“Menikah?! Yang benar saja, Mbak!”
Kaira menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, jika ia sangat serius mengajak pria di depannya ini untuk menikah.
“Sebaiknya kita segera ke rumah sakit, Mbak.”
“Tidak!” tolak Kaira, tegas.
Saat ini Kaira tidak membutuhkan rumah sakit, melainkan butuh bantuan seseorang untuk memberikan pelajaran atas perbuatan Mas Bayu.
Melihat sikap pria itu yang cukup bertanggung jawab membuat Kaira yakin untuk berani menceritakan masalah hidupnya.
“Aku ingin melakukan sesuatu kepada mereka semua! Mas Bayu sudah berselingkuh dengan sahabatku sendiri, dan giliran aku mengadu kepada calon Ibu mertuaku, malah cacian yang aku terima. Aku tak ikhlas dikhianati seperti ini,” ucap Kaira.
Mendadak tangisan Kaira kembali pecah. Sebelah tangannya memegang ke bagian dada yang terasa nyesak.
“Apakah kamu tidak bisa membantuku?” tanya Kaira sembari mengusap kasar jejak air matanya. Ia menatap sendu ke arah pria itu. Mencoba tersenyum kecil meski sangat sulit.
“Saya … apakah Mbak yakin dengan permintaan Mbak?”
Kaira mengerutkan kening karena tidak paham maksud ucapan pria itu. Memang permintaan Kaira terkesan gila dan spontan, namun yang ada di pikirannya saat ini adalah membalas amarahnya kepada keluarga Wijaya, terutama Bayu.
“Aku yakin. Apa kamu masih meragukan ajakanku?”
“Bukan itu maksud saya, Mbak. Saya ini hanya seorang sopir, saya takut saya gak bisa mengayomi Mbak dengan baik. Lagipula, apa Mbak tidak malu menikah dengan saya nantinya?”
Manik cokelat yang masih tersisa air mata milik Kaira kini menatap nanar pria di sampingnya. Wanita itu menggerakkan tangannya, dan meletakkannya di atas tangan sang pria. “Aku tidak peduli dengan kedudukanmu, Mas. Aku hanya butuh seseorang yang bisa membantuku membalaskan perbuatan hina mereka kepadaku.”
Kaira benar-benar tidak peduli dengan status seorang pria. Lagipula, Mas Bayu yang kini sudah menjadi manager di perusahaannya juga bukan apa-apa jika tidak ada bantuan darinya yang dulu ikut andil mengurusi berkas-berkas lamaran kerja.
Terkejut, pria yang sedari tadi merasa bimbang pun mengarahkan pandangannya ke tangan halus yang mengusap-usap tangan miliknya, lalu ke wajah cantik milik Kaira yang masih basah dengan air mata.
Pria itu tidak tega kala melihat wajah sedih milik wanita berambut panjang di hadapannya. Belum lagi, curhatannya tentang apa yang baru saja dialami wanita itu membuat hati sang pria seolah tergetar untuk melakukan sesuatu.
“Kalau begitu, saya terima permintaan Mbak.”
Seketika, wajah Kaira berubah menjadi lebih berseri. Wanita itu tak menyangka, permintaan gila darinya bisa diterima oleh pria dihadapannya.
Untuk memastikan jawaban pria itu, Kaira sedikit memajukan posisi duduknya lebih dekat lagi dengan pria itu.
“Beneran, Mas?” tanya Kaira dengan kedua bola mata yang berbinar bahagia.
“Iya, Mbak.”
Kaira tersenyum kecil, ia senang mendengar jawaban dari pria itu. “Oh, iya, ngomong-ngomong kita belum kenalan sejak tadi. Aku Kaira, kamu?”
Kaira mengulurkan tangan ke hadapan pria itu dengan bibir tersenyum. Tak disangka uluran tangannya disambut baik.
“Dipta.”
Terkesima, Kaira tidak langsung melepaskan uluran tangan itu sampai Dipta sendiri pun merasa ikut terhipnotis akan tatapan dan senyuman manis dari Kaira.
Sampai akhirnya mereka berdua tersadar dan merasa canggung. Buru-buru Kaira melepaskannya dan segera menghadap ke depan. Kaira bahkan merasa salah tingkah sendiri. Jantungnya pun kini merasa deg-degan.
“Senang bertemu kamu, Mas Dipta. Ayo, kita ke KUA sekarang!”
