Share

05

Pengusiran Rafli sangat begitu nyata bagi Nesa, kini gadis itu hanya memandangi pintu apartemennya dengan tatapan penuh kekesalan, beberapa kali juga nesa harus menghembuskan nafas kasar karena mencoba bersabar menghadapi hal konyol yang baru saja ia lewati. Kini ia benar benar tak ada tujuan, bahkan tabungan yang ia punya hanya cukup untuk makan dua hari, gadis itu benar benar merasa seperti gembel sekarang. Sejujurnya Nesa juga merasa penasaran dengan pria yang akan di jodohkan dengan dirinya bagaimana bisa pria asing itu membawa dampak cukup besar bagi hidupnya. Seistimewa apa pria itu sampai membuat dirinya di tendang oleh sang papa karena menolak perjodohan.

Setelah tadi ia mencoba merayu sang papa namun hasilnya nol besar, keputusan Rafli ternyata cukup kuat, dan keputusan Nesa untuk tak menikah dengan sembarang orang pun sudah bulat.

"Aku pacaran sama Dicky, cowo yang jelas jelas aku kenal aja, ujungnya apa pa? Aku di selingkuhi, dan papa dengan santainya menyuruh ku menikah dengan pria yang bahkan aku ngga kenal seluk-beluknya." Nesa berusaha menjelaskan menurut cara pandangnya.

Rafli tersenyum lembut. "Papa ngga pernah salah menilai orang, nak." jawaban singkat dari sang papa membuat Nesa kembali menutup mulutnya.

Berpacaran dengan Dicky selama tiga tahun dan berakhir kandas seperti ini bukan keinginannya, jujur saja gadis itu sempat berfikir untuk kejenjang lebih serius. Namun nyatanya takdir berkata lain, semua angan tinggal angan saja.

Sejujur, gadis itu sedikit penasaran, hanya penasaran tak ada niatan lebih, namun jika ia bertanya tentang pria yang akan di jodohkan dengan dirinya, Nesa takut sang papa berfikir kalau dirinya sudah siap menerima perjodohan itu.

Mengalah, Nesa kini tengah berjalan menuju tempat tinggal Misel, berharap agar temannya mau memberikan tumpangan selama beberapa hari, hanya Misel saja yang bisa Nesa harapkan hari ini.

Kini ia telah berdiri di depan rumah bercat biru muda dengan pagar berwarna putih yang menjulang tinggi di hadapannya, sebuah senyum lebar muncul di bibir Nesa, akhirnya, ia bisa hidup tenang walaupun hanya beberapa hari, setidaknya sampai gadis itu mendapat pekerjaan.

Pagar rumah itu terbuka, menampilkan seorang satpam berseragam hitam dengan senyum lebar menyambut kedatangan Nesa. "Siang mbak Nesa."

"Siang pak, Misel nya ada?"

"Ada mbak, silahkan masuk."

Tanpa menunggu lama, Nesa segera masuk memasuki pekarangan rumah itu dengan senyum mengembang sempurna, akhirnya setidaknya ia tak benar benar menjadi gembel.

Gadis itu segera memasuki bangunan tersebut tanpa menunggu sang empunya rumah keluar terlebih dahulu. Nesa segera berjalan menuju kamar Misel, karena gadis itu yakin jika Misel kini tengah berada di kamarnya, secara Misel termasuk night person, yang akan menghabiskan malam hingga pagi ke Club lalu esoknya tertidur hingga petang.

Klek~~

"Faster babyyyh."

Desahan Misel memasuki indra pendengaran Nesa, gadis itu mematung seketika, hingga suara desahan demi desahan kembali terdengar dan membuat gadis itu kembali tersadar.

Nesa segera menutup kedua mata dengan telapak tangannya, ia harus menjaga mata sucinya untuk adegan seperti itu, dengan cepat Nesa menutup pintu kamar Misel pelan agar tak menimbulkan suara yang akan menganggu kegiatan temannya dengan pria itu.

"Pantes aja di telpon ngga di angkat, taunya lagi duel." Nesa menggerutu kesal selagi berjalan menuju ruang keluarga.

