Senyum Nesa kian melebar, walaupun semalam gadis itu tak bisa tidur akibat rasa senang yang berlebihan, namun gadis itu tetap semangat untuk berangkat kerja. Hari ini adalah hari pertamanya, sudah pasti gadis itu merasa sangat antusias.
Kemarin, setelah Rafli mengatakan bahwa ia akan menjadikan Nesa sebagai pegawai di kantor miliknya, sontak membuat gadis itu semakin kegirangan, ia pikir sang ayah akan benar benar menelantarkan dirinya, setelah Nesa mengatakan jika gadis itu tak mau di jodohkan. Namun, faktanya, sang ayah masih mau perduli kepada dirinya.Benar benar definisi anak yang di sayang!Itu adalah kata pertama yang keluar dari mulut Nesa saat ia bercerita kepada Misel.Memastikan jika riasan di wajahnya tak terlalu cetar, kini gadis itu sudah siap berangkat kerja. Seperti biasa, nesa harus meminjam baju milik Misel, karena gadis itu tak membawa banyak baju, toh untuk kembali ke rumah yang ada hanya akan menjadi bahan ledekan sang papa, dan mungkin ini akan menjadi kebiasaan Nesa sampai gadis itu mempunyai uang sendiri.Nesa tetap bersyukur mempunyai teman seperti Misel, walaupun gadis itu sedikit menjerumuskan tapi gadis itu masih mau membantu dirinya.Gadis itu kini berdiri, merapihkan rambut panjangnya, dengan senyum merekah gadis itu kini benar benar siap untuk berangkat kerja.Mata gadis itu sedikit melebar saat melihat Misel, dan pria bernama David, yang masih menginap di rumah ini. Menyadari jika keduanya berciuman semakin ganas Nesa pun memutuskan untuk memejamkan matanya.Dengan perlahan gadis itu melangkah menuju luar, berusaha tak menganggu kegiatan temannya yang kini terlihat seperti singa kelaparan.Cpppp cccppppSuara kecupan kian menjadi, gadis itu pun hanya bisa memejamkan matanya, walaupun ingin marah namun Nesa memutuskan untuk diam, ia sadar jika dirinya hanya penumpang di rumah ini."Sa!"Langkah gadis itu terhenti, dengan segera ia memutar badannya, menatap teman perempuannya yang kini berusaha menutupi bercak merah yang ada di bagian lehernya."Hmm?""Ngga sarapan dulu?"Mata Nesa menatap pria yang berdiri di belakang Misel, sejujurnya gadis itu merasa lapar, hanya saja ia merasa tak nyaman."Kenyang."KkrrrkkkNesa memejamkan matanya kesal, mengapa perutnya tak bisa di ajak kerja sama. Suara kekehan pria di belakang Misel membuat Nesa semakin salah tingkah."Kenapa lu Nes, takut sama gua?"'iya!'"Engga."Nesa berusaha menatap David dengan tatapan datar, walaupun sejujurnya gadis itu benar benar takut, terlebih kejadian tadi malam benar benar membuat nyali Nesa hilang begitu saja.Semalam, David yang sedang mabuk tiba tiba saja memeluk tubuh mungil Nesa saat gadis itu sedang memasak mie instan, pergerakan David sontak saja mengejutkan gadis tersebut, saat Nesa bertanya kenapa, pria itu hanya bergumam tak jelas, hingga saat Nesa meminta David untuk menjauh tangan pria itu semakin kuat memeluk pinggang Nesa, melihat sikap David yang membuatnya risih, nesa pun memutuskan untuk segera mematikan kompor dan melepaskan pelukan dari pria yang menjadi teman tidur Misel itu, Nesa berusaha menjelaskan dengan perlahan jika ia sangat terganggu dengan pelukan tersebut, namun sepertinya Nesa menjelaskan di waktu yang salah. Namun saat Nesa sudah berhasil keluar dari pelukan David, gadis itu segera berlari menuju kamarnya, mengabaikan perasaan lapar yang sedari tadi memberontak, dan memutuskan untuk mengunci pintu kamarnya.Setelah berhasil mengunci dirinya, David mengetuk keras pintu kamar Nesa, pria itu terus berkata jika ia ingin menyelami tubuh gadis itu, nesa yang berada di kamar berusaha diam tak menjawab apapun.Setelah kejadian semalam, kini Nesa benar benar merasa tak nyaman berada di sekitar David."Bisa makan nanti kok, lagian masih jam segini, cukup lah buat cari makan sekalian."Misel melepas rangkulan David, gadis cantik itu sekarang menghampiri temannya, dari tatapan Nesa jelas Misel tahu betul jika temannya ini sedang merasa bimbang, Misel tak akan memaksa Nesa untuk bercerita hanya saja Misel khawatir di mana anak itu makan, karena misel tahu, nesa masih belom memiliki uang cukup.Misel sedikit menarik tangan Nesa, mata gadis itu menatap Nesa dengan tatapan penuh kekhawatiran, melalui manik matanya, Misel