Share

Bab 8. Ancaman Kematian

Situasi sungguh tidak terkendali. Setelah seorang pelayan mengadukan penemuan mayat kepada Nakula, pria itu mendesak maju ke dapur untuk membuktikan kesaksian itu. 

Nakula menyalip beberapa pelayan yang berdiri di dekat konter dapur, lalu menatap lantai di bawah wastafel cuci, tempat seorang pelayan perempuan muda terbujur lemas di antara kepingan piring yang pecah dan makanan yang tumpah. Kulit pelayan itu telah berubah menjadi kebiruan, dan muncul busa dari sudut mulutnya. Matanya membelalak ngeri seolah dia meregang nyawa dalam keadaan tersiksa luar biasa. 

Gemi menjerit syok. Tubuhnya gemetar sementara dia melihat Nakula berlutut di samping sang pelayan untuk memeriksa laju napas dan denyut nadinya. 

“Dia sudah tewas,” kata Nakula, seketika mengundang sentakan kehebohan dan jerit mendalam dari semua orang yang berdiri di sekitarnya. 

Diselingi rasa takut dan bingung, Gemi menghadap para pelayan lain dan berkata, “Gimana ceritanya dia bisa meninggal?”

“Saya yang pertama menemukannya,” kata seorang pelayan yang tiba-tiba menyeruak maju dari kerumunan. “Sebelumnya saya sempat mengobrol dengannya. Katanya dia harus mengantarkan kudapan ke kamar Nona Gemi. Lalu saya bilang kalau Nona Gemi tidak mau menerima kudapan. Dia bertanya apa dirinya boleh memakan kudapan yang sudah terlanjur disiapkan, lalu saya … saya membolehkannya.”

Pelayan itu menutupi wajahnya sambil menangis terisak-isak, seolah merasa menyesal. 

Gemi menatap Nakula yang sudah kembali berdiri di hadapannya. “Sepertinya dia diracun. Kulitnya membiru dan mulutnya berbusa. Kemungkinan dia tewas karena memakan kudapan yang sebetulnya hendak diberikan untuk Anda.”

Semua pelayan menatap Gemi dengan ngeri, sementara gadis itu merasakan tangannya mengepal tegang. “Maksudnya… korban sesungguhnya adalah aku?”

“Bisa jadi.” Lalu Nakula menatap seluruh pelayan yang berkumpul di sekitar. “Katakan dengan jujur, siapa yang merencanakan semua ini?”

Semua orang diam. Gemi berkata lirih, “Sudahlah, enggak ada yang namanya maling mengaku.”

Pak Janu tiba-tiba muncul sambil membawa ponsel. Rautnya pias dan gelisah. “Tuan dan Nyonya, mohon lebih bersabar atas insiden ini. Saya akan mengumpulkan semua pelayan dan menginterogasi mereka satu per satu. Kalau pelakunya ada di antara mereka, saya tidak akan membiarkannya lepas.”

“Saya menyerah Anda bagian itu,” kata Nakula, kemudian menghadap para pelayan. “Pastikan kalian mengurus jenazahnya dengan benar. Hubungi rumah sakit yayasan dan pihak keluarganya. Aku akan bertanggung jawab atas semua kerugian yang ditimbulkan.”

“Baik, Tuan.” Semua orang menunduk kendati masih menampakkan wajah resah. 

Nakula menunduk pada Gemi. “Ikut aku.”

Gemi tidak berkata apa-apa dan membuntuti Nakula di belakangnya. Mereka keluar dari dapur dan menyusuri lorong, menaiki tangga, dan pergi ke sebuah ruangan yang tidak pernah dilihat Gemi sebelum ini. Sepertinya ini adalah ruang kerja, dilihat dari perabotannya. Nakula menutup semua jendela di ruangan setelah sebelumnya mengintip keluar untuk memastikan sesuatu. Kemudian dia berpaling pada Gemi. 

“Sudah terjadi,” katanya. 

Gemi mengerutkan kening. “Ini jebakan yang kamu maksud, kan?”

