Share

Kesepakatan

Author: Afnasya
last update Huling Na-update: 2025-02-20 17:55:50

Eleanor segera berbalik dan tergemap melihat wajah dan sebagian rambut Agatha basah. Namun, belum sempat bertanya apa yang terjadi, suara bariton milik Darren terdengar.

“Kelakuanmu tak ubahnya seperti rubah, sangat licik. Jika berani hadapi dari depan.”

Dengan susah payah, Eleanor berusaha menelan ludah yang terasa kelat melewati tenggorokan saat mendengar nada dingin dan tajam milik Darren. Sedikit banyak dia tahu apa yang hendak dilakukan Agatha kepadanya. Lalu, tatapannya tertuju kepada sang suami yang berdiri tak jauh darinya. Mereka berserobok sesaat sebelum Darren memilih untuk berlalu.

“Sialan! Awas saja kamu, Darren!” seru Agatha sambil mengentakkan kaki. Dia segera berlalu sambil menarik tangan ibunya.

Eleanor mengedikkan bahu dan kembali menikmati kudapan di tangannya. Tanpa dia sadari ada seseorang di samping gedung yang menatap sejak tadi. Orang itu mengepalkan tangan sambil menggeram kesal. Lalu, pergi meninggalkan tempat dengan memendam amarah.

Tiga jam yang melelahkan akhirnya berakhir juga. Semua tamu undangan dan kerabat sudah meninggalkan tempat, hingga menyisakan keluarga inti saja. Eleanor tampak memeluk Danu sambil tersenyum tipis.

“Jaga diri baik-baik, Elea. Jadilah istri yang baik.”

Eleanor melerai pelukan, kemudian menyematkan ciuman di kedua pipi sang ayah. Lalu, hatinya menjerit pedih kala melihat kedua mata Danu memerah karena menahan kesedihan.

“Jangan sedih, Ayah. Aku pasti akan baik-baik saja.”

“Ibu kamu pasti bahagia melihatmu menikah, Elea.”

Entah harus sedih atau bahagia saat mengetahui bahwa dia akan pergi meninggalkan rumah yang telah ditempati sejak bayi. Rumah dengan sejuta kenangan pahit dan manis yang tak mungkin dijumpai di tempat lain. Eleanor pernah merasakan sakit karena perlakuan buruk dari Agatha dan Helena. Namun, dia juga pernah merasakan bahagia saat sang ayah diam-diam membetulkan selimut dan mengecup keningnya.

Tak ingin larut dalam kesedihan mendalam, Eleanor segera melangkah mengikuti Darren. Dia menoleh sekali lagi sebelum akhirnya masuk mobil. Tanpa dikomando, air mata yang ditahan sejak tadi akhirnya luruh juga.

Eleanor sengaja menyunggingkan senyum di hadapan sang ayah karena tidak ingin membuatnya khawatir. Namun, dia tetaplah wanita yang sangat rapuh hatinya.

“Hapus air matamu. Aku tidak mau orang berpikiran buruk tentangku.” Darren mengangsurkan kotak tisu ke hadapan Eleanor, kemudian membuang tatapan keluar jendela.

“Maaf, aku tidak bisa menahannya. Air mata ini keluar begitu saja.”

Hening. Eleanor segera menghapus bulir bening yang membasahi pipinya dengan tisu sebelum ikut menatap keluar jendela. Lelah yang mendera membuat wanita itu tunduk pada kantuk. Tak berselang lama terdengar suara dengkur halusnya.

Darren menoleh sekilas sebelum kembali melayangkan tatapannya keluar jendela. Namun, dia kembali menoleh dan tanpa sadar seulas senyum tipis tersumir di bibirnya.

“Kamu tidak banyak berubah, Lea.”

Lima puluh menit kemudian, mobil hitam mengilat yang membawa Darren dan Eleanor sampai. Usai memasuki gerbang berwarna hitam dengan aksen kayu di beberapa bagian, kendaraan itu berhenti di garasi.

Darren menoleh dan mendapati Eleanor masih tertidur pulas. Tangannya sudah terulur hendak membangunkan sang istri, tetapi urung dilakukan. Dia kembali menarik tangannya dan hendak membuka pintu mobil.

