Share

Pernikahan

Penulis: Afnasya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-20 17:55:17

Eleanor menghela napas berat sebelum mengangguk, lalu berjalan beriringan keluar ruangan. Sepanjang koridor menuju pelaminan, jantung wanita itu tak pernah berhenti berdegup kencang. Kedua tangannya sedingin es dan berkeringat. Bayangan tentang wajah Darren terus saja berkelebat di kepala.

“Tenang saja, Elea. Semua pasti baik-baik saja.”

Eleanor mencoba mengulas senyum. Namun, bibirnya terasa sangat kaku, bahkan kakinya bergetar pelan saat pelaminan sudah tampak di depan mata. Dia berhenti sejenak kala melihat sosok pria yang mengenakan baju pengantin berwarna putih duduk membelakanginya.

Eleanor menelan ludah yang terasa pahit saat melewati tenggorokan. Jika dilihat dari belakang, Darren adalah pria yang gagah. Tubuhnya tampak proporsional. Namun, Eleanor langsung menggeleng ketika mengingat julukan yang diberikan untuk pria itu, si buruk rupa.

Wanita yang memakai kebaya berwarna putih dengan bagian belakang yang menjuntai menyapu lantai itu mengalihkan tatapannya kepada sang ayah. Pria yang telah membuat Eleanor ada di dunia itu mengulas senyum bahagia. Ah, Eleanor kembali menguatkan hati demi melihat senyum itu tak pernah pudar dari bibir Danu Santoso.

Sudut bibir Eleanor tertarik ke atas sebelum melanjutkan langkah mendekati pelaminan. Tanpa sengaja, dia melihat Agatha dan Helena yang duduk di belakang Danu tampak terkejut dan saling berbisik.

Eleanor berpikiran mereka berdua pasti sedang membicarakan wajah buruk Darren. Mengingat itu, dia hanya bisa menghela napas berat sebelum menghempaskan bobot tubuhnya di kursi samping calon suaminya.

Pikirannya mengelana jauh membayangkan betapa beratnya pernikahan tanpa cinta yang harus dijalani. Belum lagi omongan orang tentang wajah sang suami. Eleanor menggeleng lemah membayangkan itu. Kepalanya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk yang akan terjadi, hingga suara gemuruh yang kompak menyebut kata sah membuyarkan semuanya.

Eleanor tergagap dan seketika bulir bening di kedua pelupuk mata luruh. Inilah awal kehidupannya dimulai.

“Elea, cium tangan suamimu.”

Eleanor bergegas menyeka air matanya sebelum bangkit dan meraih tangan pria di depannya. Dengan takzim, dia mencium punggung tangan sang suami sambil menutup mata. Lalu, menghidu parfum beraroma woody saat sesuatu yang hangat menyentuh dahinya. Sesaat, wanita itu mendongak dan sepasang mata dengan sorot mata tajam bagai elang berhasil memenjarakannya.

“Si-siapa kamu?” tanya Eleanor sambil tergagap karena takjub dengan pria di depannya.

'Tidak mungkin dia Darren, kan? Bukankah kata orang dia buruk rupa? Lalu, dia ini siapa? Apakah Darren itu makhluk jadi-jadian yang bisa berubah wujud menjadi sosok setampan ini?'

Berbagai pertanyaan memenuhi tempurung kepala Eleanor. Mendadak pandangannya mengabur seiring dengan kesadarannya yang menghilang. Dia pingsan dalam pelukan suaminya, Darren.

Aroma parfum Woody langsung tercium saat Eleanor membuka mata pertama kali. Dia mengerjap perlahan dan semua kejadian yang menimpanya hingga pingsan kembali berputar bagai pita kaset.

“Sudah bangun?”

Eleanor langsung menoleh saat mendengar suara bariton tak jauh dari sofa yang ditidurinya. Dia perlahan duduk dan terkejut ketika mendapati sorot mata tajam itu menatapnya. Dengan susah payah, Eleanor menelan ludah yang terasa kelat. Lalu, menatap penuh selidik pria di depannya.

