satu-satunya itu. 

Andre juga yang merayu agar mereka menempati rumah kontrakan disebelah rumahku. Awalnya aku tak setuju, karena rumah kontrakan adalah hasil pemasukan ku selama ini. Memang selama ini Andre juga memberi aku uang dari gajinya, tapi aku juga ingin punya penghasilan sendiri. 

Suamiku sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu. Mulanya tanah yang kosong itu aku bangun rumah untuk dikontrak. Lumayan untuk menambah penghasilan karena saat itu Andre belum mendapatkan pekerjaan tetap. Berbekal tabungan almarhum suamiku, rumah kontrak itupun dibangun. 

Barulah jalan tahun kelima Andre mendapatkan pekerjaan sebagai asisten pribadi. Jadi saat itu aku sudah tenang, dari gaji Andre juga rumah lama di renovasi menjadi besar dan cantik. 

Setelah Andre menikah menempati rumah kontrakan itu, alhasil tidak ada pemasukan ku lagi. Aku juga iri Andre begitu sayang dan royal pada istrinya. Bagian ku yang semula banyak kini menjadi sedikit, aku pun semakin kesal. 

Sejujurnya aku ingin Andre tinggal bersamaku saja, tapi dengan alasan mandiri Andre ingin rumah sendiri. Aku menduga pasti istrinya yang menghasut Andre, sejak itulah aku mulai tidak menyukai menantuku itu. 

Sering melihat Andre memberikan uang yang banyak untuk istrinya membuatku cemburu. Aku ini ibunya kenapa tidak mendapat bagian yang sama. Mengapa Andre lebih mendahulukan istrinya daripada ibunya, perasaan itu terus berkecamuk dalam hatiku. 

Hingga karena sudah tak tahan pernah aku protes pada anak lelaki ku saat dia ada di rumahku. 

"Andre, apa kamu tidak terlalu banyak memberi uang pada istrimu?" kataku mulai melancarkan aksi. 

"Nggak Ma, kan memang sudah segitu jatah untuk Ratih," jawab Andre kaget kenapa Mamanya tanya seperti itu. 

"Ya, kan tapi kalian cuma berdua aja. Lima ratus itu udah banyak loh, Mama takut Ratih hanya bisa ngabisi uang kamu," ucapku sengaja kasihan. 

"Nggak apalah, Ma. Namanya udah hak istri Andre, terserah dia mau buat apa. Andre mencintainya dan kalo cara itu bisa buat Ratih bahagia, kenapa nggak Andre lakukan?" sahut Andre dengan mantap. 

Aku yang mendengar penuturan Andre menjadi geram, tidak berhasil untuk meyakinkannya. Ah, sudahlah aku pikirkan cara lain saja agar Andre tidak terlalu memanjakan istrinya. 

Saat terus uring-uringan, Rina anak perempuan yang tinggal satu rumah denganku memberiku ide yang bagus.  

"Ma, kenapa kok wajahnya sering cemberut?" tanya Rina kepo. 

"Mama sedang memikirkan cara tapi belum ketemu," jawabku manyun. 

"Emang untuk apa sih?" tanyanya belum mengerti. 

"Itu adikmu Andre, sejak menikah Mama dilupakan. Sebelum menikah Andre royal sama Mama, tapi sekarang Andre lebih memilih royal pada istrinya dibanding Mama. Apalagi semenjak rumah kontrakan mereka tempati, pemasukan Mama nggak ada lagi. Andre malah memberi istrinya uang yang banyak," sungut ku kesal. 

"Oh, ternyata masalah itu. Jadi rencana Mama bagaimana?" 

"Mama ingin Andre memberikan kita uang yang banyak daripada istrinya. Kemarin Mama sudah coba bilang pada Andre tapi adikmu itu keras kepala." 

"Gampang itu, Ma!" seru Rina. 

"Apa, coba kamu jelaskan pada Mama." 

"Ya bilang aja sama Andre, kita suka masakan istrinya dan biar Ratih aja yang masak untuk kita. Kasih alasan juga kalo kita nggak ada uang untuk belanja," bisik Ratih ditelinga ku. 

Seketika aku tersenyum kemudian tertawa, ternyata anak perempuan ku ini pintar. 

"Hahahaha ... Bagus juga idemu, Rin. Tapi kalo nanti Ratih protes sama Andre gimana?" tetiba aku menjadi khawatir lagi. 

"Ya kita lihat aja, Ma. Kalo Ratih tetap protes kita bisa jalankan rencana kedua," kata Rina bangga. 

