Share

05. Dipaksa Nikah

Author: Emma Shu
last update Last Updated: 2024-01-25 06:07:09

"Aku tidak tahu," jawab Qasam.

"Bohong!" sergah Sofian. "Geledah cepat!" perintahnya kepada anak buahnya.

Beberapa orang maju hendak menggeledah.

Qasam langsung memberikan tinjuan. Salah seorang terbang dan langsung terkapar di tanah, terguyur hujan.

Semua orang terperanjat.

"Pergi kalian!" titah Qasam dingin. “Aku tidak suka ada yang kurang ajar kepadaku. Jika kena pukulanku, hanya ada dua alamat yang akan kau tempuh, rumah sakit, atau kuburan!"

Sofian menatap anak buah lainnya yang sejak tadi menjadi penonton, tidak berani maju. "Kenapa kalian diam? Maju dan lawan lelaki ini!"

"Bos saja yang maju."

"Kampret!" Sofian kesal.

"Kuburan, bos. Belum kawin aku."

"Cabut!" Sofian akhirnya mengajak anak buahnya pergi.

Qasam membanting pintu. Untung saja bingkai pintu cukup kuat menahan hentakan. Kedatangan mereka benar- benar telah menyita waktunya saja. Dan wanita ini membawa masalah saja.

"Thank's.." lirih Qizha gemetaran.

"Keluar kau! Pulang sana!" Qasam melenggang. Namun sial, tubuhnya malah ditubruk badan Qizha yang terhuyung, terpaksa lengannya dengan sigap menangkap tubuh Qizha yang lemas, mata gadis itu terpejam.

"Hei jangan pingsan!" Qasam ingin melepaskan tubuh berbalut pakaian basah itu, namun itu tidak dia lakukan. Bisa kejedot kepala wanita itu kalau dilepaskan.

"Merepotkan saja!" Qasam menggendong tubuh lemas Qizha dan membawanya ke kamar.

Tubuh Qizha mengeriput kedinginan, kulitnya memucat pias. Bahkan bibirnya pun seperti kapas.

Qasam melepas pakaian Qizha. Membungkus dengan selimut.

Di sisi lain, Sofian menemukan robekan kebaya milik Qizha yang tersangkut paku di tiang jemuran. Sofian mengikuti tapak kaki yang mengarah ke teras rumah kontrakan itu.

Bahkan ia melihat cincin longgar pembeliannya yang tadi baru saja diserahkan kepada Qizha, terjatuh tiga centi di depan pintu rumah itu.

"Bedeb*h!" Sofian marah dan mendobrak pintu bersama dengan anak buahnya. Untung saja anak buahnya masih bisa bangkit bangun.

Mereka memergoki Qasam yang tengah duduk di atas kasur, bersebelahan dengan Qizha yang terbaring di kasur berbalut selimut, sedangkan kebayanya yang sobek teronggok di lantai.

"Setan! Jin iprit! Kerbau!" Sofian marah. Kemudian ia menoleh pada anak buahnya. "Lawan! Jangan bengong!" titah Sofian melihat anak buahnya yang malah diam.

Mendengar perintah itu, anak buah Sofian pun terpaksa maju menyerang Qasam, takut dianggap makan gaji buta kalau tidak menuruti perintah bos.

Bugh bugh bugh. Gedebug. Gubrak.

Satu lawan enam, namun keenamnya terkapar tak berdaya. Pukulan, tendangan dan gerakan Qasam benar- benar tak tertandingi.

Tak lama kemudian, warga menyeruduk masuk. Penasaran dengan keributan yang terjadi di dalam rumah kontrakan itu.

***

Kini, Qasam sudah duduk dikelilingi oleh warga. Ia dan Qizha dibawa kepada pemuka agama, kyai Bahrun.

Qizha yang duduk di sisi Qasam itu mengenakan pakaian gombrang kedodoran serta celana yang tak kalah kedodoran. Semua itu adalah pakaian milik Qasam.

Rasanya aneh saat berada di dalam baju kebesaran, seperti masuk ke dalam karung.

Qizha terpaksa harus memakai pakaian ala kadarnya demi menyelamatkan tampilannya.

“Pak kyai, Qizha ini adalah calon istri saya. Dia kabur dan malah diculik oleh lelaki biadab ini. Bahkan lelaki ini malah berbuat mesum pada calon istriku. Kita harus beri hukuman berat pada lelaki yang mengganggu calon istri orang!” tegas Sofian meminta bantuan kyai.

