Mendengar hal itu, Cakra pun langsung menoleh ke bagian belakang mobilnya dan di sana terlihat seorang gadis cantik yang masih memakai baby doll sedang berbaring dengan mata tertutup.
"Ada apa Kra? Mama dengar ada yang berteriak, apa terjadi sesuatu?" tanya Nyonya Shassy di dalam panggilan tersebut.
"Ah, tidak ada apa-apa Ma," jawab Cakra sembari memijat keningnya sambil menatap gadis yang sedang dicari-cari oleh Nyonya Shassy yang kini tertidur pulas di bagian belakang mobilnya.
"Kamu yakin tidak ada masalah?"
Cakra pun menghela napas berat. "Tidak ada. Hanya saja sekarang Mama tidak perlu memikirkan Asta, dia ada di sini," terangnya.
"Bukannya tadi kamu bilang tidak tahu?" tanya Nyonya Shassy yang terdengar bingung.
"Aku memang tidak tahu sejak kapan dia ada dan tidur di mobil ini. Ck, dasar gadis ini," gerutu Cakra sambil terus menatap ke arah Asta yang kini masih tertidur pulas.
"Sudah-sudah, dia kan sudah menjadi istrimu. Sekarang Mama sudah tenang kalau begitu," sahut Nyonya Shassy di dalam panggilan tersebut.
"Iya," ujar Cakra yang disertai helaan napas sekali lagi.
"Ya sudah kalau begitu, Mama akan memberi tahu Papamu tentang ini," ujar Nyonya Shassy yang kemudian mematikan panggilan tersebut.
Mendengar panggilan tersebut sudah terputus, kemudian Cakra pun menatap ke arah ponselnya sesaat lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Asta … Asta …," ujarnya sambil berbalik menatap ke arah jalanan yang ada di depannya, lalu kembali mengemudikan mobilnya.
Sedangkan Gadis cantik yang sedang berbaring di jok belakang mobil tersebut pun tersenyum tipis, kemudian membetulkan posisinya agar lebih nyaman dari sebelumnya.
\*
Setelah lebih dari 15 menit, akhirnya Cakra pun memarkirkan mobilnya di halaman sebuah tempat makan yang tak begitu luas. Dan saat dia keluar dari mobilnya, terlihat seorang gadis muda sedang membuka pintu tempat makan tersebut.
Gadis muda yang memakai rok mini hitam dengan kaos ketat itu pun langsung menoleh ke arah Cakra.
"Hai," ucap gadis tersebut sambil melambaikan tangannya pada Cakra.
Namun Cakra langsung mengabaikannya dan kemudian mengangkat tangan kirinya setinggi dada.
"Ck, jam sembilan," ucapnya tak puas ketika menatap jam tangan yang terpasang di tangan kirinya itu.
Sedangkan gadis yang tadi akan membuka pintu tempat makan itu pun, kini berjalan ke arah Cakra. "Mas-nya mau makan?" tanya gadis tersebut dengan ramah sambil melirik ke arah mobil Cakra.
Cakra pun melepas kaca mata yang dipakainya dan bertanya, "Kamu siapa?"
"Aku Sherly Mas," jawab gadis yang kini sudah berdiri di depan Cakra sembari mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan.
Namun Cakra tak menanggapi uluran tangan tersebut, hingga gadis itu pun menarik tangannya dengan pelan. Tapi bukannya kekecewaan yang diperlihatkan gadis tersebut, kini ia langsung tersenyum manis ke arah Cakra.
"Apa kamu yang menjaga tempat ini?" tanya Cakra dengan nada dingin sembari mengarahkan tatapannya pada tempat makan yang terlihat biasa dengan cat tembok berwarna hijau yang di beberapa bagiannya sudah terkelupas itu.
"Benar, aku penjaga tempat ini. Ada apa?" tanya gadis tersebut sambil mengerutkan keningnya, ia mulai merasa ada yang tidak biasa dengan laki-laki di hadapannya itu.