"Apa rencana kedua itu?" 

Rina melongok kesana kemari untuk memastikan keadaan aman, takut bila Andre atau Ratih mendengar. Rina kemudian mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berbisik. 

"Kita bisa gosipi Ratih sama tetangga sini, Mama bilang aja kalo Ratih itu suka ngabisi dan menghamburkan uang Andre dengan banyak belanja barang yang nggak penting dan dia nggak mau masak buat kita," bisik Rina lirih.  

Aku mengangguk puas mendengar rencana itu, aku dan Rina tertawa senang. Semoga saja rencana itu berhasil, dengan begitu Andre akan lebih memihak Mamanya daripada istrinya. 

Esoknya ku mulai aksiku dengan bantuan Rina, saat Andre pamit kerja. 

"Ma, Andre berangkat kerja dulu ya!" kata Andre menyalami tanganku. 

"Nak, tunggu Mama mau bicara sebentar," ucapku mencegah langkah Andre. 

"Ada apa, Ma? Nanti Andre terlambat kerja," sahutnya. 

"Sebentar aja, nggak lama kok!" Aku membujuk Andre agar mau duduk. 

"Ya udah. Mama mau bicara apa?" 

"Kamu tau kan, rumah kontrakan itu pemasukan buat Mama. Tapi semenjak kalian tempati Mama udah nggak ada uang lagi. Jadi sebagai gantinya Mama ingin istri kamu yang masak buat Mama dan kakakmu," ujarku beralasan. 

"Iya Dre, apa kamu nggak kasihan sama Mama? Mama cuma minta masakin buat makan sehari-hari aja, lagian masakan Ratih enak jadi kami ketagihan," timpal Rina tiba-tiba keluar dari kamar. 

"Kalo soal itu Andre nggak masalah, Ratih pasti nggak keberatan juga. Masak banyak sekalian untuk makan kalian, oke aja," ucap Andre setuju. 

"Ya udah kalo gitu, cuma itu aja Nak. Makasih ya!" Aku pura-pura bersyukur 

"Ya, Ma. Kalo gitu Andre kerja dulu, assalamualaikum." 

"Wa'alaikumussalam," jawabku dan Rina serentak. 

"Yes, Ma. Rencana pertama kita berhasil, kita tunggu aja," kata Rina bersorak. Aku yang melihat Rina hanya tersenyum. 

Sorenya setelah Andre pulang kerja, aku dan Rina mencoba mengintip dan menguping di balik dinding. Awalnya terdengar nada protes dari Ratih, tapi Andre mencoba meyakinkan. 

Tatkala Ratih menyebut nama Rina, kulihat Rina merah padam wajahnya. Rina pasti kesal diperhitungkan oleh adik iparnya. Ya kuakui Rina memang jarang masak, selain malas Rina juga merasa sayang uangnya. 

Suami Rina jarang pulang, seminggu sekali disebabkan jarak yang jauh mesti bolak balik. Rina kasihan pada suaminya jadi menyuruh agar tidak usah sering pulang. Setiap pulang suami Rina membawa banyak oleh-oleh dan uang. 

Uang belanja lebih Rina belikan perhiasan, alasannya untuk simpanan kalo sewaktu-waktu diperlukan bisa dijual. Aku maklumi aja niatnya, yang penting Andre masih memberi kami makan. 

Kami berjingkrak senang saat mendengar akhirnya Ratih mau masak buat kami. Segera aku dan Rina kembali ke rumah sebelum ketahuan menguping. 

Rencana pertama berjalan lancar, Ratih mau masak buat kami. Selesai masak Ratih selalu memanggil kami. 

"Ma, Ratih udah siap masak. Apa mau Ratih anter lauknya?" katanya mendatangiku. 

"Nggak usah, Mama dan Rina makan di rumahmu aja. Nggak apa-apa kan?" tanyaku dengan merayu. 

Kami lebih senang makan di rumah Andre saja, karena tak perlu repot-repot cuci piring. Jadi rumahku selalu dalam keadaan bersih, ini juga rencana Rina. Anakku itu memang pintar, pantas saja Rina dapat membujuk suaminya agar memberi uang yang banyak dan memiliki perhiasan. 

"Baiklah, kalo gitu. Nanti kalo mau makan, Mama datang aja. Lauk sama nasi Ratih taruh di meja dapur," ujar Ratih sambil berlalu dan balik ke rumahnya. 