Setidaknya, jika tangannya sendiri tidak bisa melumpuhkan Qasam, maka ia berharap kyai yang akan menghancurkan Qasam. Bila perlu mengusir Qasam dari komplek itu.

“Tunggu dulu, saya butuh penjelasan darimu, anak muda!” Kyai Bahrun menatap Qasam intens. Penampilannya selalu khas layaknya seorang ustad dengan peci di kepala, sarung dan baju koko.

Qasam menyambar kerupuk dari tangan salah seorang pemuda di dekatnya, lalu menyantap salah satu isinya. Mengunyah santai, suara kriuk kriuk membuat riuh.

Dalam hati ia mengumpati Sofian yang membuatnya terjebak di situasi itu.

“Gadis ini mendatangi rumahku. Dan dia kedinginan karena kehujanan,” jelas Qasam enteng sekali. “Bajunya sobek- sobek. Lalu pingsan. Aku bawa ke kamar. Kulepas semua pakaiannya.”

Qizha membelalak, namun wajahnya tetap menunduk menahan rasa malu. Penjelasan Qasam memang asal nyeplos. Disidang dalam kondisi begini membuatnya malu setengah mati.

“Sialan! Enteng sekali kau bilang melepas pakaian calon istriku!” Sofian melangkah maju dan melayangkan tinju.

Namun kepalan tangannya itu berhasil ditahan oleh Qasam. Sigap sekali Qasam menangkap serangan. Kemudian Sofian mengerang kesakitan saat terdengar suara derakan dari pergelangan tangannya.

“Qasam, lepaskan dia! Kalau tangannya sampai patah, kau juga yang repot,” ucap kyai Bahrun dan langsung dipatuhi oleh Qasam.

Sofian merintih sambil mengibas- ngibaskan tangannya.

“Qasam, apa yang kau lakukan pada Qizha setelah itu?” tanya Kyai Bahrun.

“Aku melihat semuanya.”

Kasak kusuk semua orang mulai saling berbisik.

“Kau menyentuh Qizha?” tanya Kyai.

“Tentu saja aku menyentuhnya. Maksudku menyentuhnya saat melepas pakaian. Tapi tujuanku hanya ingin menghangatkan tubuh wanita ini dengan selimut.”

Kyai Bahrun mengangguk, mandapatkan kesimpulan. Lalu ia mengedarkan pandangan. “Kalian lihat Qasam berbuat mesum pada Qizha?” tanya Kyai Bahrun pada para saksi yang memergoki kejadian tadi.

“Ya, kyai. Kami melihat dengan mata kepala kami sendiri bahwa Qasam berbuat mesum. Dia harus dihukum berat. Dirajam. Atau diusir,” sahut salah seorang yang tadi mendapat pukulan dari Qasam. Dendamnya akan terbalas jika melihat Qasam diusir.

"Rajam saja dia." Salah seorang memberi komando.

"Ya, rajam!" Yang lain ikutan berteriak penuh semangat, beranggapan bahwa sebentar lagi akan ada tontonan seru.

Tak lama beberapa batu kerikil melayang ke arah Qasam, mereka ingin menghukum Qasam dengan rajam. Tapi sialnya batu malah mengenai jidat kyai.

Batu lainnya dengan nakalnya nyasar mengenai bokong lancip Sofian. Si batu tahu banget itu bokong minta ditabok. Posisi Sofian yang berada tak jauh dari Qasam membuat batu dengan mudah nyasar ke arahnya.

Spontan Sofian meringis menahan sakit. Lemparan batu benar- benar ampuh membuat benda bulat dan lancip itu lebam.

"Berhenti!" seru Qasam pada orang- orang yang melemparinya namun tak satu pun batu mengenainya. Ia berdiri tegap menghadap wajah- wajah di sekelilingnya.

Kemudian tangannya dengan sigap menangkap batu kerikil yang mengarah kepadanya.

"Hanya yang suci dan bersih dari dosa yang boleh melempar!" tegas Qasam sambil mengangkat kerikil di tangannya.

Tiba- tiba semuanya diam. Perkataan Qasam seolah menghakimi semua orang bahwa tak seorang pun diantara mereka yang bersih dari dosa.

Para pelaku zina garuk- garuk kepala.

