Home / Romansa / Suami Pengawal Nona Muda / Bab 4. Keluar Rumah

Share

Bab 4. Keluar Rumah

last update Last Updated: 2024-02-06 11:54:28

Pagi ini Gemi resmi meninggalkan rumah orang tuanya. Namun tidak satu pun dari ibu atau ayahnya menunjukkan raut kesedihan.

“Saya akan sering-sering mengabari Ayah untuk memberitahu keadaan di sana.” Gemi memaksa diri untuk tersenyum, meski hatinya hancur.

Ayah membalas dengan anggukan singkat, lalu meremas tangan Gemi seolah memberinya kekuatan. Lewat reaksi tersebut, gadis itu tahu bahwa Ayah sebetulnya peduli, akan tetapi sifat tegas dan kerasnya selalu menang.

Saat Gemi berpaling pada ibu tirinya, dia malah mendapat tatapan sinis.

“Bu,” Gemi berkata hati-hati. “Sampai nanti. Saya akan—”

“Ibu ingin kamu menjalani tugas seorang istri dengan baik. Tidak perlu mengkhawatirkan keadaan rumah, karena kami pasti akan baik-baik saja tanpamu.”

Kalimat itu membuat Gemi tersinggung. Dia tahu Ibu sengaja mengatakan hal tersebut—makna lain jika kehadirannya tidak dirindukan di rumah ini.

Jengkel dengan sikap ibunya yang angkuh, Gemi pun membalas dengan usil, “Tentu. Saya akan melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Omong-omong di mana Tiara? Seharusnya adik satu itu mengantar kepergian kakaknya, bukan?”

“Tiara sedang belajar untuk mempersiapkan dirinya menjadi pewaris bisnis keluarga. Sejak pagi tadi dia pergi meninjau beberapa lokasi restoran cabang bersama asistennya.”

“Oh…” Gemi merasakan dadanya bergejolak dengki, tetapi dia tetap tersenyum kecil. “Mengingat sifatnya yang sembrono dan ceroboh dalam menyelesaikan perkara, saya harap kali ini dia tidak membuat kacau bisnis kita.”

Ibu merapatkan rahang, memandang Gemi seolah-olah gadis itu adalah serangga kecil di bawah sepatunya. “Tiara adalah anak yang cerdas dan bermoral. Dia tidak akan melakukan hal menjijikkan yang membuatnya harus dinikahkan paksa dengan pengawalnya sendiri.”

Sialan. Kalimat itu membuat Gemi bungkam. Dia menatap sang ibu dengan level kemarahan yang bisa membuatnya meledak sewaktu-waktu. Karena tidak mau membuat perkara besar, akhirnya Gemi memutuskan mengalah dan mundur dari serambi rumah.

Sekali lagi dia menunduk kepada kedua orang tuanya sambil tersenyum.

"Terima kasih karena sudah membesarkan saya dengan baik,” kata Gemi dengan sopan, lalu atensinya mendarat pada ibu tirinya. “Kepergian saya pasti menjadi lompatan kemenangan bagi para tikus selokan yang ingin menguasai harta dan bisnis keluarga.”

“Gemi!” Ibu tiba-tiba mendelik sambil mendesis. “Bicara apa kamu?”

“Oh, maaf. Apa saya menyinggung seseorang?”

Gemi menatap sang ibu dengan raut pura-pura lugu, sementara wanita itu hanya mengepalkan tangan sambil mengambil napas dalam-dalam. Kentara tidak ingin terlihat mencurigakan.

Sementara Ayah terbatuk kecil, entah itu batuk palsu untuk menyembunyikan keberpihakannya atau hanya untuk meredam suasana.

Yakin tidak ada lagi yang perlu dibahas, Gemi pun tersenyum lebar, lalu berputar pergi. Dia membiarkan Nakula berpamitan sendiri kepada orangtuanya, sementara dirinya masuk mobil dan duduk manis di sebelah sopir.

***

Perjalanan menuju rumah Nakula memakan waktu sekitar satu setengah jam. Sepanjang perjalanan, Gemi membeku diam. Gadis itu bahkan tidak bereaksi sedikit pun ketika Nakula menawarinya snack atau minuman.

Nakula mulanya menuruti kemauan Gemi yang tidak ingin bicara, tetapi akhirnya dia tidak tahan lagi. “Kesal berlarut-larut hanya akan membuat Anda stress.”

