Share

Bab 8 : Makan Malam

Restoran yang dipilih Aris terletak tidak jauh dari kafe tempat mereka bertemu sebelumnya. Dengan desain minimalis yang elegan, restoran ini memancarkan aura keanggunan dan kehangatan. Dinding-dinding kaca yang membentang dari lantai hingga langit-langit memberikan pemandangan menakjubkan ke arah kota yang bermandikan cahaya di malam hari.

Seorang pelayan dengan senyum ramah menyambut kedatangan mereka dan mengantar ke meja yang telah dipesan Aris. Meja itu terletak di dekat jendela, memberikan privasi yang sempurna untuk melanjutkan obrolan mereka.

Fiona tidak bisa menahan diri untuk terkagum-kagum dengan pilihan tempat Aris. "Tempat ini luar biasa indah, Aris. Saya bisa melihat mengapa Anda sangat merekomendasikannya," ucapnya tulus.

Aris tersenyum, merasa senang dengan pujian Fiona. "Saya senang Anda menyukainya. Restoran ini adalah salah satu favorit saya. Makanan di sini tidak hanya lezat, tetapi juga disajikan dengan presentasi yang memukau," jelasnya.

Mereka membuka menu dan mulai menjelajahi berbagai pilihan hidangan yang ditawarkan. Aris dengan sabar menjelaskan tentang spesialisasi restoran ini, memberikan rekomendasi berdasarkan preferensi Fiona.

Setelah memesan makanan dan minuman, Aris dan Fiona kembali larut dalam obrolan ringan. Kali ini, topik pembicaraan mereka meluas, tidak hanya seputar bisnis, tetapi juga mengenai minat, hobi, dan pengalaman hidup masing-masing.

Fiona menemukan dirinya terpesona oleh kepribadian Aris yang hangat dan humoris. Ia adalah pendengar yang baik, selalu memberikan perhatian penuh pada setiap kata yang diucapkan Fiona. Sebaliknya, Aris juga berbagi kisah-kisah menarik dari perjalanan hidupnya, membuat Fiona semakin tertarik untuk mengenal pria ini lebih jauh.

"Bagaimana dengan suami mu ?" tanya Aris yang membuat wajah Fiona berubah.

Fiona menghela nafas panjang sebelum menjawab "Kami hanya menikah di atas kertas saja. Jadi ya, dia selalu bermain-main dengan kekasihnya setiap malam. Aku bahkan jarang melihat batang hidungnya. tapi ketika bertemu, selalu saja ada drama baru yang terjadi"

"Kenapa kau masih bertahan ?" tanya Aris lembut.

Fiona tertawa getir "Kami bahkan baru menikah dua hari. Aku akan menghancurkannya dulu baru ku tinggalkan." tak tahu kenapa Fiona ingin menceritakan semua nya pada Aris.

"Kapan-kapan aku ingin bertemu adikmu, Riska. Aku sangat berterimakasih padanya karena sudah membantuku memberikan pelajaran kepada dua orang sialan itu" Aris tersenyum mendengarnya.

"Ya, kita harus makan malam bertiga lain kali" ucap Aris.

"Kita sekarang sudah menjadi rekan. Kalau ada apa-apa jangan ragu untuk meminta bantuan. Kau bisa memanfaatkan ku." ucap nya sambil meneguk minumannya.

"Memanfaatkan ?" tanya Fiona bingung.

"Ya, dia memiliki kekasih, kau juga harus memiliki kekasih juga" ucap Aris dengan jantung berdegup kencang hampir menggigit lidahnya sendiri.

Fiona tertawa terbahak-bahak mendengarnya "Itu akan merugikanmu. Aku yakin ada banyak wanita yang menyukaimu. Bagaimana jika mereka mendengar kabar bahwa kau menjadi selingkuhanku ?"

Aris tertawa kecil mendengar pernyataan Fiona, meskipun dalam hati ia merasakan sedikit nyeri. Ia tahu bahwa menjadi selingkuhan Fiona bukanlah hal yang ia inginkan. Aris menginginkan hubungan yang nyata dan tulus, bukan hanya sekedar permainan.

"Kau benar, Fiona. Mungkin ide tentang selingkuh bukanlah saran yang bijaksana," Aris mengakui. "Tapi aku serius dengan ucapanku sebelumnya. Aku ingin menjadi teman dan sekutu bagimu. Jika ada hal-hal yang bisa aku bantu, entah itu dalam bisnis atau dalam menghadapi situasi pribadimu, aku akan selalu ada untukmu."

Fiona menatap Aris dengan senyum tulus. "Terima kasih, Aris. Ucapanmu sangat berarti bagiku. Rasanya melegakan memiliki seseorang yang bisa kupercaya dan berbagi beban dalam hidupku."

Aris mengangguk, membalas senyum Fiona. "Itu gunanya teman, bukan? Untuk saling mendukung dan menguatkan."

Mereka melanjutkan obrolan ringan sembari menikmati hidangan yang tersaji. Sesekali tawa lepas menghiasi meja mereka, mencairkan suasana yang sempat menjadi emosional.