Seseorang yang baru saja mengencani kekasih dan mengajak berhubungan terlarang pun malah saling lirik diantara keramaian. Mereka memang melakukan zina, namun nasib baik masih berpihak hingga perbuatan mereka tidak terbongkar di muka umum.

"Kalian menghakimi orang lain, tapi kalian lupa kalau kalian juga banyak dosa. Kalian sok suci. Munafik. Sampai detik ini kalian terlihat baik karena Tuhan masih menutupi aib kalian, andai saja Tuhan membuka aib kalian, maka borok kalian pasti jauh lebih menjijikkan," imbuh Qasam kemudian meludah. Dia lempar batu di tangannya ke tanah dengan kesal.

“Begini saja, jalan keluar yang sebaiknya adalah Qasam dan Qizha harus menikah," tegas Kyai Bahrun sambil mengelus jidatnya yang benjol akibat lemparan batu.

Perkataan itu membuat Qizha memucat pias.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Naj Ji
Hahaha...raSAin. KAMU SOFian boKong KenA timpuK. bAtU. TApi. KASihAn KyAi BAdrUn. Kena. tiMPUK.juga jidat. nya
goodnovel comment avatar
Naj Ji
NAJWA...️EniSenSi Klara
goodnovel comment avatar
Phakoy Zott
seru bgt ceritanya...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Preman Ternyata Sultan   230. Cinta Terindah

    Qizha bermain dengan Zein di ruang main yang sengaja di desain khusus untuk anak bermain. Di sana lengkap ada berbagai macam jenis mainan, muali dari mobil-mobilan, bola, tempat mandi bola, perosotan, bahkan permainan untuk lompat-lompatan pun ada.Qizha mengawasi dari jarak beberapa meter, duduk sambil minum jus. Di sisinya ada Arini yang selalu stand by, memberikan apa saja keperluan Qizha.Si kecil mandi bila bersana dengan baby sitter yang tak pernah lepas dari posisi Zein kemana pun pergi. Qizha menatap layar ponselnya yang menunjuk tanggal dua belas, artinya tiga hari lagi Qasam pulang. Lama sekali rasanya menghitung hari. Serindu itu ternyata Qizha pada Qasam? Qizha malu jika mengingat dirinya yang nyaris seperti orang kasmaran dan jatuh cinta. Benda pipih itu kemudian berdering, nama Qasam tertera di layar. Qasam menelepon? Qizha tersenyum senang. Ia langsung menjawab telepon dan mengucap salam.“Kenapa sudah meneleponku? Kangen?” tanya Qizha.“Ha haa… tidak. Aku sama seka

  • Suami Preman Ternyata Sultan   229. Romantis Selalu

    Sudah tiga minggu Qasam pergi ke Jepang sejak terakhir kali Qizha mengantarnya ke bandara, pria itu belum kembali. Kemarin mengaku hanya akan perhi selama dua minggu, tapi ternyata sudah tiga minggu berlalu, Qasam belum kembali.Qizha mengerjakan aktivitas seperti biasanya, menghabiskan waktu dengan bermain bersama Zein, putra semata wayangnya. Kini, Zein sudah tumbuh makin besar. Usianya satu tahun. Di usia sembilan bulan, Zein sudah bisa berjalan. Sekarang, bocah itu sudah bisa berlari meski belum kencang.Qizha merindukan Qasam. Pria itu memang ngangenin. Sebentar tak ketemu, rasa rindu sudah sampai ke ubun- ubun. Sikap Qasam yang setahun belakangan terlihat memuliakan wanita, membuat Qizha merasa kalau Qasam itu seperti candu. Bayangkan saja, setiap saat, Qizha selalu saja mendapat kelembutan dan perhatian khusus dari suaminya. Lalu beberapa minggu, ia harus berpisah. Tentu saja ia rindu. Qizha baru saja meletakkan tubuh Zein ke kasur tidur khusus balita, berdekatan dengan kas