Gemi menatap wajah pria itu dengan sengit. “Kata-katamu mengingatkanku dengan orang yang kubenci.”

Akhirnya gadis ini mau merespons. “Siapa?”

“Adikku yang sok,” kata Gemi. “Makhluk picik yang melakukan segala cara demi bisa melihatku keluar dari rumah ini. Si tikus selokan.”

Nakula mendengkus kemudian tertawa, dan Gemi menjadi sebal. “Kenapa tertawa?”

"Tikus selokan. Julukan yang lucu.”

“Ibu tiriku dan anaknya memang pantas disebut seperti itu. Mereka diam-diam selalu membuat kekacauan. Dan omong-omong….” Gemi menatap Nakula seolah ingin meminta pembelaan. “Aku yakin dalang di balik jebakan hotel itu ada sangkut pautnya dengan ibuku dan Tiara. Kita harus melakukan segala cara untuk membuat mereka berdua mengaku!.”

"Anda boleh berasumsi seperti itu, tapi jangan terlalu termakan dengan ego. Sebab bila tuduhan itu tidak terbukti, Anda hanya akan mempermalukan diri sendiri,” kata Nakula.

Gemi menyipitkan mata. “Sepertinya kamu membela adik dan ibuku.”

“Saya tidak membela, saya hanya ingin Anda tidak buru-buru. Kebencian yang terlalu dalam pada salah satu pihak hanya akan mengaburkan penyelidikan yang seharusnya bisa diperiksa secara objektif,” ujarnya dengan tenang. Pria itu kemudian menatap Gemi yang berada di sisinya. “Kalau Anda mau mencari pelaku sebenarnya, Anda tidak boleh begitu saja menyalahkan orang dan menyingkirkan kemungkinan serta bukti mencurigakan lain yang muncul.”

“Kalau begitu kamu mau aku membuka mata lebar-lebar untuk menyelidiki bukti satu per satu?”

“Benar.”

“Memang buktinya sudah ada?” tanya Gemi lagi.

“Saya sedang mengumpulkannya,” kata Nakula, lalu menatap Gemi dengan sorot mata khasnya. “Saya sudah berjanji untuk mengungkap semua fitnah ini.”

Gemi melipat tangannya di depan dada dan menatap Nakula dengan pandangan menilai.

Pria ini tidak sebodoh dugaannya. Nakula terlalu lihai dan kalem dalam melihat sebuah ancaman. Padahal dirinya baru saja dipecat jadi pengawal dan menjadi pengangguran, belum lagi sekarang dia menjadi suami sah Gemi dan harus menampung gadis itu di dalam rumahnya.

Bagaimana mungkin Nakula bisa setenang ini menghadapi desakan ekonomi dan status yang tiba-tiba anjlok?

“Rupanya kamu cukup bisa diandalkan,” lirih Gemi sambil melengos dari wajah Nakula, merasa malu dengan kata-katanya. Sejak kapan seorang Gemi Maharani Seta terus terang dalam mengekspresikan kekagumannya?

“Ya, Nona? Anda bilang apa?” Nakula menatap Gemi.

“Kamu cerewet, dasar pengawal sialan!” Gemi menggerutu kesal. Tiba-tiba saja pipinya panas dan dia ingin segera sampai rumah barunya. “Cepat bawa mobilnya lebih kencang! Aku sudah capek duduk di dalam sini terus!” keluhnya pada Nakula yang tengah mengemudi.

“Baik, Nona.”

Beberapa saat, suasana mobil kembali tenang. Namun, tidak berlangsung lama sebab Gemi kembali menegaskan sesuatu pada Nakula.

“Nakula… pokoknya jangan lepas tangan dari kasus ini!” peringatnya tegas pada sang pengawal. “Masa depan kasus ini adalah masa depanku juga. Kalau sampai pelakunya tidak tertangkap, aku benar-benar akan kehilangan seluruh harta dan juga keluargaku.”

“Saya janji,” kata Nakula.

"Aku akan memukulmu sampai babak belur kalau kamu nggak bisa menepatinya."

Nakula memandangi Gemi sebentar, lalu tersenyum tipis. Namun saat Gemi menoleh kepadanya, senyum itu langsung hilang, tergantikan dengan perangai datarnya yang biasa.

Mobil mereka berbelok di sebuah kawasan elite yang tidak pernah Gemi masuki sebelumnya. Terdapat hamparan taman hijau yang luas di kanan dan kirinya, serta jalan setapak yang mulus dan begitu sepi.