Kemudian Cakra menatap kembali ke arah gadis di depannya itu dengan dingin. "Di mana pegawai yang lainnya?"
"Mereka belum datang. Kamu ini siapa?"
Tapi Cakra tak menjawab dan memilih untuk berjalan melewati Sherly dengan santai. "Buka pintunya," perintah Cakra dengan tenang.
Sherly yang mendengar hal tersebut pun langsung mengernyitkan keningnya dan kemudian langsung menyusul Cakra yang kini sudah berada tidak jauh dari pintu masuk tempat makan tersebut. "Tunggu, kamu ini siapa? Kenapa main suruh begitu saja?"
"Aku pemilik tempat ini," jawab Cakra dengan dingin.
Lalu Sherly pun langsung menarik tangan Cakra. "Tunggu. Pemilik tempat ini orang Jakarta, orang kaya yang kemarin bang—"
"Salman? Ya, aku sudah membeli tempat ini dari dia," jawab Cakra sembari menarik lengannya dari pegangan gadis bernama Sherly tersebut.
Sherly pun terdiam bahkan melongo ketika mendengar hal itu.
"Kenapa melamun? Cepat buka!" ucap Cakra yang mulai tak sabar.
"I-iya," sahut Sherly dengan tergagap. Ia pun dengan cepat beralih pada pintu kaca tempat makan tersebut dan dengan cepat membukanya. "Si-silahkan masuk Pak," ujarnya lagi mencoba lebih sopan dari sebelumnya.
Setelah itu Cakra pun masuk ke dalam tempat makan tersebut dengan diikuti oleh Sherly di belakangnya.
"Maaf Pak, kalau boleh tahu nama Anda siapa?" tanya Sherly dengan hati-hati.
"Cakra," sahut Cakra singkat.
"Pak Cakra," gumam Sherly sembari mengangguk-ngangguk di belakang Cakra.
Dan sesaat kemudian Cakra pun berjalan mengelilingi ruangan yang merupakan tempat menerima pelanggan itu. Ruangan yang terlihat sangat sederhana, dengan tempat makan lesehan itu tentu saja langsung membuat Cakra menghela napas panjang.
"Maaf Pak Cakra, tapi untuk apa Anda datang kemari?" tanya Sherly sembari terus mendekat ke arah Cakra.
"Kenapa, apa seorang pemilik tidak boleh mengelola usahanya?" jawab Cakra dengan nada sinis.
Sesaat kemudian Sherly pun langsung memegang lengan Cakra lagi. "Bukan begitu Pak, maksud saya apa ada masalah hingga Anda mau jauh-jauh datang ke tempat ini?" tanya Sherly sembari mendekatkan tubuhnya pada Cakra, hingga ia bisa menghirup harum parfum yang menempel di tubuh Cakra.
Cakra pun langsung menoleh dan menatap ke arah gadis bernama Sherly itu dengan jijik. "Apa begini sikap kamu pada atasan?" tanyanya dengan nada kasar.
Dan tentu saja mendengar hal itu Sherly pun tersentak, ia dengan cepat melepaskan tangan Cakra. "Maaf Pak, saya tidak bermaksud tidak sopan. Saya hanya ingin—"
"Besok kamu tidak perlu datang lagi," ucap Cakra dengan tegas.
"Jangan Pak, jangan pecat saya. Saya punya seorang adik yang harus dihidupi. Saya mohon jangan pecat saya," ucap Sherly dengan nada memelas.
Cakra yang mendengar kalimat-kalimat rengekan itu pun di langsung memijat keningnya."Sudahlah, katakan di mana pegawai yang lainnya."
Setelah itu Sherly pun menjawab semua pertanyaan dan juga menceritakan kondisi tempat itu seperti yang Cakra minta.