Selama beberapa bulan, Ratih tidak mengeluh lagi memasak buat kami. Namun, aku belum puas karena Andre masih royal. Hingga rencana kedua kulakukan, saat sedang duduk ngumpul bareng ibu-ibu tetangga mulailah aku membicarakan yang buruk tentang Ratih. 

Awalnya mereka tidak percaya, tapi aku coba meyakinkan mereka dengan pura-pura sedih dan menitikkan air mata. Mereka pun merasa kasihan dan mengatakan agar aku bersabar. 

Tidak menunggu waktu lama, kabar itu akhirnya mulai tersebar. Andre juga sudah tau dan selalu mengeluh padaku, mendapat kesempatan aku coba menghasut Andre hingga akhirnya Andre melakukan seperti yang ku minta. 

'Hahahaha ... Aku tertawa puas saat rencana ini berhasil, apalagi saat Andre sudah lebih royal padaku. Rasakan kamu Ratih!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
TRD Simulator Game
woiiii ceritanya kebanyakan POV nya. biasa aja atuh
goodnovel comment avatar
Hazreh Mandiri
biasanya kalo sudah prov2 begini, bakalan ceritanya di ulang2 deh, mana nanti beli koin mahal lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Pernikahan

    Hari Minggu pun tiba, dari pagi sudah sudah mulai terlihat kesibukan. Para tetangga yang rewang sudah banyak yang berdatangan, membantu memasak di dapur. Sedari malam aku luluran dan memakai inai, sengaja sebelum subuh aku mandi agar segar seharian saat menjadi pengantin. Walaupun sudah pernah menikah tapi perasaan gugup dan tegang itu masih ada. Perias pengantin yang mendandani aku juga tak makan waktu lama karena sudah profesional dan ahli. Hingga Mas Gun dan keluarga besar datang, dimulailah ijab qobul. Aku duduk di sebelah Mas Gun yang dipakaikan selendang putih di kepala. Dengan lancar Mas Gun mengucap ijab qobul, yang dijawab sah oleh penghulu dan hadirin. Acara berlanjut hingga temu pengantin sampai selesai lalu setelah duduk di pelaminan maka anggota perwiritan ibu-ibu yang mendapat giliran marhaban. Bunyi gendang yang ditabuh serta doa dan nyanyian pengantin mengiringi. "Tiara, kamu cantik sayang!" bisik Mas Gun setelah acara selesai. Kami berdua tinggal duduk saja meny

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Sebar undangan

    Akhirnya sampai juga di kampung, aku membangunkan Nova yang terlelap tidur. Aku tak bisa tidur sama sekali karena Mas Gun mengajak ngobrol dan tertawa. "Mas, kejadian penculikan ini jangan beritahu pada orang tuaku ya! Tiara nggak ingin mereka jadi khawatir," kataku sebelum turun dari mobil. Mas Gun mengangguk dan mengedipkan matanya. Nova juga sudah kuperingatkan, lalu turun membantu mengambil koper di bagasi. Ibu menyambut kedatangan kami dengan senyum. "Oh, udah sampai kamu Nak! Datangnya kok rame-rame gini?" "Iya, Bu! Tadi sebenarnya cuma Nova yang akan mengantar, tapi Mas Gun minta ikut, katanya kangen sama ibu. Iya kan, Mas!" ujarku terkekeh. Mas Gun gelagapan karena sandiwaraku lalu terpaksa mengangguk juga. Mas Gun pasti tak menyangka aku sampai berkata itu. "Ya udah, ayo masuk dulu. Kebetulan ibu udah siap masak, kita makan dulu. Kalian pasti udah lapar, kan !" ajak ibu. "Assiiaap, Bu!" kelakar Mas Gun. Kami semua tertawa melihatnya, Mas Gun pasti sudah ingin mencicip

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Penyelamatan

    "Jadi, kalian bersengkongkol untuk menculikku!" hardikku marah. "Andre, lepaskan aku! Apa kamu nggak takut ditangkap polisi, pikirkan ibumu," sergahku. "Hahahaha ... Kamu pikir Andre akan mendengarkanmu setelah apa yang kamu perbuat pada dirinya. Kamu sungguh licik, dasar wanita penggoda yang merampas kebahagiaan orang!" cemooh Mona mencibir sinis. "Merampas kebahagiaan siapa? Kebahagiaan kamu gitu? Cih, seharusnya kamu tau diri kalo Mas Gun nggak tertarik padamu sedikitpun. Dasar penguntit!" aku kembali mengejeknya. Plak! "Apa kamu bilang? Penguntit? Awalnya aku mengejar Gunawan dan akan mendapatkannya tapi kamu datang merusak semua usahaku. Jadi, kamu harus membayarnya," ucap Mona meninggi. Pipiku yang ditampar terasa sakit dan perih. Kulihat Andre cuma diam saja, aku celingukan mencari Nova. Kemana dia? Nova pasti di tempat lain. "Andre, mau kita apakan ini Ratih?" tanya Mona melirik Andre. Andre cuma diam memandangku, lalu memandang kedua kakiku yang sedikit terbuka hingga

