Home / Romansa / Suami Perkasa / Salah Jadwal

Share

Salah Jadwal

last update Huling Na-update: 2025-07-11 03:02:46

Carlos mengira hidup dengan empat istri akan penuh dengan drama berebut perhatian dan uang. Nyatanya, uang bukan masalah. Mereka semua hidup mewah, punya rumah sendiri, mobil mahal, perhiasan, dan bisa beli apa saja yang mereka mau. Masalah sebenarnya? Jadwal.

Suatu hari, Keira duduk di ruang tamu rumahnya sambil menyeruput teh. Di hadapannya, Ruby sudah berkacak pinggang dengan ekspresi kesal.

"Aku gak bisa tukar jadwal malam ini, Keira. Aku capek banget. Kenapa gak Larisa aja yang tukar?" Ruby mengeluh.

Keira mengangkat alis. "Larisa lagi ada proyek penting, dia sibuk. Lagipula, kamu baru dapat libur dua hari setelah cuti hamil. Masa gak bisa ganti sebentar?"

Ruby cemberut. "Aku kan masih adaptasi! Kamu tahu kan kalau aku baru balik jadwal setelah nifas?"

Keira menghela napas. "Makanya, aku kasih jadwal lebih ringan. Tapi kalau semua gak mau tukar, Carlos mau tidur di mana?"

Tiba-tiba, Livia muncul dari dapur sambil membawa es krim. "Aku sih gak masalah kalau Carlos mau istirahat di
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Suami Perkasa   Kapan Nikah

    --- Langit sore menggelap perlahan saat mobil hitam mewah berhenti di depan rumah modern dua lantai itu. Mesin dimatikan. Tapi Dimitri masih duduk di kursi kemudi, kedua tangannya mencengkeram setir dengan kaku. Wajahnya tegang. Ada bayang-bayang penyesalan di matanya. Ia menghela napas panjang, lalu keluar dari mobil dan melangkah cepat ke pintu depan. Pintu tidak dikunci. Begitu masuk, suara tangis bayi langsung menyambutnya. Luna sedang duduk di sofa dengan mata bengkak, satu bayi digendong di dada, satu lagi di boks bayi yang terayun pelan. Dimitri berdiri di ambang ruang tamu. Ia tampak lelah. Rambutnya berantakan, dasinya dilepas begitu saja, kemeja bagian atas terbuka. Tapi bukan itu yang membuat Luna mematung saat melihatnya. Wajah Luna mengeras. "Kamu datang juga akhirnya,"katanya pelan, tapi nadanya dingin. Dimitri menelan ludah. Ia melangkah perlahan, lalu duduk di ujung sofa berseberangan. Menatap Luna dengan tatapan hati-hati, seperti sedang menghadapi

  • Suami Perkasa   Ambil Semuanya

    Pagi hari di penthouse mengalir lembut dari celah jendela yang sedikit terbuka. Tirai tipis berkibar perlahan, seolah menyapu bayang-bayang yang tak ingin pergi. Lampu kamar diredam, menyisakan cahaya kekuningan yang lembut jatuh ke dinding-dinding marmer dan kasur raksasa berbalut seprai putih Tak ada pertengkaran. Tak ada teriakan. Tak ada drama air mata seperti yang dulu biasa terjadi saat Sukma mencium aroma pengkhianatan. “Dulu kamu pernah bilang,” ujarnya datar, “kalau aku marah, aku cantik dalam amarah. Sekarang aku tidak cantik lagi, ya?” Dimitri berjalan mendekat, duduk di sebelahnya. Ia mengangkat tangan, hendak menyentuh pipi istrinya, namun Sukma hanya tersenyum samar dan menghindar sedikit. Bukan menjauh, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa ada jarak yang tak kasat mata—menganga, meski mereka masih berbagi tempat tidur yang sama. “Aku hanya…” Dimitri menarik napas. “Aku hanya takut melihat kamu berubah.” Sukma memejamkan mata. “Aku tidak berubah. Aku hanya keh

  • Suami Perkasa   Jadi Ini Alasannya

    Sukma menatap kosong ke arah meja makan. Tangannya mencengkeram erat surat cerai yang tadi siang ditemukannya di dalam mobil. Langkah kaki terdengar dari arah pintu depan, disusul suara khas Dimitri yang memanggilnya. “Sukma? Kamu sudah pulang?” Sukma mengangkat wajahnya, menatap suaminya yang masih mengenakan jas kerja dengan dasi yang sedikit longgar. Rambutnya sedikit berantakan, entah karena kelelahan atau… karena sesuatu yang lain. Senyum Dimitri muncul saat melihatnya, lalu seperti biasa, dia melangkah ke arahnya, menangkup wajahnya, dan mencium dahinya lembut. Sukma hanya diam. Biasanya, sentuhan ini akan membuatnya luluh. Tapi kali ini, sesuatu di dalam dirinya terasa mati rasa. "Aku lapar," ucap Dimitri santai. "Kamu sudah masak?" Sukma mengangguk pelan, lalu mengambil piring dan mulai menyiapkan makanan. Tangannya bekerja otomatis, tapi pikirannya berantakan. Dimitri duduk di kursi makan, memperhatikannya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Kamu kenapa?"