***
Pagi ini Kaira dijemput serta ditemani oleh Dipta pergi ke rumah keluarga Wijaya. Kaira ingin menyelesaikan hubungan dirinya dengan Bayu. Perseteruan kemarin dengan calon ibu mertua membuatnya yakin jika mereka bukanlah orang yang tepat menjadi keluarga. Terlebih kini dirinya sudah sah menjadi istri dari pria bernama Dipta.
Sepanjang jalan, Kaira sibuk dengan pikirannya. Dipta sendiri memilih fokus menyetir tanpa bertanya sedikit pun. Namun sesekali melirik ke arah Kaira untuk memastikan kondisi wanita yang sudah sah menjadi istrinya.
Sampai akhirnya perjalanan mereka tiba di depan rumah mewah yang memiliki gaya modern klasik. Sebelum keluar dari mobil, Kaira menoleh ke samping, ke arah Dipta.
“Kamu bisa tunggu di dalam mobil dulu. Aku akan selesaikan ini secepat mungkin.” Setelah memberikan perintah, Kaira bersiap turun. Akan tetapi ekspresi wajah yang penuh dengan tekanan membuat Dipta merasa tidak tega melihatnya.
“Mbak yakin mau masuk ke dalam sendirian?” tanya Dipta menatap Kaira khawatir.
“Aku yakin, Mas. Dan, satu lagi permintaanku, jangan panggil aku Mbak. Bagaimanapun kita sudah sah menjadi suami istri. Kamu bisa panggil aku Kaira.”
“Oke, Mbak—eh, Kaira maksudku,” ralat Dipta ketika merasa kebablasan. Kaira hanya tersenyum manis saja ketika Dipta masih kaku untuk menyebutkan namanya.
Keluar dari dalam mobil, Kaira melangkahkan kakinya begitu tegas, pandangannya lurus ke depan menatap pintu utama yang menjulang begitu tinggi.
Tepat sampai di depan pintu, Kaira tersenyum getir ketika kehadirannya ini justru akan menjadi yang terakhir berkunjung ke rumah yang memiliki banyak kenangan dengan mantan kekasihnya.
Kaira pun mengetuk pintu dan terdengar suara sahutan seorang pria paruh baya dari dalam sana. Sebelum benar-benar pintu di depannya ini terbuka, Kaira mencoba menarik napas dalam agar hatinya bisa lebih kuat lagi untuk menghadapi situasi yang sudah ia bayangkan sebelumnya.
“Kaira! Ya ampun kamu cantik sekali,” sambut Wijaya begitu senang melihat calon menantunya ini.
“Ayah juga tampan,” balas Kaira memuji Wijaya. Bibirnya bahkan memberikan senyuman tipis untuk calon mertuanya.
“Ayo masuk. Kamu pasti ingin bertemu Bayu, ‘kan?”
Kaira hanya mengangguk sebagai jawaban, Tubuhnya bahkan sudah diarahkan masuk ke dalam ruang utama keluarga Wijaya oleh ayah mertuanya.
“Bayu! Cepat keluar! Kaira sudah datang!” teriak Wijaya ketika memanggil anaknya yang masih sibuk di dalam kamar.
Mendengar jika Kaira sudah datang, Bayu keluar dari dalam kamar, menyambut calon istrinya yang akan dinikahi besok pagi.
“Pagi sayang, kamu ke sini sama siapa? Aku baru aja mau nyuruh Pak Tarjo buat jemput kamu di kos-an.”
Kaira yang akan dipeluk serta cium oleh Bayu kini menolak dengan terang-terangan. Hal ini membuat Bayu merasa heran. Kaira sendiri hanya menatap jijik ke arah tubuh Bayu, yang mana sudah tega berkhianat di belakangnya.
“Tidak perlu repot. Lagian aku bisa datang ke sini sendiri.”
“Tetap saja aku takut kamu kenapa-kenapa di jalan. Apalagi kata orangtua, calon pengantin itu baunya ‘wangi’ jadi sangat bahaya kalau pergi sendirian.”
“Lagian aku datang ke sini mau menyampaikan sesuatu sama keluarga besar kamu, terutama kamu, Mas Bayu!”
“Ingin menyampaikan apa sayang?”
Sambil tersenyum, Kaira menatap netra hitam milik Bayu yang tengah penasaran dari lanjutan ucapannya. Kaira menyempatkan sebentar untuk melirik ke arah Widya yang tengah berdiri melototinya.
“Aku ingin pernikahan kita dibatalkan, Mas!”
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y