“Sudah sampai, ya?”

Darren berhenti sejenak, kemudian membuka pintu mobil dan keluar. Eleanor mengerjap pelan sebelum bergegas turun dari mobil. Lalu, mengikuti sang suami memasuki rumah dengan model kotak. Sepanjang langkahnya, Eleanor dibuat takjub dengan ornamen dan perabot yang ada di dalam rumah.

Usai melewati ruang tamu yang bergabung dengan ruang keluarga, Eleanor diajak menaiki tangga menuju lantai dua. Lalu, langkahnya terhenti di depan sebuah pintu berwarna mahogani.

Darren segera membuka pintu dan masuk. Namun, Eleanor memilih berdiri di depan pintu. Melihat hal itu, Darren mengernyit.

“Ada apa?”

“Ehm, sebelumnya aku mau minta maaf. Tapi, bisakah kita bicara serius sebentar?” Eleanor menatap ragu pria di depannya sambil memilin jemari. “Lima menit saja, tapi kalau bisa jangan di sini.”

“Oke, kita bicara di ruang kerjaku saja.”

Darren keluar dan berjalan menuju pintu yang terletak di samping kamarnya. Dia membuka pintu dan masuk. Kali ini tanpa ragu, Eleanor ikut masuk dan berdiri di depan meja kerja di mana Darren duduk.

“Sekarang katakan apa mau kamu?”

Eleanor menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan sebelum menatap pria di depannya. “Aku mau buat kesepakatan.”

“Kesepakatan? Maksudnya?”

Eleanor memejamkan mata sejenak sambil mengatur detak jantung yang kian bertalu. Dia sudah memikirkan hal itu sejak resepsi dimulai. Bayangan tentang malam pertama sebagai suami istri terus saja menghantui. Mungkin jika dilakukan atas dasar cinta, semua akan terasa indah. Namun, apa jadinya jika cinta itu belum hadir bahkan mengenal pun baru hari itu saat akad berlangsung. Oleh karena itu, Eleanor ingin mengajukan beberapa kesepakatan dengan suaminya.

“Ekhem.”

Eleanor tergagap dan segera membuka matanya. Lalu, sorot mata tajam milik Darren berhasil membuat nyalinya ciut. Dia menunduk sambil memilin jemari karena takut.

“Baiklah aku akan pergi sekarang.”

“Tunggu dulu! Aku ... aku mau kita tidak melakukannya dulu malam ini.”

Satu alis berbulu tebal milik Darren terangkat ke atas. Dia menelisik Eleanor yang langsung menunduk karena menahan malu. Lalu, dia tersenyum miring sebelum bangkit dari kursi dan beralih duduk di tepi meja.

“Kalau aku memaksa?”

Eleanor mendongak dan tatapannya langsung bertemu dengan mata Darren. Dia menelan ludah dengan susah payah sebelum memberanikan diri untuk membuka mulut.

“Ehm, kita ... kita baru ketemu hari ini. Jadi kita belum kenal satu sama lain, sedangkan untuk melakukannya ... jujur aku belum bersedia. Aku mau melakukannya atas dasar cinta, bukan karena memenuhi hak semata.”

“Lalu?”

“Aku minta waktu agar bisa mengenalmu lebih jauh. Aku janji jika sudah siap, pasti akan memberikannya.”

Eleanor langsung menunduk kembali setelah berhasil menyelesaikan kalimatnya. Dia memejamkan mata sambil berharap suaminya akan mengerti. Namun, dia tak mungkin menolak jika seandainya Darren tetap meminta haknya.

“Kalau ternyata cinta itu tidak juga ada, apa kamu meminta untuk berpisah?”

Eleanor tersentak dengan pertanyaan Darren. Dia tidak memikirkan kemungkinan itu hingga disinggung suaminya.

“Aku belum memikirkannya.”

Darren tersenyum miring sebelum bangkit dan berjalan ke jendela. Dia bersedekap sambil menatap taman mini di lantai bawah.

“Aku beri waktu satu bulan.”