  • Suami Preman Ternyata Sultan   228. Mesra

    Baby sitter terlihat terampil ketika memandikan Zein, bayi yang baru berusia dua minggu. Qizha mengawasi di samping baby sitter. Selama ini, Qizha sendiri yang memandikan bayinya. Baru kali ini ia mengijinkan baby sitter memandikan bayinya, itu pun diawasi olehnya.“Kamu keliahtan terbiasa memandikan bayi,” komentar Qizha.“Iya, Non. Soalnya saya khusus mengurus bayi merah kan dulu sewaktu dip anti asuhan. Dan setelah masuk yayasan, saya juga jadi baby sitter,” sahut wanita yang usianya sekitar empat puluh limaan tahun itu.“Pantesan cekatan. Sini, biar aku yang pakaikan bajunya. Baju dan peralatan untuk si kecil sudah disiapkan?” Qizha mengambil alih bayinya setelah diangkat dari bak mandi.“Sudah, Non.” Qizha melangkah keluar dan segera memasang baju bayi yang sudah disediakan. Termasuk minyak kayu putih dan bedak juga sudah disediakan. Di kamar bayi itu, aroma minyam telon menguar, harum. Arini mendampingi Qizha. Dia bertugas untuk melayani Qizha. Sedangkan baby sit

  • Suami Preman Ternyata Sultan   227. Keturunan

    Qasam membawa air hangat kuku dari pemanas air di sudut kamar sesuai permintaan Qizha dan menyerahkannya kepada istrinya itu. “Ayo minum!”Qasam membantu mendekatkan gelas ke bibir Qizha.“Aku bisa sendiri, Mas,” ucap Qizha dan mengambil alih gelas tersebut lalu meminumnya “Terima kasih, Mas.”Pandangan Qasam kemudian tertuju ke bayi kecil yang ada di samping Qizha. Pipinya tebem, kulitnya putih kemerahan. Hidungnya mancung. Menggemaskan dan lucu sekali. Ini adalah hari pertama Qizha dibawa pulang ke rumah setelah menjalani perawatan selama tiga hari di rumah sakit. Padahal sebenarnya di hari kedua Qizha sudah diijinkan pulang karena kondisinya sehat dan baik-baik saja, namun seperti biasa, Qasam melarang Qizha pulang dan dia diminta untuk dirawat di rumah sakit dengan pantauan dokter. Rumah sakit milik ayahnya, jadi mudah saja baginya mengatur kondisi di rumah sakit.Bahkan, kini Qasam meminta dokter keluarga untuk mengecek kondisi ibu dan bayi ke rumah di tiga hari perta

  • Suami Preman Ternyata Sultan   226. Bayi

    “Pinggangku sakit banget, Mas!” ucap Qizha sambil memegangi pinggang. Mulutnya meringis. Sebenarnya sudah sejak di perjalanan tadi Qizha merasakan ngilu, namun ia menahannya karena rasa ngilu itu datang dan hilang begitu saja. dia mengira hal itu biasa terjadi seiring kehamilannya yang semakin membesar.Namun, kini rasa ngilu itu makin parah, hampir setiap lima belas menit sekali muncul dan rasanya melilit sampai ke perut bagian bawah. Habiba memegang perut Qizha, rasanya keras menggumpal ke satu titik. Kemudian gumpalan keras itu bergerak menuju ke titik lain. Begitu seterusnya.“Ini Qizha sudah mau melahirkan. Ayo cepat bawa ke rumah sakit,” seru Habiba, membuat Qasam langsung gerak cepat menggendong tubuh Qizha dan membawanya ke mobil.Supir menyetir dnegan kelajuan tinggi mendengar suara ritihan Qizha di belakang. Qasam menggenggam tangan Qizha sambil terus mengatakan kata-kata motifasi.Qizha berkeringat, mukanya makin memucat, lemas sekali. Sesekali meringis menahan s

  • Suami Preman Ternyata Sultan   225. Rasa Sakit

    Semenjak Qizha tahu kalau Sina rujuk dengan Arsen, ia menjadi jauh lebih lega. Kini adiknya itu sudah ada yang menanggung jawabi. Hidupnya tidak lagi mengenaskan, Qizha pun tak perlu mencemaskan keadaannya lagi. Sina kini tinggal bersama sang suami. Setelah balitanya keluar dari rumah sakit, Sina mengunjungi rumah Qasam, menemui Qizha dan Qasam untuk mengucapkan rasa terima kasih. Arsen pun menunjukkan sikap layaknya sebagai saudara ipar. Qizha memberikan beberapa helai pakaian dan jilbab baru kepada Sina seperti yang dia janjikan. Qasam pun mulai membuka hati pada Sina. Dia tidak ketus lagi melihat sikap Sina yang jelas sudah jauh berubah. Penampilan Sina pun sudah tidak lusuh lagi seperti saat dia menjanda. Sepeninggalan Sina dan Arsen, tinggal lah Qizha dan Qasam yang duduk di ruang tamu berdua. “Mas, kamu udah nggak benci lagi sama Sina, kan?” tanya Qizha sambil.memegang tangan suaminya.“Tidak.” Tatapan Qasam tertuju pada mata bulat istrinya yang menggemaskan. “Dia seperti