Sepuluh menit berlalu, kini Cakra sudah berada di sebuah ruangan khusus yang menyimpan catatan tentang tempat makan tersebut. Ia duduk di sana sembari membaca buku catatan keuangan bulan itu.
Tok-tok-tok! Suara ketukan di pintu masuk ruangan tersebut.
"Masuk," ucap Cakra.
Sesaat kemudian Sherly pun masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Pak, semua orang sudah datang," ucapnya sembari sesekali melirik ke arah Cakra yang terlihat terus menatap buku yang sedang dipegangnya.
"Ya," sahut Cakra ringan, lalu menutup buku yang dibacanya dan bangun dari kursi yang didudukinya.
\*
Sementara itu, di luar ruangan tersebut semua orang tengah merapikan pakaiannya.
"Siapa pemilik barunya ya?" tanya salah seorang karyawan dengan berbisik pada temannya.
"Mana aku tahu. Mana pakaianku kumel begini, duh …," jawab karyawan yang lainnya.
Di saat tiga pegawai laki-laki sibuk dengan pakaian kucel mereka, terlihat dua pegawai perempuan sedang sibuk dengan dandanan mereka karena mendengar dari Sherly jika bos baru tempat itu adalah laki-laki tampan.
Berbeda lagi dengan seorang laki-laki paruh baya yang merupakan juru masak tempat itu, ia terlihat santai memakai kaos oblongnya.
Hingga ….
Tap-tap-tap! Terdengar langkah kaki keluar dari ruangan yang berada tidak jauh dari mereka.
Dan tentu saja, reaksi paling besar adalah dari pegawai perempuan yang langsung melongo menatap Cakra.
"Duh jambangnya, nggak nahan," bisik salah seorang pegawai perempuan pada temannya.
"Benar, mana bibirnya … duh bikin ngiler. Dia ini apa foto model ya kok tinggi banget, ganteng lagi," sahut pegawai perempuan satunya.
Dan ketika Cakra sampai di hadapan orang-orang tersebut, ia pun langsung menatap ke arah semua pegawai itu satu persatu.
"Ck," decakan tidak puas pun muncul dari bibirnya. "Kalian pegawai tempat ini?" tanyanya sambil menggeleng perlahan.
"Benar," jawab semua orang hampir serentak.
"Sekarang kalian semua pulang. Besok datang kembali dengan pakaian rapi dan jangan memakai rok seperti itu," ucap Cakra sambil menunjuk ke arah rok mini pegawai perempuan yang memang tingginya di atas lutut.
Lalu pegawai yang ditunjuk pun langsung menyahut, "Maaf Pak, tapi ini seragam yang diberikan bos sebelumnya."
"Aku pemilik yang baru," ucap Cakra sembari menatap tajam ke arah pegawai tersebut. "Dan ini rumah makan, bukan salon kecantikan. Jika kamu tidak suka dengan aturanku, maka tidak perlu datang lagi."
"Ti-tidak Pak, maaf."
Kemudian Cakra pun menatap ke arah semua pegawai itu sekali lagi dan berkata, "Kalian semua bisa pulang, kecuali Anda," ucap Cakra sambil tatapannya berhenti pada juru masak tempat itu.
"Baik!" sahut semuanya serempak.
Tiba-tiba ….
"AUUUUU!"