Setelah makan malam berakhir, Aris bersikeras untuk mengantarkan Fiona pulang. Dalam perjalanan, mereka berbagi keheningan yang nyaman, seolah-olah telah saling memahami tanpa perlu kata-kata.

Ketika mobil Aris berhenti di depan rumah Fiona, ia menoleh dan menatap wanita itu dengan penuh kehangatan. "Terima kasih untuk makan malam yang menyenangkan, Fiona. Aku harap kita bisa melakukannya lagi lain waktu, mungkin dengan mengajak Riska juga."

Fiona mengangguk setuju. "Tentu saja, Aris. Aku sangat menantikan saat-saat itu."

Sebelum keluar dari mobil, Fiona menyentuh tangan Aris dengan lembut. "Sekali lagi, terima kasih untuk semuanya, Aris. Kau tidak tahu betapa berharganya persahabatan ini bagiku."

Aris tersenyum, merasakan kehangatan dari sentuhan Fiona. "Sama-sama, Fiona. Selamat malam dan mimpi indah."

Setelah memastikan Fiona masuk ke dalam rumah dengan aman, Aris menghela nafas panjang. Ia tahu bahwa jalan di depannya tidak akan mudah. Mencintai seseorang yang hatinya terluka bukanlah tugas yang ringan.

"Lagi-lagi menjadi sahabat. Kau bahkan sudah lupa kalau kita dulu bersahabat. Aku ingin lebih dari itu fi"ucapnya getir. Namun ia akan menunggu dengan sabar, hingga hati Fiona siap untuk menerima cintanya.

Diana berdiri di ambang pintu, menatap tajam ke arah Fiona yang baru saja memasuki rumah. "Siapa pria yang mengantarmu pulang tadi?" tanyanya dengan nada menyelidik.

Fiona melirik sekilas ke arah Diana, lalu melengos masuk tanpa menghiraukan pertanyaannya. "Bukan urusanmu," ucapnya dingin.

Merasa tidak puas dengan jawaban Fiona, Diana mengejar dan menghadangnya. "Akulah yang mengurus rumah ini. Kau berkewajiban melaporkan semua aktivitasmu padaku," desaknya dengan sengit.

Fiona menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Diana. Dengan anggun namun tegas, ia membalas, "Sepertinya kau lupa batas, Diana. Tidak tahu diri itu ada limitnya. Bagaimanapun juga, akulah nyonya rumah ini, istri sah dari pria yang kau klaim sebagai kekasihmu. Seharusnya kau lebih tahu diri dan mengenal posisimu."

Meskipun emosinya bergejolak di dalam, Fiona berusaha mempertahankan keanggunannya. Ia menatap Diana dengan tatapan yang mengintimidasi, seolah menantangnya untuk melawan lebih jauh.

Fiona, dengan nada yang terkontrol namun mengandung racun dalam setiap kata-katanya, melanjutkan, "Diana, ingatlah satu hal penting. Bagimu, posisimu hanyalah sebagai selingan sementara bagi suamiku. Namun, aku? Aku adalah istri sahnya, yang kedudukannya diakui secara hukum dan sosial. Jadi, sudah sepatutnya kau menghentikan sikap aroganmu, seolah-olah kau memiliki kuasa atas diriku atau rumah ini."

Seulas senyum penuh arti tersungging di bibir Fiona. Ia melanjutkan dengan nada yang sedikit provokatif, "Oh, dan satu lagi, Diana. Aku baru saja memulai karirku. Kau tahu? Dalam waktu dekat, aku akan sering bertemu dengan Edgar sebagai rekan kerjaku untuk urusan bisnis. Bagaimana jika, dalam pertemuan-pertemuan itu, ia mulai menaruh ketertarikan padaku, hm?"

Tawa kecil meluncur dari bibir Fiona, sementara Diana menatapnya dengan mata yang berkilat-kilat penuh amarah. "Tidak mungkin! Itu tidak akan terjadi!" seru Diana dengan suara melengking, tangannya terkepal erat menahan emosi yang membuncah.

Fiona, dengan ketenangan yang mengagumkan, kembali memprovokasi, "Besok, tepat pukul sembilan pagi, aku akan menemuinya di kantor. Hanya kami berdua, mendiskusikan proyek-proyek penting. Dan... mengingat bagaimana Edgar telah berani menciumku, siapa yang tahu apa yang mungkin terjadi di antara kami dalam ruangan pribadi itu? Memikirkannya saja sudah membuatku bergidik penuh antisipasi."

Setiap kata yang meluncur dari bibir Fiona bagaikan panah beracun yang menghujam jantung Diana. Fiona tahu persis bagaimana menekan titik-titik kelemahan Diana, menggunakan ketakutan terdalamnya sebagai senjata.

Dengan senyum puas, Fiona berbalik dan melenggang pergi, meninggalkan Diana yang terpaku dengan amarah dan rasa tidak berdaya. Dalam hati, Fiona tertawa penuh kemenangan. Ia tahu bahwa permainannya baru saja dimulai, dan ia bertekad untuk memenangkan setiap langkah hingga akhir.

-TBC-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status