Share

Segeralah Menikah!

“Rumah sakit?”

Rhein bertanya-tanya, siapa gerangan yang membawanya ke rumah sakit? Seingatnya, ia tak sempat menelepon orang rumah semalam. Lagi pula, bukankah dia seharusnya masih di pinggir jalan, di dalam mobilnya?

Tak lama, pintu kamar rawatnya terbuka. Suara lembut yang begitu dihafalnya kemudian menyapa. "Sudah bangun?"

"Mami?"

"Hm. Memangnya kamu berharap siapa lagi yang akan menjagamu selain Mami? Kamu bahkan belum punya suami!" gerutu Veronica, dengan tangan terlipat di dada.

Mendengar kata suami membuat bulu kuduk Rhein seketika berdiri. Kata itu ibarat phobia yang membuatnya sesak napas tiap kali dibahas.

"Kenapa aku ada di sini? Siapa yang membawaku?"

"Tuh, kan! Bahkan kamu nggak ingat kejadian terakhir yang kamu alami. Sudahlah, memang keputusan yang terbaik buat kamu adalah menikah!"

Rhein memutar matanya malas. Apa-apa dijawab maminya dengan satu kata yakni menikah. "Kenapa bahas menikah terus, sih!" protes Rhein jengkel. "Aku pasti nikah, Mi. Tapi nggak sekarang juga kali! Sabar, dong."

"Terus kapan? Nunggu Mami mati?"

"Mi!" Rhein mendelik kaget. "Mami sabar, dong. Aku lagi membujuk dia buat datang ke sini dan nikahin aku."

Veronica tersenyum kecut sembari mendengus. "Memangnya kamu punya pacar? Orang yang dekat kamu aja cuma temanmu yang ‘itu’!” sindir maminya.

"Mami ngeremehin aku?" tantang Rhein tanpa pikir panjang. “Tunggu aja, aku pasti akan kenalin dia ke Mami secepatnya.”

"Mami mau bukti. Bukan cuma janji-janji doang yang nggak jelas akhirnya kaya gimana!"

**

"Rental Suami Agency".

Sore hari, Celia datang menjenguknya dan memberikan beberapa data yang berhasil wanita itu peroleh. Maminya tentu saja sudah ia minta pulang. Bisa gawat kalau maminya tahu dari mana pria yang ia janjikan akan menikahinya sebentar lagi.

Nama yang tercetak tebal di halaman sampul membuat Rhein tersenyum sumbang. Sebuah dengusan kemudian lolos dari bibir wanita bermata abu tua itu.

“Apa kamu tidak punya kandidat lain, Cel?”

Rhein bertanya usai selesai membolak-balik lembar berisi foto dan data diri pria-pria sewaan itu. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai pengusaha, ada juga yang berprofesi sebagai artis dan bintang film. Hal itu membuat Rhein berpikir … sebenarnya apa tujuan mereka menjadi pria sewaan? Uang sudah pasti bukan alasan, sebab hidup mereka sudah lebih dari berkecukupan. Apakah mereka melakukannya demi melakukan hubungan seksual secara cuma-cuma dan dibayar mahal?

"Apa ada masalah, Miss?"

Rhein menghela napas panjang. "Begini, Cel … mereka semua memang bukan pria sembarangan.” Ia berhenti sejenak dan memperhatikan sekelilingnya. "Tapi, apa tidak ada lelaki yang benar-benar masih fresh?" bisiknya kemudian.

Celia terdiam sejenak mendengar permintaan wanita di hadapannya. "Fresh?" ulangnya gugup.

"Uh-um. Aku mau pria yang masih 'baru' dan belum berpengalaman." Rhein memberi tanda kutip dengan dua jarinya saat mengatakan kata 'baru'. "Aku tidak mau lelaki bekas wanita lain, Cel. Tolong carikan yang seperti itu, secepatnya!"

Entah bagaimana Celia menemukan kandidat yang ia minta, tetapi … malam itu juga sekretaris andalannya menelepon.

"Halo, apa kamu sudah mendapatkannya?" bisik Rhein.

"Sudah, Miss. Saya akan mengirimkan datanya pada anda via email. Bila anda setuju, saya akan menjadwalkan anda bertemu dengan dia secepatnya setelah keluar dari Rumah Sakit."

Bagai menemukan oase di tengah gersangnya gurun pasir, Rhein sontak menghembuskan napasnya lega setelah mendengar penjelasan sekretarisnya itu.

"Bagus! Segera kirimkan datanya padaku! Secepatnya!"

.......

"Bertahanlah sebentar."

Suara berat yang terdengar panik itu terus saja terngiang-ngiang di telinga Rhein ketika ia mencoba mengingat kejadian terakhir yang menimpanya. Siapakah pria yang menyelamatkannya malam itu?

Setiap kali Rhein berusaha memusatkan pikiran untuk mengingat apapun yang tersisa di otaknya, nyatanya hanya suara itu yang melintas. Tapi ... tunggu, Rhein memejamkan matanya sejenak, ketika berada dipelukan hangat pria itu ... ada bekas sayatan luka yang sempat ia lihat lengannya.

'Siapa kamu sebenarnya? Bagaimana caraku berterima kasih setelah kamu telah menyelamatkanku dari preman-preman itu.' Rhein membatin sembari menatap lurus ke arah jendela kamar rumah sakit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status