Mendengar suara yang tak asing di telinganya itu, Cakra pun langsung berlari keluar dari tempat tersebut. Sedangkan para pegawai tempat itu pun saling menatap dan sesaat kemudian mereka ikut berlari keluar dari tempat itu.Dan ketika semua pegawai sampai di teras tempat makan tersebut, mereka mendapati pemandangan aneh. Terlihat Cakra sedang menatap tajam ke arah seorang gadis yang kini berada di bawah tubuh seorang pemuda di pinggir jalan raya depan tempat makan tersebut."Ah, cepat bangun!" teriak gadis yang masih menggunakan baby doll itu sembari berusaha mendorong tubuh laki-laki di atasnya."Bangun-bangun, kamu nggak lihat kakiku keram!" tukas pemuda tersebut sembari berusaha beralih dari tubuh gadis yang ada di bawahnya menggunakan kedua tangannya.Dan karena tak sabar, gadis itu pun langsung menendang tubuh pemuda yang ada di atasnya hingga pemuda tersebut pun
"Dih segitunya," ujar pemuda tersebut sembari mengedipkan sebelah matanya pada Asta."Kamu …," ujar Asta sambil menyipitkan matanya pada pemuda yang baru menyapanya tersebut.'Dih, bisa-bisanya Si Kampret ini menggodaku di depan banyak orang,' gerutu Asta di dalam hati.Sedangkan Cakra yang saat ini sedang berdiri di samping Asta pun langsung bertanya pada pemuda yang sedang turun dari motor matic-nya itu. "Siapa kamu?"Dan setelah memarkirkan motornya dengan benar, laki-laki tersebut pun berjalan mendekati ketiga orang tersebut dan berdiri tepat di depan Cakra. "Aku Satria, tetangga di sini," jawab Satria sambil mengulurkan tangannya, meminta untuk berjabat tangan."Benar, dia ini tetangga di sini," sahut Pak Harto yang saat ini berdiri tepat di sebelah Cakra.Cakra yang mendengar hal tersebut pun langsung menerima jabat tangan dari Satria. "Cakra, peny
"Aku?" tanya Asta sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri.Namun Cakra tak menjawab pertanyaan tersebut dan hanya memberikan tatapan tajam untuk menanggapi pertanyaan Asta tersebut."Astaga Kak ... mana mungkin aku suka pada laki-laki tengil seperti itu," ujar Asta lalu membuang napas kasar sambil menggedikkan bahunya.Namun Pak Harto yang masih berada tidak jauh dari Cakra pun langsung menyahut, "Hati-hati jangan bicara seperti itu, nanti bisa kualat. Istri saya itu dulu juga seperti itu pada saya, dan sekarang kami sudah punya anak tiga."Mendengar hal tersebut Asta pun langsung tersenyum canggung.'Andaikan bapak-bapak ini tahu kalau aku ini istri laki-laki di dekatnya itu, dia pasti tidak akan bicara begitu,' batin Asta yang merasa sedikit bingung saat ingin menjawab kalimat Pak Harto tersebut. Setelah lebih dari satu jam mengelilingi r
"Kampret!" teriak Asta sambil berlari dari depan pintu kamarnya menuju ke arah Cakra dan Satria.Sontak saja kedua laki-laki tersebut menatap ke arah Asta. Dan sesaat kemudian Asta pun langsung merebut benda pribadi berenda yang dipegang oleh Satria tersebut. "Ambil kembaliannya," ucap Asta sambil memberikan uang lima puluh ribu ke tangan Satria dan dengan cepat berbalik sembari berlari membawa benda tersebut kembali ke dalam kamarnya.Kedua laki-laki yang sedang berdiri di dekat pintu masuk rumah tersebut pun hanya terdiam terpaku melihat kelakuan Asta yang*absurd* tersebut.Setelah beberapa saat …."Ehem!" Sebuah deheman kemudian muncul dari bibir Satria. "Ya sudah kalau begitu, aku ke sini untuk memastikan benda yang masuk ke dalam daftar belanjaanku tadi," imbuhnya."Ya," sahut Cakra dingin.Lalu Satria pun menyodorkan uang yang diberikan ole