menjelaskan betapa khawatirnya gadis itu akan Nesa.Sedangkan Nesa, yang melihat tatapan dari manik mata gadis di hadapannya, hanya bisa menghembuskan nafas berat, bagaimana bisa Nesa menolak sedangkan tatapan misel terlihat begitu tulus.Saat Nesa hendak mau melangkah, lagi lagi matanya tak sengaja bertemu dengan manik coklat milik David, Nesa kembali berfikir. Memang jam masih menunjukkan pukul tujuh, sedangkan dia memiliki banyak waktu untuk sarapan di rumah ini, hanya saja, ia merasa tak nyaman.Lagi lagi, kejadian tadi malam terputar di otaknya. Kepala nesa menggeleng, dengan perlahan ia kembali menatap mata misel, dengan senyuman tipis gadis itu mulai menolak. "Gua bisa makan di luar Sel, serius, gua ada duit kok buat sarapan di luar, toh gua ngga enak kalo ngerepotin lu terus."Bagus Nesa, bagus. Dalam hati gadis itu sedikit bersyukur karena alibi yang ia lontarkan terdengar sangat masuk akal."Makan di sini aja Nes, lagian kasian Misel udah masak pagi pagi."Bukan Misel, melainkan suara pria yang sedari tadi memperhatikan dirinya.Misel menoleh kearah David, sebuah senyum lebar tercetak di bibir gadis itu, David yang melihat senyuman itu hanya mengangguk.Kepala misel menoleh ke arah Nesa. "Tuh denger, hargai gua dodol, lu mah ngga bersyukur banget punya temen baik, kek gua."Kini Nesa hanya menatap David dengan tatapan datar, walaupun sejujurnya Nesa benar benar ingin meledak sekarang, bagaimana pria itu menatapnya dengan tatapan santai seolah tak terjadi apa apa, padahal sudah jelas kejadian tadi malam amat sangat membekas di otak Nesa.Ah, semalem dia mabok. Tiba tiba Nesa teringat akan hal itu. Nesa diam mencoba berfikir, walaupun sejujurnya kini perutnya sudah terasa perih, ia ingin membutuhkan asupan sekarang.Mata nesa kembali menatap manik David, dari sorot mata pria itu seperti tak terjadi apa apa, Nesa yakin jika David tak mengingat apapun, jika seperti itu pasti tak akan bermasalah bukan.Dengan semangat Nesa mengangguk, lumayan juga uangnya bisa di bikin yang lain, terlebih Nesa sangat sangat sadar, jika ia tak bisa boros seperti biasanya, bahkan jika Nesa sudah memiliki pekerjaan, ia harus tetap berhemat karena kini ia hidup sendiri."Yaudah deh, kalo lu maksa."Misel yang mendengar itu hanya terkekeh, sudah pasti ia tahu, jika temannya itu saat ini tengah sangat amat menghemat."Gua ngga maksa, lu aja yang miskin.""Sial!" Jawab Nesa seraya memukul pelan lengan Misel.Setelah mendengar permintaan sang mama, Nesa pun memutuskan untuk tinggal di sini sampai selesai acara makan malam, sejujurnya ia juga tak akan menolak, mengingat ia telah lama tidak mengonsumsi makanan enak dan juga bergizi, setiap harinya ia hanya memakan mie instan sampai sampai rasanya enek."Rumah sepi tau Nes, ngga ada kamu." Nesa yang kini tengah menata kursi pun menoleh, ia menatap Amanda dengan tatapan tak enak hati. Gadis itu merasa bersalah, karena dirinya yang terlalu keras kepala mamanya harus mempunyai kesabaran ekstra."Dia lebih milih hidup tanpa kita, sayang. Soalnya dia ngga mau di atur, padahal mah kalo di atur pasti udah kembali kejalan yang benar."Rafli yang baru saja tiba segera menarik kursi di samping istrinya, pria itu menatap istrinya dengan lembut, Nesa yang melihat itu hanya menghembuskan nafas lelah, jiwa jomblonya meronta."Kejalan yang benar, emang aku ikut aliran sesat apa." Selain iri karena papa nya yang selalu menunjukkan sisi romantis, ia juga kes
Sepulang kerja, Nesa segera menghampiri ruangan sang Papa, namun saat ia hendak membuka pintu, suara dari Ria membuat gadis itu berhenti."Mau cari pak Rafli?" Nesa mundur beberapa langkah sebelum ia mengangguk sebagai jawaban.Nafas gadis itu memburu, bukan karena emosi, namun karena pekerjaan yang ia kerjakan membuat seluruh tenaganya terkuras habis, bahkan saat ini Nesa merasa punggungnya sakit."Pak Rafli ngga datang ke kantor.""Bolos gitu? Papa bolos? Loh, papa kan rajin, masa iya bolos?" Ria hanya terkekeh, apa yang Nesa ucapkan benar, Rafli tergolong pria yang rajin bekerja, selama bekerja dengan Rafli, baru kali ini pria itu ijin bolos."Mending kamu pulang aja, terus kamu ngomong sama papa kamu."Pulang? Yang benar saja, ia sudah memutuskan untuk keluar dari rumah itu dan kini ia tak memiliki sebuah bangunan yang membuatnya benar benar pulang.Namun Nesa tetap mengangguk sebagai jawaban, gadis itu segera berpamitan dengan Ria sebelum tubuhnya menghilang dari hadapan wanita