"Hei, Nakula," Gemi menatap pengawalnya dengan curiga. "Kenapa kamu membawaku ke sini? Kamu mau mengajakku bekerja di tempat majikanmu yang baru, hah?"

Nakula masih sibuk menyetir, dan Gemi semakin dongkol. "Kamu dengar aku atau enggak? Aku enggak akan sudi menurunkan derajatku menjadi pembantu! Lebih baik kita cari apartemen sederhana dan—"

Kata-kata Gemi terpotong karena Nakula menghentikan mobilnya. Pria itu berpaling kepada Gemi dan tersenyum tipis.

"Selamat datang di rumah saya, Nona."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Pengawal Nona Muda   Bab 61. Dua Musuh Sebenarnya

    “Nakula, kamu sudah bangun?” Gemi baru saja masuk ke ruang rawat dan terkejut saat melihat Nakula tengah menggeledah laci nakas. Pria itu terlihat gelisah. Gemi mendekap tasnya dengan baik di pundak. “Ya, saya bangun dan kamu tidak ada di mana pun,” kata Nakula, kemudian dia menatap Gemi lebih lama daripada biasanya. “Gemi, kamu mengambil amplop cokelat yang dikirim oleh Dirga untukku?” “Itu….” Gemi tidak punya alasan untuk mengelak. Jadi, dia mengakuinya. “Betul, aku yang mengambilnya.” “Kamu membacanya?” Gemi mengangguk. Nakula menarik napas dalam-dalam seolah menahan frustrasi. “Kenapa, Gemi? Kamu berjanji pada saya tidak akan menyentuh amplop itu. Sekarang kamu melanggar kesepakatannya? Apa yang mau coba kamu temukan?” “Nakula, dengar, aku sudah tahu siapa yang menjebak kita di kamar hotel saat itu.” Gemi mengalihkan pembicaraan dengan cepat. Nakula mengernyitkan kening. “Hah, siapa menurutmu?” “Ayahku sudah mengakui perbuatannya.” Kemudian Gemi menceritaka

  • Suami Pengawal Nona Muda   Bab 60. Semuanya Terungkap

    Pagi pukul 09.39. Setelah memastikan Nakula meminum obatnya dan tidur, Gemi menyelinap keluar dari kamar rawat diam-diam, menuju kantin rumah sakit yang masih sepi. Kemarin, mulanya Gemi meminta sang ayah untuk bertemu di yayasan tempatnya bekerja, tetapi Gemi sadar tempat itu kurang baik. Ada banyak mata-mata Nakula di sana, dan Gemi tidak mau mereka memberitahu kepada Nakula tentang pertemuan rahasia ini. Jadi, Gemi mengganti tempat pertemuannya di kantin rumah sakit. Dia menengok jam di layar ponsel, terpikir akan menelepon saja ayahnya, ketika mendadak terdengar bunyi langkah mendekat. Saat Gemi mendongak, wajah sang ayah menyambutnya. “Ayah?”“Gemi, rindu sekali Ayah padamu, Nak.” Ayahnya langsung memeluk Gemi erat. Gemi merasa kikuk dan kaku. Sudah bertahun-tahun dia tidak merasakan dekapan dari sang ayah. Wanita itu tentu rindu, tetapi di saat bersamaan juga sedih dan bingung. Mengapa sang ayah tiba-tiba berubah menjadi baik? Apa yang dia sembunyikan? “Langsung saja, Ayah

  • Suami Pengawal Nona Muda   Bab 59. Kupu-Kupu Lilith

    Sudah berlalu bertahun-tahun sejak Gemi terakhir mendengar ayahnya meminta maaf. Malam itu, pengakuan tulus sang ayah membuat Gemi diserang rasa rindu bertubi. Sebenarnya apa yang terjadi selama ini? Pada waktu Gemi terperangkap tidur di hotel bersama Nakula, ayahnya marah besar sehingga mengusir Gemi dari rumah. Gemi pikir sejak saat itu ayahnya tidak memedulikannya lagi. Tapi sekarang? Mengapa sang ayah kembali baik kepadanya? Ah, sudahkah. Jangan berpikir berat dulu, Gemi meyakinkan diri. Kemudian dia beralih pada sesuatu yang hendak diselidikinya. Di hadapan Gemi, terpampang sebuah layar komputer yang sedang menyala. Beberapa menit lalu Gemi akhirnya kembali ke rumah Nakula untuk memeriksa sendiri laporan barang bukti dari Dirga. Setelah segalanya siap, Gemi memasukkan kepala USB pada port yang kosong, kemudian mendapati jendela baru berkedip di layar. Ketika dibuka, isinya adalah folder-folder berisi foto. Jantung Gemi berdegup kencang. Sekarang sudah tidak ada jalan kembali.