Wajah tampan itu diciptakan begitu sempurna oleh Tuhan. Alis tebal menaungi mata dengan sorot tajam. Hidungnya juga mancung dengan bibir seksi berwarna merah. Lalu, rahang tegas makin menambah daya tarik pria itu.

Eleanor memastikan pria itu memiliki tinggi sekitar seratus delapan puluh. Tubuh yang ideal terbungkus sempurna di balik baju pengantin warna putih.

“Benarkah kamu Darren?” Eleanor tanpa sadar melontarkan pertanyaan. Merasa konyol, dia segera membekap mulutnya.

Pria di depannya hanya menghela napas berat sebelum berjalan mendekat dan berdiri tepat di depan Eleanor. Dia membungkuk untuk menatap sang istri sambil tersenyum miring.

“Kamu kira siapa?”

“Tapi kata orang-orang kamu itu ....”

“Buruk rupa?”

Eleanor mengangguk menjawab pertanyaan Darren. Lalu, segera menunduk saat sorot mata tajam milik Darren seakan-akan mengulitinya.

“Maaf, bukan maksud aku begitu.”

“Lupakan.” Darren menegakkan tubuh dan mundur selangkah. “Bersiaplah, tamu undangan sudah menunggu.”

Tak berselang lama, tiga orang yang bertugas merias Eleanor masuk ke ruangan dan membantunya untuk berganti baju. Kali ini dia mengenakan gaun berpotongan A-line berwarna putih. Rambutnya disanggul modern dengan hiasan bunga baby breath di bagian kiri.

Eleanor sengaja memilih gaun itu karena ingin memberikan kesan santai sekaligus elegan di acara resepsinya.

Seulas senyum tipis menghiasi bibir yang dipoles lipstik merah milik Eleanor. Dia mematut diri di cermin sebelum mengucapkan terima kasih kepada para perias. Lalu, melangkah meninggalkan ruangan dengan dada berdegup kencang.

Sepanjang koridor menuju tempat resepsi, Eleanor berulang kali menghela napas panjang untuk meredam gelebah dalam dada. Langkahnya pun terhenti saat di ujung koridor, Darren sudah menunggu.

Darren segera berbalik saat merasa ada yang memperhatikan. Dia menatap wanita yang telah resmi menjadi istrinya itu sebelum berjalan mendekat, kemudian mengulurkan tangannya.

“Saatnya menyapa tamu undangan.”

Eleanor mematung di tempat. Dia hanya menatap tangan yang terulur di depannya, lalu tatapannya beralih kepada Darren. Sedikit ragu, wanita itu meraih tangan Darren berjalan beriringan menuju tempat resepsi untuk menyapa tamu yang datang.

Sengaja Eleanor memilih halaman belakang gedung sebagai tempat resepsi. Dia ingin suasana santai dan akrab sebagai temanya. Beruntungnya, Kakek William menyetujui usulan wanita itu.

Eleanor mengumbar senyum saat melewati tamu undangan yang hadir. Lalu, menyalami mereka satu per satu sebelum berbaur dan berbincang. Meskipun, semua orang sudah tahu fakta sebenarnya jika Darren bukanlah pria buruk rupa, masih saja suara sumbang terdengar di belakang. Tak terkecuali Agatha dan Helena.

Dua wanita itu mendekati Eleanor yang sedang berdiri di depan meja penuh dengan hidangan. Lalu, sengaja menyenggol bahu Eleanor, hingga membuatnya terhuyung.

“Ups, maafin aku, ya, El. Sengaja.”

Eleanor mendengkus kesal sebelum menjauh sedikit dari Agatha dan Helena. Tak mau ambil pusing, dia mengambil piring kecil dan mulai mengisinya dengan aneka kudapan ringan.

“Enggak nyangka, ya, Ma. Darren ternyata setampan itu. Apa jangan-jangan dia operasi dulu sebelumnya?”

“Bisa jadi, Tha. Tapi setampan-tampannya dia, masih kalah tampan sama Alden. Kamu masih menang banyak, Tha.”

“Tentu, dong, Ma. Alden itu udah tampan, mapan, pewaris tunggal Wijaya Grup lagi. Walaupun Darren sekarang muncul, tetap saja enggak akan diakui.”

