Hari ini badan Naira hangat, aku coba meminumkan Paracetamol berharap keadaan dia membaik, namun dia tetap saja terus-terusan rewel."Bang Noval, tolong Citra hari ini saja jualkan empek-empek! Naira hangat dan rewel, sedangkan aku sudah terlanjur membuat empek-empek sebanyak ini! pintaku pada suamiku."Ogah ah, yang benar saja masa Abang yang berkeliling. Malu Abang dek!" jawab suamiku sambil memainkan ponselnya."Tapi bang, dagangan sebanyak ini takan mau dibuang?" aku mengelus dada melihat suamiku yang tidak mau tolak angsur langsung."Adek pergi saja berjualan, biar Abang yang akan urus Naira." ucap bang Noval masih tetap memainkan ponselnya. Aku kurang yakin suamiku akan mengurus Naira yang sedang sakit, tapi tidak ada pilihan lain. Aku harus tetap berjualan menjual empek-empek yang sudah terlanjur ku masak.Setelah pulang berkeliling aku melihat sebuah mobil mewah berwarna merah terpakir di depan rumah, kudengar juga suara kedua anak kembar ku yang menangis bersahut-sahutan seca
Pov NitaHari ini aku berhasil membuat suasana hati sahabat ku buruk, Sahabat? entah sebutan apa yang harus aku berikan padanya. Setahun dulu kita begitu dekat, tapi dia berpura-pura tidak tau siapa pujaan hatiku sebenarnya. Dia memiliki semuanya, wajah yang cantik, otak yang pintar, hingga begitu banyak mata yang mengemis perhatiannya.Ratu lebah, itu panggilan Citra saat SMA. Kesempurnaan fisik yang ia miliki cukup membuat para gadis iri, termasuk aku. Tapi aku terus berada disampingnya dalam suka dan duka mengabaikan rasa iriku yang makin hari makin bertambah. Hingga pada akhirnya aku berjanji akan menghancurkannya, ketika pujaan hatiku mulai mendekati dan menyatakan cinta padanya.Aku begitu hancur dan terus-terusan berpura-pura baik-baik saja di depannya. Segala amarah ku luapkan secara anggun. Pertama kusembunyikan buku PR nya, lalu kucuri uang kas kelas di tasnya sampai dia di paksa mundur menjadi bendahara oleh anak-anak dikelas. Dan masih banyak kejahatan lain yang Citra tida
Pov Citra"Ayah!""Ayah!"Aku terus memanggil Ayahku, kusandarkan tubuhnya di atas pangkuanku. Tangis Naira dan Naura tak lagi kuhiraukan, apalagi jeritan wanita sund*l yang telah tidur bersama suamiku diatas ranjangku melihat pisau menancap diperut pacar haramnya itu. Keributan membuat para tetangga datang, sebagian mengamankan putri kembarku yang tengah menangis bersahutan, sebagian menggotong suamiku yang berlumur darah untuk membawanya ke rumah sakit terdekat dan sebagian lagi menenangkanku yang tengah menangis histeris memangku tubuh ayahku yang pelan-pelan menjadi kaku."Sabar Cit, biarkan Ayahmu tenang." suara Bu RT tak kuhiraukan, aku belum siap kehilangan ayahku, aku belum siap menerima kenyataan pahit ini. Aku terus menangis dan menjerit memanggil Ayahku."Ayah...!""Ayah...!""Ibu, kenapa kakek? hikz...hikz...!" tangis Zahra yang bingung melihat kakeknya terbaring kaku dipangkuanku pecah. Aku mengusap air mataku, lalu kutenangkan Zahra yang terus menangis dan memeluk tubuh
"Kamu sudah siap Mbak?" tanya Irish sambil mengeluarkan motor matik nya keluar rumah."Ya, aku sudah siap." jawabku sambil berjalan menghampirinya."Apa kamu tidak mau membawakan sesuatu untuk anak-anakmu?""Tidak, karena aku hanya ingin melihat mereka dari kejauhan. Aku hanya ingin memastikan mereka baik-baik saja!""Kalau begitu naiklah." perintah Irish, aku segera membonceng motornya, perjalanan menuju ke rumah mertuaku hanya memerlukan waktu 30menit dari rumahku Aku turun di gang masuk menuju rumah mertuaku, lalu aku berjalan dan bersembunyi di balik pohon depan rumah mertuaku. Air mataku mengalir dengan derasnya melihat bayi kembarku merangkak mengejar kucing di halaman depan, ayah mertuaku sangat telaten mengikutinya di tambah Zahra yang benar-benar terampil menjaga adik-adiknya."Ibu!" aku terkejut dan segera mengusap air mataku, ternyata Zahra menyadari keberadaanku dari kejauhan. Aku tidak ingin dia lebih bersedih menyadari kehadiranku yang hanya sebentar, aku terus berlari