Nesa sebisa mungkin hanya terfokus pada makanan yang ada di hadapannya. Ia sangat merasa menyesal karena telah berfikir baik tentang David, nyatanya, kini pria di hadapannya terus menatapnya dengan tatapan yang menurut gadis itu terlihat sangat menjijikan, sesekali Nesa melirik ke arah Misel, berharap temannya itu melihat tingkah menjijikan sang pacar, namun nyatanya Misel seolah sibuk dengan makanan di hadapannya.Rasa lapar Nesa meluap begitu saja, Nesa kesal sendiri, ia tak bisa terus berlama lama di sini, akhirnya ia memutuskan untuk segera melahap semua makanannya yang terlihat seperti orang rakus."Laper Bun?""Iya!" Jawab Nesa seenaknya, dalam hati gadis itu terus memaki David kesal karena pria itu kini dirinya seperti ini.Prang!! Dengan sedikit kesal, Nesa meletakkan sendok dan garpu miliknya, lalu segera menegak air mineral di hadapannya, mengabaikan tatapan aneh Misel dan juga tatapan David yang masih sama."Kesambet apa sih lu Nes?""Laper anjir!"Misel hanya terkekeh, la
Senyum Nesa kian melebar, walaupun semalam gadis itu tak bisa tidur akibat rasa senang yang berlebihan, namun gadis itu tetap semangat untuk berangkat kerja. Hari ini adalah hari pertamanya, sudah pasti gadis itu merasa sangat antusias.Kemarin, setelah Rafli mengatakan bahwa ia akan menjadikan Nesa sebagai pegawai di kantor miliknya, sontak membuat gadis itu semakin kegirangan, ia pikir sang ayah akan benar benar menelantarkan dirinya, setelah Nesa mengatakan jika gadis itu tak mau di jodohkan. Namun, faktanya, sang ayah masih mau perduli kepada dirinya.Benar benar definisi anak yang di sayang!Itu adalah kata pertama yang keluar dari mulut Nesa saat ia bercerita kepada Misel.Memastikan jika riasan di wajahnya tak terlalu cetar, kini gadis itu sudah siap berangkat kerja. Seperti biasa, nesa harus meminjam baju milik Misel, karena gadis itu tak membawa banyak baju, toh untuk kembali ke rumah yang ada hanya akan menjadi bahan ledekan sang papa, dan mungkin ini akan menjadi kebiasaan N
Nesa terus memandangi laptop milik Misel yang berhasil ia pinjam dengan cara merayu selama hampir satu jam. dengan tatapan menanti, setiap kali ia menggulir halaman website yang sedang ia buka, detak jantungnya berdetak tak karuan.Sudah hampir dua jam gadis itu terus memandangi layar laptop namun tak ada satu pesan pun yang masuk, gadis itu mengerang frustasi. Ia memutuskan untuk menutup website lowongan pekerjaan lalu dengan kesal ia membanting tubuhnya ke belakang, sehingga kini punggungnya dengan kasar menyentuh dinding."Gila ini gua, beneran gelandangan." Gadis itu benar benar di buat frustasi, semua usahanya terlihat sia sia, ia sudah mengirimkan CV kepada hampir dua puluh perusahaan, sepuluh cafe, dan juga beberapa bar.Namun nyatanya Nesa tak yang bisa menunggu lebih lama lagi, dengan kesal gadis itu kembali menegakkan punggungnya, lalu mencatat beberapa alamat yang akan ia kunjungi.Bermodal nekat dan juga uang hutang pada Misel sebagai modal untuk pergi keluar, Nesa kini s
Pengusiran Rafli sangat begitu nyata bagi Nesa, kini gadis itu hanya memandangi pintu apartemennya dengan tatapan penuh kekesalan, beberapa kali juga nesa harus menghembuskan nafas kasar karena mencoba bersabar menghadapi hal konyol yang baru saja ia lewati. Kini ia benar benar tak ada tujuan, bahkan tabungan yang ia punya hanya cukup untuk makan dua hari, gadis itu benar benar merasa seperti gembel sekarang. Sejujurnya Nesa juga merasa penasaran dengan pria yang akan di jodohkan dengan dirinya bagaimana bisa pria asing itu membawa dampak cukup besar bagi hidupnya. Seistimewa apa pria itu sampai membuat dirinya di tendang oleh sang papa karena menolak perjodohan.Setelah tadi ia mencoba merayu sang papa namun hasilnya nol besar, keputusan Rafli ternyata cukup kuat, dan keputusan Nesa untuk tak menikah dengan sembarang orang pun sudah bulat. "Aku pacaran sama Dicky, cowo yang jelas jelas aku kenal aja, ujungnya apa pa? Aku di selingkuhi, dan papa dengan santainya menyuruh ku menikah