Eleanor hanya melirik sebelum berlalu. Namun, langkahnya terhenti saat Agatha menghadangnya.

“Sudah mulai berani kamu, hah!” seru Agatha sambil mendorong bahu kiri Eleanor.

“Minggir, Tha! Aku enggak mau cari ribut.”

Eleanor tak mengindahkan tatapan penuh kebencian yang diberikan Agatha. Dia melewatinya dan terus berjalan. Sementara, Agatha mendengkus kesal dan segera mengambil gelas berisi air berwarna merah. Lalu, menyusul Eleanor dan bersiap menyiramkannya.

Namun, seseorang berhasil menangkap tangan Agatha. Alhasil, isi dalam gelas itu mengenai kepala Agatha. Dia menggeram kesal sambil mengentakkan kaki.

“Sialan! Beraninya kamu lakukan ini ke aku!”

Agatha mengusap wajahnya yang basah dan kembali hendak menumpahkan sumpah serapah. Namun, dia segera membeku saat melihat siapa yang ada di depannya.

“Ka-kamu ....”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   89

    Eleanor membekap mulutnya sebelum mundur perlahan dan memutar tumit, kemudian berjalan mengendap-endap sebelum kembali masuk ke ruang bawah tanah. Dia bergeming di samping anak tangga yang mengarah ke bawah dengan masih membekap mulut dan sesekali memejamkan mata, berharap orang yang ada di rumahnya segera pergi.Saat Eleanor masih berusaha menguasai diri, terdengar suara langkah mendekat disertai dengan suara gumaman. Meskipun samar, Eleanor masih dapat menangkap isi percakapan mereka.“Rumah segede ini, banyak tempat untuk menyembunyikan sebuah kunci.”“Iya, mana tidak boleh pergi sebelum menemukannya. Bos, sih, enak main suruh. Kita yang pusing.”“Seluruh isi rumah sudah dicari, tapi tetap tidak ketemu. Apa jangan-jangan dibawa pas kemarin kita keroyok dan kuncinya hilang di sungai, ya?”“Bisa jadi. Tapi jangan bilang bos begitu, bisa-bisa kita disuruh nguras sungai lagi.”Eleanor mendengar gelak tawa dari atas sebelum kembali dua pria itu saling berbicara. Wanita itu makin m

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Ketahuan

    “Malam ini kamu saya pecat! Segera bawa barang kamu dan keluar dari sini sekarang!” “Tapi, salah saya apa, Tuan? Sudah puluhan tahun saya di sini dan saya rasa tidak pernah melakukan kesalahan.” “Itu menurutmu! Pokoknya sekarang juga kamu keluar dari sini sekarang!” Roni masuk dan menarik lengan wanita tua dengan umur kisaran enam puluh tahunan hingga ke depan lemari. Lalu, menyentak kasar hingga membuatnya terhuyung. Dengan tatapan nyalang, pria itu mengintimidasi hingga akhirnya sang wanita tua membuka lemari dan memasukkan baju-bajunya ke dalam koper. “Pesangon dan gajimu bulan ini akan aku transfer. Lagipula Papa sudah tidak ada, jadi buat apa kamu masih bertahan di sini, Bu Wina.” Sang wanita tua yang diketahui bekerja sebagai kepala ART selama empat puluh tahun di kediaman keluarga Wijaya itu hanya bisa pasrah saat Roni menyambar koper dan membawanya keluar dan melemparnya. “Sekarang pergilah! Rumah ini sudah tidak membutuhkanmu lagi.” Ibu Wina yang masih gag

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Menghilang

    “Kurang ajar! Cari dia sampai dapat! Aku yakin dia pasti masih ada di sekitar sana!” Telepon terputus. Keempat orang itu langsung berpencar untuk mencari keberadaan Darren. Namun, mereka tak kunjung mendapatkannya sehingga memutuskan untuk kembali menaiki mobil dan pergi meninggalkan tempat itu. Sementara di tempat lain, tampak seseorang sedang berjalan mondar-mandir sambil menggenggam erat ponselnya. Sejak menerima telepon satu jam yang lalu, belum lagi terdengar kabar tentang hasilnya. Dia menggeram kesal sebelum mengempaskan kasar tubuhnya di kursi. “Sialan! Masa cari satu orang yang sedang sekarat saja tidak bisa!” Orang itu menendang meja sebelum menengadah dan menghela napas panjang. Lalu, menatap langit-langit ruangan sebelum terkejut karena mendengar ponselnya berdering. Dia langsung mengangkat panggilan setelah mengetahui nama yang tertera di layar. “Bagaimana? Kalian dapat, kan?” “Maaf, Bos. Kami kehilangan dia. Seluruh rumah sakit sudah kami cari, tapi dia