Keesokan paginya"Bangun Mbak, kamu harus lari pagi!" Jam masih menunjukan pukul 04.00 pagi tapi Irish terus membangunkanku."Ayolah Mbak, kamu harus semangat!" Irish terus menarik tanganku, dalam kondisi mata yang belum mampu ku buka."Kalau kamu malas begini kamu tidak akan bisa kurus, Mbak!" ucap Irish tak menyerah membangunkanku. Pelan aku membuka mata, dia terkejut melihatku setelah aku terbangun."Matamu sembab, kau menangis lagi semalam?" tanya Irish yang mendapatiku masih belum baik-baik saja."Aku baru tertidur 2jam yang lalu, aku rindu tawa anak-anak, dan aku rindu senyuman Ayah." ceritaku dengan raut wajah sedih."Aku yakin Ayahmu sedih jika melihatmu seperti ini terus Mbak. Sekarang kamu bangun dan bersihkan diri dulu baru setelah itu solat. Doakan Ayahmu dan anak-anakmu agar hatimu lebih tenang. Setelah itu baru kita lari pagi, Ok?"Aku tersenyum dengan mata sembab yang mulai pudar, meskipun aku tidak yakin dengan usahaku untuk berubah, tapi demi Irish aku ikuti semua nas
POV AuthorSetahun memudian... Dreettt..dreeettt..Citra membiarkan ponselnya terus bergetar, sorot kebencian jelas masih tersimpan di matanya pada makhluk yang sedang menghubunginya via telepon.Tring...Sebuah pesan masuk, ia ragu untuk membuka pesan dari mantan suaminya itu. Ponsel bergetar kembali dan kali ini ia memberanikan diri mengangkat panggilan dari duda nya itu."[Hallo!]" Citra mulai membuka obrolan."[Hei banteng betina, jual mahal sekali kamu sekarang ya! Aku menelpon bukan karena ingin tau kabarmu, melainkan karena Zahra terus merengek memintaku untuk mengajakmu mengambil raportnya besok!"] Citra hanya bisa mengelus dadanya mendengar Noval terus berbicara tanpa tata krama dan itu membuat Noval makin angkuh."[Hey Citra, apa lemakmu kini ikut menyumbat telingamu? kau dengarkan apa yang aku katakan?]"Tuttt..tuttt...!Citra memutuskan panggilan telepon tanpa menjawab ucapan tidak sopan dudanya tersebut. Ia akan datang kesekolah Zahra, itu semua demi Zahra tanpa harus me
Pov Citra"Masuklah, jangan ragu untuk menelpon ku jika ada masalah. Aku titip Zahra sementara disini!" ucap Noval setelah sampai di halaman rumahku saat mengantarkanku pulang. Aku hanya membalas dengan senyuman kecil itupun kulakukan dengan terpaksa. Setelah apa yang terjadi padaku, aku sangat jijik untuk mengingatnya, dan kini semakin ingin muntah melihat sikapnya yang tiba-tiba baik. Hanya demi Zahra, aku berpura-pura baik padanya.Setelah masuk dalam rumah, Zahra sangat senang. Boneka kesayangannya yang sudah berdebu tersimpan dilemari kini tak habis-habis ia peluki. Sesaat setelah kepulangan kami, Irish datang terkejut melihat Zahra ada bersamaku. Dia ikut pulang, rindu dengan keluarga pamannya yang merawatnya dari kecil katanya."Zahra cantik, tante kangen sama kamu!" Irish memeluk Zahra lalu menggendongnya. Zahra pun tertawa senang bertemu dengan Irish."Gimana kabarmu sayang, kamu pasti senang kan punya 2 ibu sekarang?" ucap Irish meledek Zahra sambil menurunkan Zahra dari gen
Pov CitraSejak kematian mantan ibu mertuaku sifat Noval menjadi-jadi. Setelah di pecat oleh Bu Lydia, aku memilih pulang lebih dulu ke rumahku. Tak sangka saat aku baru sampai rumah aku mendengar kabar kematian ibu mertuaku.Seminggu di rumah, aku kembali ke kota. Kembali dengan bantuan majikan orangtua Irish aku mendapatkan pekerjaan di sebuah restoran. Aku senang kerja di sini karena aku merasa pengeluaranku sedikit hemat. Karena aku tak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membeli makanan saat bekerja."Aku tak kerja Cit, makanya aku cuma bergantung sama kamu!" pesan Noval sebelum aku kembali bekerja."Kenapa kamu malah keluar, kalau semua kebutuhan kamu minta sama aku, aku juga merasa keberatan." balasku saat itu."Sikembar gak ada yang jaga, kasian ayahku menjaganya sendirian." itu alasan ampuhnya yang membuatku terpaksa memberinya hampir semua gajiku padanya. Kebiasaan lamanya kumat dan sungguh aku merasa kembali terbebani saat ini."Cit, ayahku akan pergi ke rumah saudara bebera