  • Suami Pengawal Nona Muda   Bab 58. Panggilan Dari Ayah

    Pukul 20.12. Gemi duduk di sofa kamar rawat Nakula sambil menatap suaminya yang sudah tertidur setelah meminum obat. Dengan gerakan pelan, Gemi merogoh sesuatu di tasnya untuk mengeluarkan amplop berisi foto-foto pemberian pria dengan luka di wajah kemarin. Wanita itu kembali menatap selembar foto yang menunjukkan interaksi antara Dirga dan Rajendra. Sejak kemarin, benaknya gatal untuk memberitahu Nakula, tetapi dia selalu menahan diri, setidaknya sampai suaminya itu sembuh. Dilingkupi penasaran yang semakin meradang, Gemi teringat dengan amplop cokelat berisi laporan penyelidikan Dirga, yang tadi pagi dia berikan kepada Nakula. Gemi sudah bilang pada Nakula bahwa dia tidak akan menyentuh amplop itu, tetapi… hatinya tetap tidak tenang. Bagaimana bila di amplop itu, Dirga menyembunyikan sesuatu yang penting? Menelan ludah gugup, Gemi berdiri dari sofa dan perlahan-lahan menghampiri nakas di dekat ranjang. Nakula masih tertidur pulas, jadi Gemi menarik lacinya hingga terbuka, mengore

  • Suami Pengawal Nona Muda   Bab 57. Ciuman Tulus

    “Nakula, gimana perasaaanmu?” Gemi bertanya pelan ketika Nakula akhirnya terbangun pagi itu. Masih tampak pucat, dan linglung. Sang abang berdiri di belakangnya tanpa mengatakan apa-apa. “Gemi,” Nakula menyentuh tangan Gemi yang tertangkup di pipinya. “Kamu nggak luka, kan?”“Harusnya kamu tanya itu ke dirimu sendiri.” Gemi tersenyum lemah. “Aku baik-baik aja. Kamu menyelamatkanku lagi kemarin.”“Apa pria itu sudah tertangkap?” Mendadak Nakula mendorong tubuhnya bangkit. Rasa sakit menusuk di perutnya, membuatnya buta sejenak. Gemi membujuk agar Nakula tetap berbaring, sehingga pria itu menurutinya. “Belum,” Gemi menggeleng. “Tapi kamu nggak usah memikirkan hal itu untuk sementara waktu ini. Fokus dulu untuk kesembuhanmu.”“Mas Dirga?” Nakula menatap abangnya yang berdiri dengan wajah datar. “Mas juga di sini?”“Mana mungkin aku nggak menjenguk adikku yang sedang terluka?” “Ayah tahu?” Dirga terdiam sebentar. “Belum. Beliau juga masih dalam perawatan. Kalau tahu kamu terluka juga

  • Suami Pengawal Nona Muda   Bab 56. Amarah Sang Abang

    Hawa rumah sakit terasa padat oleh kesedihan. Gemi sedang menangis di ruang tunggu pasien ketika tiba-tiba suara isakannya tersela oleh bunyi langkah kaki buru-buru dari ujung lorong. Bu Uswita datang bersama salah satu utusan dari yayasan, dengan raut berduka. Begitu melihat Gemi yang sedang meringkuk di petak kursi, dia segera berlutut lalu memeluk wanita itu dengan erat, sambil menepuk-nepuk punggungnya untuk menenangkan. Gemi bercerita kepada Bu Uswita kejadian yang dia alami barusan. Tidak semua, hanya sebagian yang terasa penting untuk diberitahu. Gemi tidak bercerita mengenai rahasia apa yang selama ini digenggam oleh keluarganya sendiri dan juga Nakula, sebab dia takut kejujurannya akan membuat seluruh situasi kacau balau. “Mas Nakula masih ada di ruang operasi? Dokter bilang apa tadi?” Bu Uswita bertanya pelan-pelan. Gemi memberitahu secara singkat bahwa perut Nakula robek cukup dalam sehingga harus menjalani operasi penjahitan organ. Belum ada laporan lebih lanjut mengena

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status