  • Suami Perkasa   Kejutan Dalam Mobil

    Sukma sudah tahu. Sejak awal, dia bukan wanita bodoh yang mudah dibohongi. Dia tahu gerak-gerik Dimitri berubah. Dia tahu suaminya sering menghabiskan waktu di luar lebih lama dari biasanya. Dia tahu setiap kali Dimitri pulang dari dinas luar kota, aroma parfumnya bercampur dengan sesuatu yang bukan miliknya. Aroma perempuan lain. Dia tahu, tapi dia diam. Bukan karena dia lemah, tapi karena dia tidak ingin kehilangan Dimitri. Malam itu, Sukma duduk di tepi tempat tidur mereka, memeluk lututnya sendiri. Dimitri sedang mandi, suara gemericik air terdengar dari dalam kamar mandi. Tangannya yang kurus meraba laci kecil di nakas. Dengan cepat, dia menarik keluar botol kecil berisi pil-pil yang telah menjadi bagian dari hidupnya selama beberapa bulan terakhir. Obat depresi. Tidak ada yang tahu tentang ini. Bahkan Dimitri. Dia menatap botol itu dengan tatapan kosong, lalu membuka tutupnya dan menumpahkan beberapa butir pil ke telapak tangannya. Tangannya bergetar. Dia menel

  • Suami Perkasa   Tangis Yang Lahir Diantara Luka

    Hujan turun pelan di luar jendela rumah sakit, seperti bisikan langit yang menyentuh bumi dengan lembut. Di dalam ruangan bersalin VIP Rumah Sakit St. Rosalie, aroma antiseptik bercampur dengan ketegangan yang nyaris menggantung di udara. Luna menggigit bibirnya kuat-kuat, tangannya mencengkeram sprei, tubuh mungilnya gemetar dalam kontraksi yang datang makin sering dan menyakitkan. Rambutnya basah oleh keringat, wajahnya pucat pasi. Perutnya besar—cukup besar untuk ukuran tubuh sekecil itu. Anak kembar. Dua laki-laki. Beratnya ditanggung sendiri, bukan hanya fisik… tapi juga batin. Dimitri berdiri di sisi ranjang, mengenakan pakaian khusus steril yang disiapkan tim medis. Wajahnya yang biasanya tegas dan dingin, kini terlihat panik. Matanya merah, tangannya berkeringat meski suhu ruangan dingin. “Sayang… aku di sini. Aku nggak ke mana-mana.” Suaranya parau, tapi tenang. Tangan besarnya menggenggam tangan Luna yang jauh lebih kecil. Luna mengangguk pelan. Air matanya jatuh tanpa

  • Suami Perkasa   Suara Dalam Kegelapan

    Sukma duduk membisu di dalam mobil hitam berlapis kaca gelap. Jalanan ibu kota malam itu sunyi, lampu-lampu kota melintas bagai bintang jatuh yang tak sempat diminta harapan. Di sebelahnya, Zack—bodyguard setianya—mengemudi tanpa banyak bicara. Pria itu tegap, kalem, dan sudah lama menjaga Sukma sejak ia menikah dengan Dimitri. Tapi malam ini, Zack tahu ada sesuatu yang tak biasa dari tuannya. Sesuatu yang lebih dalam dari sekadar ekspresi lelah. “Zack,” suara Sukma akhirnya pecah, pelan dan parau. Zack menoleh singkat. “Ya, nyonya?” “Kita langsung ke tempat dokter itu ya. Aku gak yakin bisa tidur malam ini.” “Sudah saya hubungi, nyonya. Dokter Farida siap terima konsultasi malam ini, meski mendadak.” Sukma mengangguk pelan. Tangannya meremas sisi blazer putih yang dikenakannya. Wajahnya cantik, tapi lusuh. Lipstik memudar. Foundation retak di bawah mata. Matanya sembab. Ia belum tidur nyenyak selama hampir seminggu. Semenjak tahu Luna hamil. Bukan dari mulut Dimit

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status