Perjalanan cukup jauh. Mereka berboncengan menembus panas dan hujan. Qasam sama sekali tak menghentikan motor meski hujan mengguyur, berganti panas terik. Qizha memilih diam saja, membuarkan Qasam melakukan apa yang dia mau.Huh, jika sepanjang perjalanan terkena panas dan hujan, lama- lama Qizha bisa jadi ikan asin. Ketika hujan deras mengguyur, tubuh Qizha menggigil. Dan saat hujan berlalu, baju Qizha yang basah dengan cepat mengering oleh kencangnya angin dan panas yang menerpa.Mereka hanya berhenti saat mengisi minyak di pom bensin. Rasanya nyaris seperti musafir yang melakukan perjalanan jauh.Bleb bleb bleb ..Penyakit motor kumat lagi. Mereka terpaksa berjalan kaki. Qasam mendorong motor. Qizha mengikuti di belakang.Kaki Qizha mulai pegal dan letih berjalan agak jauh. Bisa- bisa betisnya jadi segede tales bogor jika begini terus. Pahanya yang terasa nyeri akibat terluak itu membuatnya kesulitan berjalan dengan cepat."Aku lapar!" celetuk Qizha.Kenapa suara Qizha jadi jauh?
"Mulai hari ini, kau tinggal di sini. Rumah sudah kusediakan untukmu, tapi kau harus cari makan sendiri!" Kalimat yang dilontarkan Qasam membuat Qizha terkesiap dan menelan saliva. Cari makan sendiri? Apa gunanya dia memiliki suami kalau pada akhirnya harus mencari nafkah sendiri?“Kamu tahu apa aja tanggung jawab suami kan?” tanya Qizha yang saat itu tengah duduk di kursi ruang makan, berhadapan dengan Qasam yang tengah minum teh panas.Pria itu membuat teh sendiri dan menyantap roti kemasan sendiri.“Maksud pertanyaanmu apa?” Qasam menatap Qizha lekat.“Jika aku yang udah bersuami mesti harus mencari nafkah untuk hidupku sendiri, lalu apa gunanya aku memiliki suami?”“Kau ingin pisah dariku, hm?”“Aku nggak bilang begitu. Aku hanya menuntut tanggung jawabmu,” sahut Qizha dengan lirih.“Aku tidak punya pekerjaan. Aku tidak bisa menafkahimu.”Qizha menelan saliva. “Kalau begitu berusahalah supaya mendapat penghasilan.”“Kau tidak perlu mengajariku. Aku sudah melakukan apa saja
Pagi itu, Qizha tengah menyantap makan dengan lauk dadar telur. Ia melihat Qasam keluar dari kamar mandi yang menyatu dengan dapur.“Hari ini adalah hari pernikahannya Sina. Kita datang ya?” tanya Qizha.“Tidak,” jawab Qasam sambil melenggang masuk kamar.“Kalau begitu, biar aku aja yang pergi ke sana,” ucap Qizha sambil mengeraskan suaranya supaya Qasam yang berada di lain ruangan itu mendengar suaranya.“Kau tahu hukum istri yang membangkang perintah suami? Aku melarangmu pergi dan kau malah melanggarnya.” Suara Qasam menyahut cukup keras dari arah kamar.“Larangan yang baik pasti akan aku lakukan. Tapi ini kamu melarangku bersilaturahmi, sma aaja kamu meminta supaya aku memutus sambungan tali silaturahmi. Ini salah.”Tak ada jawaban.Tak lama Qasam keluar dari kamar. “Ayo, pergi sekarang denganku!”Qizha tersenyum. Yes, akhirnya permintaannya dituruti juga. Qizha menghambur masuk kamar untuk menukar pakaian.***Pesta pernikahan digelar dengan mewah. Maksudnya, untuk seke
“Aku rasa segitu cukup untuk sumbangan.” Qasam menendang gepokan uang seperti menedang bola kaki. “Ayo kita pulang, sayang! Jangan berlama- lama di sini!” Qasam merangkul pundak Qizha dan menggeretnya pergi, melewati Agata dan Bily. Salah satu kakinya sempat menendang segepok uang.Agata tercekat menyaksikan uang yang tercecer di lantai. Semua orang bertanya- tanya, dari mana Qasam bisa mendapatkan uang sebanyak itu?Dan nyatanya uang dengan jumlah banyak itu mampu membungkam mulut mereka, memukul telak hingga para penghina itu mematung.Qasam terus merangkul Qizha melewati beberapa meja tamu, tanpa peduli ia mendapat perhatian semua orang.Sesampainya di luar, Qizha melepaskan lingkaran lengan Qasam dari lehernya. “Kenapa dilepas?” tanya Qasam tak terima.“Sandiwaranya udahan. Itu tadi hanya sandiwara kan? sekarang mereka nggak lihat kita lagi, jadi jangan diterusin!”Qasam tak peduli. Ia naik ke motor butut milik Qizha. “Cepat naik!” titah Qasam melihat Qizha yang mala