“Ya. Mereka rupanya tidak mau mengulur waktu untuk melakukan kejahatan berikutnya.” Nakula melipat kedua tangannya di dada dan menatap Gemi lurus-lurus. Sorot matanya yang biasanya kalem kini terasa waspada dan mencekam. “Nona, mulai besok semua makanan yang masuk ke meja akan diperiksa terlebih dahulu. Anda tidak usah khawatir tentang kejadian ini.”

“Enggak usah khawatir, katamu? Nyawa satu orang sudah jatuh!” Gemi tiba-tiba merasa marah dan langsung menuding wajah Nakula dengan telunjuknya. “Ini bukan soal aku aja, Nakula. Salah satu pelayanmu meninggal karena ulah kriminal itu! Kita seharusnya melaporkan hal ini ke polisi dan menyelidikinya!”

“Anda tidak tahu bagaimana lingkungan kami bekerja,” kata Nakula, datar. “Andai saja pelakunya adalah orang biasa yang bisa tertangkap bila mengandalkan penyelidikan polisi, sejak awal saya sudah menangkapnya duluan. Tapi ini bukan sesuatu yang mudah dilacak. Rumah saya memiliki jaringan pengaman dan dijaga oleh ratusan orang berpengalaman dari luar dan dari dalam sistem. Kebobolan yang seperti ini hanya bisa dilakukan oleh tim yang ahli dan prestisius.”

Gemi terdiam sebentar. “Maksudmu… pelaku yang membunuh pelayan tadi bukan hanya satu orang?”

“Ya.” Nakula mengangguk, lalu melangkah mendekati Gemi. “Mereka pasti tergabung dalam sindikat pembunuhan terencana. Bila kita menghubungkan kasus ini dengan insiden pertama dimana kita terjebak di kamar hotel, maka pelakunya pasti memiliki niat sama untuk menyingkirkanmu dari sini.”

Gemi kewalahan menahan informasi ini. Tiba-tiba saja dia merasa pening dan hendak jatuh. Nakula cepat-cepat menahan Gemi sebelum gadis itu luruh ke lantai. 

“Anda tidak apa-apa?” tanga Nakula khawatir. 

“Ini artinya nyawaku terancam setiap waktu,” Gemi menyuarakan hal itu dengan nada gemetar. Dia merasakan napasnya terpotong-potong dan air mata merebak di matanya. “Apa bahkan aku bisa tidur tenang? Gimana kalau pembunuh itu datang menyelinap ke kamarku dan membunuhku dalam tidur?”

Nakula tiba-tiba mendekap Gemi dan menenangkan gadis itu dalam pelukannya. Dia mengusap punggung sempit Gemi dengan lembut. “Nona, tidak usah khawatir. Saya akan menjaga Anda.”

“Aku enggak mau mati, Nakula.” Gemi menguburkan wajahnya pada dada Nakula dan menangis. Kepalanya penuh dengan bayang-bayang kematian sang pelayan; tubuhnya yang membiru, busa yang keluar dari mulut, dan mata yang membelalak kosong. Bagaimana bila Gemi berada di posisi itu? Bagaimana bila Gemi-lah yang tewas? “Sebenarnya apa salahku? Kenapa aku diincar sampai seperti ini?”

Nakula merapatkan pelukannya, berkata lirih, “Saya… saya masih akan terus mencari informasi.”

“Gimana aku bisa merasa tenang setiap waktunya?”

Lalu Nakula melepas pelukannya dan membujuk Gemi dengan halus. “Kita tidur bersama saja malam ini, agar Anda tenang.”

Gemi menatap Nakula dengan perasaan campur aduk. “Aku… tapi….”

“Hanya ini satu-satunya cara,” kata Nakula, lalu mata pria itu bergeser pada dada Gemi sebelum akhirnya dia memalingkan wajah seolah menahan diri. Suaranya melirih seperti memohon, “Saya berjanji akan menjaga Anda, dan tidak akan membiarkan pembunuh itu menjangkau Anda sedikit pun.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status