Eleanor menatap punggung Darren yang berbalut kemeja putih. Senyumnya terbit saat mendengar kalimat yang diucapkan suaminya. Namun, senyum itu luntur saat Darren berbalik dan menatapnya tajam.

“Jika waktu yang ditentukan terlewat, aku tetap akan memintanya ... meskipun tanpa persetujuanmu.”

Eleanor kembali menelan ludah yang terasa kelat selesai kalimat itu terucap dari bibir Darren. Hawa dingin bahkan sangat terasa di ruangan itu, padahal pendingin ruangan sama sekali tidak dinyalakan.

“Sekarang istirahatlah. Selama satu bulan ini pakai kamar yang ada di ujung.”

Eleanor masih membeku di tempat saat Darren berjalan melewatinya. Namun, satu pemikiran kembali terbersit di kepalanya. Dia menatap sang suami dan berucap.

“Kalau boleh tahu apa alasan kamu mau menerima pernikahan ini?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   87

    “Kurang ajar! Cari dia sampai dapat! Aku yakin dia pasti masih ada di sekitar sana!”Telepon terputus. Keempat orang itu langsung berpencar untuk mencari keberadaan Darren. Namun, mereka tak kunjung mendapatkannya sehingga memutuskan untuk kembali menaiki mobil dan pergi meninggalkan tempat itu.Sementara di tempat lain, tampak seseorang sedang berjalan mondar-mandir sambil menggenggam erat ponselnya. Sejak menerima telepon satu jam yang lalu, belum lagi terdengar kabar tentang hasilnya. Dia menggeram kesal sebelum mengempaskan kasar tubuhnya di kursi.“Sialan! Masa cari satu orang yang sedang sekarat saja tidak bisa!”Orang itu menendang meja sebelum menengadah dan menghela napas panjang. Lalu, menatap langit-langit ruangan sebelum terkejut karena mendengar ponselnya berdering. Dia langsung mengangkat panggilan setelah mengetahui nama yang tertera di layar.“Bagaimana? Kalian dapat, kan?”“Maaf, Bos. Kami kehilangan dia. Seluruh rumah sakit sudah kami cari, tapi dia tidak ditem

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Langkah Awal

    Eleanor langsung mengalihkan tatapan saat berserobok dengan orang itu. Wanita itu menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan sambil berharap orang itu segera pergi. Harapannya terkabul karena saat menoleh, dia tak mendapati orang itu di tempat tadi. Eleanor menghela napas lega sebelum masuk ke ruangan setelah dipanggil sang perawat. Dua puluh menit berlalu, wanita itu keluar sambil tersenyum semringah. Kedua pipinya bersemu merah, langkahnya ringan saat menyusuri lorong yang menghubungkan ke ruangan Darren. Namun, langkahnya terhenti ketika seseorang menghadangnya. “Mau apa kamu?” tanya Eleanor sambil berusaha menahan gelebah dalam dada. Dia menelan ludah dengan susah payah sambil mengepalkan erat kedua tangannya. “Kita sudah tidak ada lagi urusan, sebaiknya kamu minggir.” Orang di depan Eleanor menyeringai sambil melayangkan tatapan menyelidik. Sementara, Eleanor memejamkan mata sejenak sambil menghela napas panjang sebelum kembali menatapnya. “Minggir sekarang ata

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Dua Garis Merah

    Eleanor sedikit tersentak begitu Hana memeluknya erat. Lalu, melerai pelukan dan memberikan tatapan penuh tanya kepada wanita itu. Namun, belum sempat bertanya, Hana melontarkan kalimat lebih dulu. “Mereka tidak melukaimu, kan, Elea? Oh, maafkan aku karena terlalu takut saat melihat mereka keluar dari mobil.” Eleanor menggeleng lemah sebelum beranjak ke sofa dan mengempaskan bobot tubuhnya. Sementara, Hana ikut duduk di sampingnya. “Syukurlah, Elea. Aku benar-benar takut mereka akan berbuat nekat. Aku sampai hampir memanggil polisi, sayangnya itu tidak terjadi.” Eleanor mengulas senyum tipis sebelum berkata. “Aku baik-baik saja, Hana. Untung saja mereka bisa aku bohongi saat tanya di mana Darren.” Wanita itu menghela napas panjang sebelum kembali melanjutkan ucapannya. “Tapi, untuk sementara aku tidak bisa terang-terangan menemui Darren di rumah sakit. Terlalu riskan untuknya karena aku yakin mereka tidak akan membiarkan Darren selamat.” Hana mengernyit heran mendenga