"Ck, apa Kakak tidak tahu, aku ini ingin … mandi," ujarnya ketika tubuh sintalnya hanya berjarak beberapa inchi dari tubuh laki-laki di depannya itu.Dan setelah itu ia pun dengan cepat berjalan menjauh dari Cakra tanpa menoleh sedikit pun.Dan ketika ia sampai di depan pintu kamar mandi yang ada di ruang belakang, ia pun berhenti untuk membetulkan handuk yang melilit tubuhnya sambil menoleh ke arah Cakra. "Kita makan malam apa, atau kita keluar saja?" tanyanya dengan suara yang dibuat sedikit serak-serak seksi mengundang.Cakra yang sedari tadi terus memperhatikan langkah dan setiap gerakan dari tubuh Asta pun langsung menjawab tanpa sadar, "Keluar.""Bagus," sahut Asta sambil tersenyum manis dan kemudian masuk ke dalam kamar mandi yang sudah berada di depannya itu.Cakra pun langsung terkesiap ketika Asta menghilang dari pandangannya. "Astaga," gumamnya sambil mengus
"Hei!" Terdengar panggilan dari arah lain.Sontak saja Cakra dan Asta langsung menoleh ke arah suara tersebut."Kalian orang yang ada di tempat makan tadi kan?" tanya seorang laki-laki yang kini sedang berada di halaman rumah Satria."Dia …," gumam Asta sambil menunjuk ke arah laki-laki tersebut.Laki-laki itu pun mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi Asta tersebut. "Kenapa, apa kalian lupa padaku?" tanyanya."Tidak," sahut Cakra dengan cepat. "Kamu Dokter Rendra kan?"Asta pun langsung menoleh kembali ke arah Cakra. 'Kok tidak kaget, apa dia sudah tahu sebelumnya?' batinnya."Benar-benar," sahut Rendra yang kemudian berjalan keluar dari halamannya dan masuk ke halaman rumah tersebut.Setelah sampai di teras rumah tersebut, Rendra pun bersalaman dengan Asta dan Cakra dengan santai. "Kalian tinggal
"Apa yang sedang …." Kalimat Cakra terhenti ketika melihat Asta dan Rendra sedang berada di depan kompor gas. "Kamu sedang apa?" Cakra mengganti pertanyaannya dan langsung mengarahkan pertanyaan tersebut khusus untuk Asta.Asta yang sedang memegang spatula di tangannya pun menjawab dengan ringan, "Masak.""Kamu bisa masak?" tanya Cakra lagi."Bisa, dikit," jawab Asta lalu menoleh ke arah Rendra. "Kalau dia nih ... jago," imbuhnya lalu kembali terkekeh.Melihat hal tersebut, Cakra pun langsung mengerutkan keningnya. 'Sejak kapan mereka menjadi akrab?' batinnya yang merasa ada yang salah dengan hal itu."Iya aku jago karena yang aku masak ini ayam jago, Benarkan?" sahut Rendra sembari ikut tertawa kecil.Kemudian Cakra pun menyahut, "Lalu suara tadi ...." Cakra menggantung kalimatnya."Suara apa?" tanya Asta, menanggapi kalimat laki-
BRUGH!"Ishhh!" desis Asta sesaat setelah tubuhnya terjungkal di lantai rumah tersebut.Beberapa detik kemudian, ia pun dengan cepat mengganti posisinya dan duduk di lantai sembari menatap ke arah laki-laki yang kini sedang berdiri tidak jauh darinya itu."Siapa yang mengajari kamu hal seperti itu?" tanya laki-laki yang sudah resmi menjadi suaminya itu dengan sebuah tatapan tajam menyertai kalimatnya.Namun bukannya menjawab, kini Asta malah melengos dan menatap ke arah lain.Suasana di ruangan itu pun langsung berubah sunyi selama beberapa saat. Cakra pun terus saja menatap ke arah Asta dengan ekspresi yang sama, ekspresi yang menggambarkan tuntutannya agar Asta menjawab pertanyaannya itu. Begitu juga dengan Asta yang masih kekeh menatap ke arah lain dan terlihat jelas kalau tak ingin menjawab pertanyaan tersebut."Hufff …." Akhirnya Asta pun menghela nap