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Diculik

    Hari pernikahan tinggal seminggu lagi, persiapan sudah delapan puluh persen. Tinggal menyebar undangan, untuk pesta di kampung memang tak banyak. Sekitar seribu undangan saja, karena kami pun tak banyak kenalan. Di kampung, ibu sudah menelepon memberitahukan persiapan pernikahan. Surat undangan sudah siap dicetak, tinggal menungguku datang untuk mengundang siapa saja. Ibu menyuruhku seminggu sebelum akad, sudah pulang. Aku pun mempersiapkan diri termasuk urusan restoran. Semua karyawan aku liburkan sehari pas pesta pernikahan. Mereka menyambut dengan gembira, setelah mendengar aku akan menikah. Mereka ingin menghadiri pernikahanku, aku bilang nanti saja saat pesta ke dua di gedung. Agar tidak terlalu jauh dari tempat tinggal, mereka pun menyetujuinya. Gegas aku masukkan baju ke koper, selama seminggu aku akan berada di kampung. Setelah seminggu pesta di kampung baru ngunduh temanten di gedung. Nova membantuku membawa koper, lalu memasukkan ke bagasi mobil. Sengaja meminta Nova ya

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Penguntit

    Mas Gun kembali mengajak ke Mall, membeli barang untuk hantaran nanti. Kali ini aku yang memilih karena aku yang tau ukurannya, seperti mukena set, sepatu, sampai BH dan CD hingga saat aku mengangkatnya Mas Gun memalingkan wajah karena malu. Aku pun tertawa terbahak-bahak. "Oh iya, Mas gimana ranjang dan lemari apa udah disiapkan juga?" tanyaku kepo. "Sudah disiapkan Mama jauh-jauh hari, udah ada di rumah. Apa Tiara mau melihat ke rumah?" tanya Mas Gun. "Boleh, Mas! Tiara juga ingin tau kan blom pernah ke rumah Mas, sekalian ketemu Mama Laras," jawabku. Tentu saja ke rumah Mas Gun juga bagus, barang-barang yang dibeli tadi juga di taruh di rumah Mas Gun dulu. Di bungkus yang cantik untuk hantaran nanti. Setibanya di depan gerbang rumah, lagi-lagi aku melongo. Ini kan bukan rumah tapi istana, indah dan besar. Bahkan halaman yang begitu luas membuat mobil agak masuk ke dalam lagi. Mas Gun memencet mobil, terlihat satpam tergopoh-gopoh membuka gerbang. Mas Gun melajukan mobilnya ma

  • Suami Pelit Melarat Saat Kutinggalkan   Membeli cincin

    Hari pernikahan dengan Mas Gun semakin dekat. Rencana setelah sidang cerai selesai, dalam dua minggu Mas Gun akan melamarku. Masa iddahku juga sudah selesai, kusambut dengan bahagia hari yang akan membawaku menuju pelaminan. Ibu sudah balik kampung duluan untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan aku masih di restoran mengurus segala tetebengeknya. Sesuai musyawarah, pesta pernikahan akan diadakan dua kali. Pertama di kampung dan kedua di gedung. Siang itu Mas Gun datang, seperti biasa akan makan siang. Kali ini dia datang sendiri, sekalian membicarakan pernikahan kami. "Tiara, Mas sungguh senang saat mendengar ceritamu tentang sidang itu. Apalagi Mama udah nggak sabar melihat kita menikah," kata Mas Gun cekikan. "Alhamdulillah, Mas! Sidang berjalan lancar. Gimana persiapan pernikahan kita Mas?" tanyaku menatap pria tampan di depanku. "Untuk mahar, Tiara mau yang mana? Oh iya siap makan kita akan mencari cincin nikah dulu, kamu mau kan?" "Baik, Mas! Kalo gitu Tiara siap-siap dul

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status