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Paksaan

    Eleanor tanpa sadar mengusap perutnya sambil menunduk. Antara percaya dan tidak, dia mulai mengulas senyum tipis dan bergumam. “Jika benar, mungkin Darren akan senang kalau mendengarnya dan lekas bangun untuk merayakannya.” Wanita itu segera menaruh kembali kalender di nakas sebelum beranjak ke kamar mandi untuk berendam. Hangatnya air ditambah aromaterapi dengan wangi lavender menambah rileks suasana malam itu. Eleanor bahkan hampir terpejam karena nyamannya. Namun, dia bergegas bangkit dan menyudahi ritualnya saat teringat sesuatu. “Besok pagi-pagi aku harus memastikannya.” Eleanor bergegas berpakaian dan meringkuk di balik selimut sambil mendekap bantal yang selalu dipakai Darren. Senyumnya terkembang sempurna karena bahagia. Tak berselang lama, terdengar suara dengkur halus dari mulut wanita itu. Eleanor terlelap dan mulai menjelajah ke alam mimpi. Keesokan harinya, Eleanor membuka mata saat mendengar suara alarm. Dia beringsut duduk dan segera mematikan alarm sebelum b

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Mengejutkan

    “Aku tidak tahu, Elea! Aku sudah lupa karena kejadiannya sudah bertahun-tahun yang lalu.” Agatha langsung membuang muka karena enggan merasakan kemarahan yang ditunjukkan dari sudut mata Eleanor. “Jangan mengelak lagi, Agatha. Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kamu ceritakan yang sesungguhnya.” Eleanor mengempaskan kasar tubuhnya di kursi depan Agatha sambil menatapnya tajam. “Terserah! Yang penting aku harus pergi sekarang karena dokternya sudah datang.” Agatha berkata sambil melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Dia segera bangkit, tetapi Eleanor langsung mencekal pergelangan tangannya. “Duduk, Agatha! Aku bilang tidak akan melepaskanmu, kan?” Agatha mendengkus kesal sambil berusaha untuk melepaskan tangan Eleanor, tetapi entah kekuatan dari mana wanita itu terlihat makin kuat mencengkeram hingga membuatnya mengaduh. “Lepaskan, Elea! Aduh, perutku keram!” seru Agatha sambil memegang perut bagian bawahnya. “Kalau sampai bayiku kenapa-napa, aku akan menuntutmu, El

  • Suami Penggantiku Bukan Pria Buruk Rupa   Pengakuan

    Danu menghela napas panjang sebelum memejamkan mata sejenak, kemudian menatap pantulan dirinya di kaca jendela. Dia menggeleng lemah sebelum membuka pintu mobil. Namun, sekali lagi suara Eleanor membuatnya batal untuk masuk ke mobil.“Aku mohon jawab aku, Yah.”Eleanor mendekat hingga mampu melihat sang ayah yang sedang mecengkeramerat pinggiran pintu. Pria itu menghela napas berulang kali sebelum memilih masuk ke mobil dan berlalu meninggalkan sang anak yang masih mematung di tempat.“Sikap Ayah ini meyakinkanku bahwa ada sesuatu yang terjadi padaku di masa lalu, dan aku harus menemukannya, tapi aku harus mulai dari mana?”Eleanor menghela napas panjang sebelum memutar tumit untuk menemui Hana. Lalu, bersama wanita itu menuju rumah sakit di mana Darren dirawat. Setibanya di sana, Eleanor bergeming sejenak di dalam mobil sambil menganyam jemari.“Terima kasih atas bantuanmu hari ini, Hana. Maaf, aku selalu merepotkanmu.”“Tidak masalah, Elea. Kamu juga sahabatku sama seperti Dar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status