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Langkah Awal

    Eleanor langsung mengalihkan tatapan saat berserobok dengan orang itu. Wanita itu menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan sambil berharap orang itu segera pergi. Harapannya terkabul karena saat menoleh, dia tak mendapati orang itu di tempat tadi. Eleanor menghela napas lega sebelum masuk ke ruangan setelah dipanggil sang perawat. Dua puluh menit berlalu, wanita itu keluar sambil tersenyum semringah. Kedua pipinya bersemu merah, langkahnya ringan saat menyusuri lorong yang menghubungkan ke ruangan Darren. Namun, langkahnya terhenti ketika seseorang menghadangnya. “Mau apa kamu?” tanya Eleanor sambil berusaha menahan gelebah dalam dada. Dia menelan ludah dengan susah payah sambil mengepalkan erat kedua tangannya. “Kita sudah tidak ada lagi urusan, sebaiknya kamu minggir.” Orang di depan Eleanor menyeringai sambil melayangkan tatapan menyelidik. Sementara, Eleanor memejamkan mata sejenak sambil menghela napas panjang sebelum kembali menatapnya. “Minggir sekarang ata

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Dua Garis Merah

    Eleanor sedikit tersentak begitu Hana memeluknya erat. Lalu, melerai pelukan dan memberikan tatapan penuh tanya kepada wanita itu. Namun, belum sempat bertanya, Hana melontarkan kalimat lebih dulu. “Mereka tidak melukaimu, kan, Elea? Oh, maafkan aku karena terlalu takut saat melihat mereka keluar dari mobil.” Eleanor menggeleng lemah sebelum beranjak ke sofa dan mengempaskan bobot tubuhnya. Sementara, Hana ikut duduk di sampingnya. “Syukurlah, Elea. Aku benar-benar takut mereka akan berbuat nekat. Aku sampai hampir memanggil polisi, sayangnya itu tidak terjadi.” Eleanor mengulas senyum tipis sebelum berkata. “Aku baik-baik saja, Hana. Untung saja mereka bisa aku bohongi saat tanya di mana Darren.” Wanita itu menghela napas panjang sebelum kembali melanjutkan ucapannya. “Tapi, untuk sementara aku tidak bisa terang-terangan menemui Darren di rumah sakit. Terlalu riskan untuknya karena aku yakin mereka tidak akan membiarkan Darren selamat.” Hana mengernyit heran mendenga

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Paksaan

    Eleanor tanpa sadar mengusap perutnya sambil menunduk. Antara percaya dan tidak, dia mulai mengulas senyum tipis dan bergumam. “Jika benar, mungkin Darren akan senang kalau mendengarnya dan lekas bangun untuk merayakannya.” Wanita itu segera menaruh kembali kalender di nakas sebelum beranjak ke kamar mandi untuk berendam. Hangatnya air ditambah aromaterapi dengan wangi lavender menambah rileks suasana malam itu. Eleanor bahkan hampir terpejam karena nyamannya. Namun, dia bergegas bangkit dan menyudahi ritualnya saat teringat sesuatu. “Besok pagi-pagi aku harus memastikannya.” Eleanor bergegas berpakaian dan meringkuk di balik selimut sambil mendekap bantal yang selalu dipakai Darren. Senyumnya terkembang sempurna karena bahagia. Tak berselang lama, terdengar suara dengkur halus dari mulut wanita itu. Eleanor terlelap dan mulai menjelajah ke alam mimpi. Keesokan harinya, Eleanor membuka mata saat mendengar suara alarm. Dia beringsut duduk dan segera mematikan alarm sebelum b

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status