"Ah ya ya… Ya sudah ayo kita pulang!" ajak Qasam pada Qizha. Ia membenahi posisi duduk menghadap stang sambil berusaha menyembunyikan wajahnya dari Ameena."Tapi nasiku jatuh, aku mau beli nasi lagi!" ucap Qizha."Uruan itu nanti saja. Ayo, cepat pulang!" Qasam menarik lengan Qizha supaya mendekat.Tak mau berdebat, Qizha pun membonceng, duduk di belakang Qasam."Hati- hati, Mas," ucap Ameena saat motor melaju meninggalkan restoran.Kecemasan Qasam akan ketahuan oleh Ameena tidak terjadi. Penyamarannya benar- benar sempurna, bahkan Ameena pun tak mengenalinya.Malam itu, terpaksa Qizha menahan lapar sampai pagi. Saat sudah sampai rumah, warung makan di sekitar rumah sudah tutup semua mengingat hari sudah larut malam. Beras di rumah juga sudah habis, tidak ada stok makanan apa pun di rumah. Sedangkan Qasam sepanjang malam memikirkan Ameena. Gadisnya itu sedang ngambek dan sampai kini Qasam belum sempat menemuinya. Apa yang sedang dipikirkan Ameena tentangnya?Qasam tidak mau kehila
Qizha duduk bersisian dengan Qasam di sofa lobi hotel. Pria itu tampak sibuk dnegan ponselnya, entah melakukan apa. sedangkan Qizha dibiarkan duduk di sisinya tanpa diajak ngobrol.Sesekali Qasam melirik ke arah Qizha seperti sedang mengawasi, namun kemudian pandangannya kembali ke arah ponsel.“Kita mau apa di sini?” tanya Qizha yang mulai bosan.“Aku pesankan kamar untukmu. Tunggu di kamar.”“Nunggu apa, sih?”Qasam menarik lengan Qizha dan membawanya masuk ke dalam lift. Ting.Suara pintu terbuka memandu langkah keduanya keluar dari lift. Qasam menggandeng Qizha memasuki kamar.“Tungg di sini!” titah Qasam kemudian menutup pintu.“Qasam, tunggu!” Terlambat, pintu sudah ditutup. Qizha tak bisa membukanya. Mode pintu yang menggunakan kartu membuatnya tak bisa membuka mengingat kartu hanya dibawa oleh Qasam.Tiga puluh menit telah berlalu, Qizha hanya bisa duduk termenung di dalam kamar mewah itu. Sebenarnya apa yang direncanakan Qasam? Kenapa pria tu membawanya ke sana?
Qasam duduk di sofa ruang tamu, kaki naik ke meja. Mata terpejam dan bibir tersenyum membayangkan Qizha tengah dikerjain dua pria sekaligus. Inilah akibat wanita yang dengan buadab telah membunuh adiknya. Entah niat apa yang ada di kepala Qizha hingga bisa- bisanya wanita yang tampilannya alim itu berbuat hal yang terkutuk. Anehnya, kenapa Qizha tak juga tertidur setelah Qasam membubuhkan obat tidur di ayam bakar kesukaan Qizha. Padahal jelas ia menaburkan obat tidur ke makanan itu. Qasam tak tahu kalau ayam bakar sudah diganti. Dia pun tak tahu kalau konsumen yang telah menyantap ayam bakar terkantuk- kantuk saat pulang dari warung makan naik motor. Suara pintu dibuka membuat Qasam membuka mata dan menatap Qizha yang melangkah masuk.Qasam menautkan dahi. Bagaimana bisa wanita ini kembali secepat ini? Bukankah seharusnya dia sedang meraung- raung meratapi kenyataan pahit setelah mahkotanya direnggut paksa dan digilir okeh dua lelaki? "Kau sudah kembali? Sudah selesai main kuda d
Qizha merasakan kepalanya pusing sekali, tubuh pun makin gemetaran. Nyawa seperti terbang entah kemana. Tidak. Qizha tidak boleh mati sebelum bisa melawan kezaliman Qasam. Pria zalim ini harus mendapatkan jawaban atas kezalimannya.Semangat dalam dirinya kembali tumbuh. Ia menggeser tubuhnya mendekati nasi. Dan berhasil. Qizha memakan nasi di lantai langsung menggunakan mulut."Luar biasa! Masih punya tenaga juga!" Qasam geleng kepala. Ia kembali berjongkok di sisi Qizha. "Seperti anjing, dia makan juga begitu." Qasam melenggang keluar kamar, membiarkan Qizha memakan nasi yang berserakan di lantai dengan menggunakan mulut tanpa bantuan tangan.Suami biadab! Pikir Qizha. Tak hanya itu saja yang dilakukan oleh Qasam, keesokan hari, pria itu datang lagi dan kembali menyerakkan nasi ke lantai. Disebabkan lapar, Qizha terpaksa menyantap nasi yang berserakan itu langsung menggunakan mulut, sama seperti kucing saat makan, begitulah yang dia lakukan. Sial, nasi itu ternyata basi. Namun ta