Rumah Misel sudah selayaknya rumah Nesa, karena sedari jaman sekolah, Nesa telah sering menginap di rumah ini. Rumah besar yang memiliki dua lantai hanya di huni oleh Misel dengan para asisten, kedua orang tua Misel telah bercerai saat gadis itu masih duduk di bangku SMP.

Bangunan megah ini terlihat begitu sepi, hal itu membuat Nesa merasa suntuk, namun tak ada yang bisa gadis itu lakukan selain bermain ponsel, menggulir galeri, melihat beberapa foto yang tersimpan di ponselnya, hal itu membuat hati Nesa kini kembali teriris saat melihat foto bahagia Ness dan keluarga saat merayakan ulang tahun sang mama dua bulan yang lalu.

Waktu seakan begitu cepat, dahulu ia menjadi seseorang paling di sayang dan di manja, kini ia berubah menjadi debu yang keberadaannya tak di anggap.

Nesa berfikir kenapa ia bisa hidup seperti ini? Tak bisakah hidup yang telah ia tata tak di hancurkan begitu saja oleh orang asing?

"Astaga!"

Pekik seseorang di belakang Nesa membuat gadis itu menoleh, dengan tatapan datar nesa menatap sahabatnya yang kini terlihat amat sangat berantakan.

"Duel terus, temennya di abaiin."

Misel melanjutkan langkahnya, gadis itu menutup erat cardigan yang ia pakai untuk menutupi bagian tubuhnya, karena tanpa ia tutupi Nesa sudah bisa menebak jika sahabatnya itu hanya menggunakan pakaian dalam saja.

Gadis itu melangkah menuju dapur, lalu menyiapkan beberapa makanan di atas meja, melihat itu nesa melirik kebelakang, memastikan jika pria yang tadi sedang bersama Misel masih berada di kamarnya.

Kosong!

Setelah itu Nesa berjalan mendekati Misel, dan sesampainya gadis itu di samping Misel ia menutup hidungnya dengan kedua jarinya. Bau alkohol menyengat memasuki indra penciuman gadis itu.

"Cowo baru?"

"David." Jawab Misel singkat.

Dahi Nesa mengkerut, ia berusaha mengingat pria yang bernama David. Beberapa detik gadis itu masih berfikir, namun akhirnya ia menyerah, ia baru sadar jika Misel termasuk orang yang suka berganti-ganti pasangan.

"Lupa, ngga inget, ngga tau." Jawab Nesa seadanya.

Sedangkan gadis di sampingnya masih terus menyiapkan makanan untuk pria bernama David, selayaknya pasangan romantis, Misel selalu memanjakan pasangannya selama ia berada di rumah, melayani mereka selayaknya istri, namun jika di suruh menikah, Misel akan dengan cepat menghilang.

"Gua di usir bokap."

"Udah tahu."

Mata Nesa melotot, lalu ia melirik lagi kearah tangga, memastikan jika pria itu belum turun, ia tak mau ada yang mendengar cerita sedihnya ini.

"Kan gua kabur ke apartemen, nah, taunya bokap juga nyita tuh apartemen, ATM, mobil juga, anjir, ini gua udah kaya gembel."

Kepala Misel mengangguk mendengarkan cerita sahabatnya. "Sudah ku duga, si gembel ini akan menginap ke rumah ku, right?"

Nesa menggerakkan bibirnya kesal.

Lalu gadis itu kembali menuju ruang keluarga, saat baru saja ia terduduk dengan benar, sesosok pria bertubuh kekar berjalan kearah Misel, lalu dengan segera ia mengecup bibir Misel, seolah tak melihat Nesa, keduanya kembali hanyut dalam ciuman panas. Nesa yang melihat itu hanya diam dengan mulut terbuka lebar.

Suara kecupan demi kecupan terus memasuki telinga Nesa, sejujurnya suara itu terdengar menjijikkan, namun ia sadar posisi, ia hanya tamu, dan menganggu kegiatan temannya adalah hal tercela, walaupun ingin rasanya Nesa berteriak sekarang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status