  • Suami Preman Ternyata Sultan   224. Penyesalan

    Qizha menatap ekspresi wajah adik tirinya yang tak pernah dia lihat selama ini, wajah itu tampak jajh lebih menyedihkan, penuh penyesalan, dan tatapan iba. Ini adalah pemandangan pertama kalinya. Wajah Sina benar-benar tampak sangat mengenaskan. Bahkan tampilannya pun berbada, dia memakai kerudung untuk menutup auratnya. Apakah ini adalah awal bagi Sina untuk taubat? Dari mata adiknya, Qizha tidak melihat dendam dan tatapan kebencian seperti dulu. Setiap manusia memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri.Qizha meraih pundak Sina. “Bawa anakmu ke rumah sakit sekarang. Aku akan mengantarmu.”Sina mengangguk dengan senyum dan air matanya langsung berurai. “Iya, Kak. Makasih.”***Di rumah sakit itu, Qizha dan Sina duduk di depan balita yang terbujur dengan selang infus menusuk di kaki. Si kecil tidur pulas. Qizha didampingi oleh Arini, asisten rumah tangga yang satu itu tak diijinkan jauh dari Qizha. Selalu diminta Qasam untuk mendampingi Qizha. Wajah Sina yang tadinya murung, kini

  • Suami Preman Ternyata Sultan   223. Minta Belas Kasih

    “Mas, becandanya nggak lucu. Masak ngintip sih?” tanya Qizha yang tak terima suaminya mengucapkan kata-kata konyol tadi. “Ya, kalau aku lagi nganu sama kamu kan itu kepala bawah lagi ngintip ke dalam. He hee…” Qasam makin konyol. Ia kembali mengelus permukaan perut Qizha. Ia merasakan sensasi saat janin di dalam bergerak-gerak. “Dia bergerak. Setiap kali aku memancing dengan elusan, pasti dia bergerak-gerak.” Qasam tersenyum.“Iya, kalau ada pancingan dari luar, bayi kita pasti merespon. Dia tahu ada yang perhatian kepadanya.”“Tendangannya makin hari makin kuat.”“Namanya juga sudah sembilan bulan. Tinggal menunggu hari, ya tentu makin kuat dong.”“Hah? Sudah sembilan bulan?” Qasam kaget. “Cepat sekali rasanya? Aku bakalam punya anak nih sebentar lagi?”Qizha tersenyum. “Kamu kok jam segini udah pulang, Mas? Biasanya pulangnya agak malam atau lebih sore. Ini baru jam tiga sore loh.”“Aku kangen sama kamu, makanya cepet- cepet pulang.”“Sekarang sudah mulai bisa gombalin ya? Receh l

  • Suami Preman Ternyata Sultan   222. Boleh Ngintip?

    Tujuh bulan sudah berlalu. Kini Qizha menghabiskan waktu di rumah saja, menikmati kehamilannya yang sudah membuncit. Dia menghabsikan waktu dengan berjalan santai di sekitar rumah. Pemandangan di sekitar rumah besar yang dikelilingi pagar beton setinggi dua meter itu sangat asri. Ada banyak tanaman hijau yang menyejukkan mata, pancuran air pun ada. Qizha ditemani asisten rumah tangga yang setia mengikutinya. Menyediakan apa saja keperluannya. Ah, Qizha benar-benar merasa speerti ratu. Iya, diratukan oleh suaminya.Saat bosan, Qizha pergi ke salon. Menikmati creambath dan berbagai jenis perawatan lainnya.Qizha juga sesekali jalan-jalan ke mall untuk melihat-lihat suasana baru. Dikawal oleh asisten rumah tangga yang ditugaskan menemani. Namanya Arini, asisten rumah tangga yang sopan dan ramah. Dia melayani Qizha mulai dari A sampai Z. dia hafal kapan Qizha harus makan, minum susu, makan buah, dan minum jus. Dia juga mengambilkan handuk saat Qizha mau mandi, menyiapkan p

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status