Home / Rumah Tangga / Suami & Sepupu Pengkhianat / Pengkhianatan di Depan Mata

Share

Pengkhianatan di Depan Mata

Author: Anggarani
last update Last Updated: 2022-07-23 18:54:21

Mobil telah memasuki halaman rumah. Ganendra merapikan baju yang ia pakai dengan sedikit kesal. Alleta melihatnya sambil tersenyum nakal kemudian tertawa kecil karena ia sengaja tidak menuntaskan semua hasrat Ganendra yang telah ia bangkitkan. Setelah yakin  semua pakaiannya rapi, Ganendra turun dari mobil. 

 

Tamu masih banyak yang berdatangan. Bukan hanya kerabat dan teman-teman bisnis saja, utusan pejabat bahkan pejabat itu sendiri pun banyak yang hadir. 

 

Koneksi yang dimiliki Darma bukan main-main. Ganendra pun menemui mereka satu per satu. Memberi salam serta berbagi sedikit kenangan tentang Darma dengan orang yang ia temui. Tak lupa juga kalau ia harus terus menerus memberi jawaban atas keberadaan Sassi saat ini. 

Batinnya berucap, sungguh hari yang membosankan.

 

Ganendra melirik ke arah Alleta, gadis itu pun sama sibuknya dengan dirinya. Sesekali pandangan mereka bertemu. Menyiratkan hasrat terlarang dan mendesak untuk disalurkan. 

 

Dalam keadaan seperti ini, entah mengapa adrenalin Ganendra melonjak berkali-kali lipat. Alleta memang memberi sensasi yang berbeda jauh dengan Sassi.

 

Bagi Ganendra, Alleta mampu memenuhi semua imajinasinya sebagai seorang laki-laki. Berbanding terbalik dengan Sassi yang cenderung monoton.

"Ganendra," panggil seorang laki-laki berkacamata yang kini sudah berada di depannya.

 

"Jika kau perlu istirahat, biar aku yang menggantikan menerima tamu," ucap Gie, Kakak laki-laki Alleta.

 

"Ya? Hmm ..." Ganendra agak tidak siap mendapat pertanyaan yang membuyarkan lamunannya.

"Kau juga pasti lelah. Hari sudah menjelang malam. Istirahatlah sebentar. Oya, Sassi belum juga pulang?" lanjut Gie lagi.

 

"Iya, belum pulang dia," jawab Ganendra.

Mereka berdua berjalan menuju ruang keluarga, di mana tidak ada tamu yang masuk ke sana. Ganendra menuju sofa, duduk dan menyandarkan kepalanya. Benar sekali, ia sangat lelah.

 

"Kau sudah menelfonnya? Apa dia baik-baik saja?" tanya Gie yang duduk di sofa lainnya.

 

"Ada Abdi bersamanya, Gie. Jadi aku yakin, Sassi akan baik-baik saja," jawab Ganendra.

 

Gie terdiam saat mendengar jawaban Ganendra. Sudah lama ia merasa keganjilan di antara Sassi dan Abdi.

 

"Apa kau nggak merasa, bahwa kau begitu santai dengan keberadaan Abdi di samping Sassi?" tanya Gie. 

 

"Eh, sorry mungkin gak sepantasnya aku bertanya hal seperti ini sekarang," lanjut Gie sambil membenarkan letak kacamatanya.

 

Ganendra menegakkan kepalanya kemudian memandang serius ke arah Gie.

 

"Lho? Memangnya menurutmu, aku harus bagaimana, Gie?"

 

"Entah. Aku melihat mereka terlalu dekat. Apa nggak papa seperti itu?"

 

"Sebelum aku datang ke keluarga ini, mereka memang sudah dekat. Jadi agak sulit memisahkan mereka."

 

"Terus, kau nggak terganggu dengan kedekatan mereka, Gan?"

 

"Aku bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan itu," jawab Ganendra sambil mengangkat bahunya.

 

Percakapan mereka terhenti saat melihat Alleta datang ke arah mereka. 

 

"Astaga ... gak ada habisnya tamu yang datang," ucap Alleta sambil membanting ringan tubuhnya ke atas sofa.

"Kau juga sebaiknya istirahat, Al," ucap Gie.

"Lalu siapa yang akan menyambut tamu, Gie. Kau mau?" tanya Alleta yang hanya berbeda satu tahun dari usia kakak laki-lakinya itu.

"Di depan ada Mama dan Papa. Juga ada Kianu," ucap Gie menyebut adik bungsunya juga.

"Iya, tadi juga sudah ketemu mereka," jawab Alleta.

"Semakin malam, akan semakin banyak tamunya. Ruangan ini juga nanti akan penuh dengan keluarga yang berkumpul. Jadi menurutku, lebih baik kalian istrahat saja di paviliun," ujar Gie.

"Usul yang bagus. Aku duluan ya, Mas Ganendra," ucap Alleta berpamitan seraya mengangkat tubuhnya dengan enggan.

"Lho, mau ke mana, Kak Al?" tanya Kianu yang baru saja muncul di ruang keluarga.

"Paviliun. Istirahat, ah. Capek," jawab Alleta sambil melangkah gontai.

Kianu menghampiri Ganendra dan juga Gie.

"Kak Al kayaknya capek banget. Mas Ganendra juga. Mau Ki ambilin minum atau makan, Mas?" tanya Kianu yang baru saja duduk di sofa.

"Mas. Mas Ganendra ..."

"Mungkin Ganendra tidur, Ki. Biarkan saja. Belum istirahat dari pagi sepertinya. Sama seperti Al," jawab Gie.

Ganendra membuka mata kemudian mengusap wajahnya beberapa kali. 

"Sepertinya kau benar, Gie. Aku harus istirahat," ucap Ganendra.

"Ya. Biar kami yang urus di sini."

"Oke. Thanks ya."

Ganendra bangkit kemudian berjalan menuju paviliun. Letak paviliun berada di samping rumah utama. Ada beberapa paviliun di sana. Ganendra menuju paviliun yang paling belakang. Ia yakin Alleta berada di sana.

Ganendra membuka pintu paviliun. Alleta menyambutnya dengan senyum menggoda. 

"Kenapa lama sekali?" tanya Alleta.

Ganendra tersenyum menyambut pelukan gadis itu.

"Sudah selesai mandi rupanya," ujar Ganendra.

"Iya. Bosan menunggu," jawab Alleta.

Ganendra segera menghampiri Alleta. Ia lepaskan segala hasrat. Segala keinginan dan juga kekesalan atas analisa yang tadi Gie sampaikan padanya. Ia tak lagi peduli dengan keadaan atau pun suasana berduka cita yang sedang terjadi di rumahnya.

Hari menjelang malam, sebuah mobil Range Rover memasuki halaman. Sassi dan Abdi telah tiba di rumah. Kedatangan mereka disambut oleh kedua orang tua Alleta.

"Kau baru pulang, Sassi? Sudah makan?" tanya Cindy, mamanya Alleta.

"Sudah, Tante."

"Masuklah. Istirahat dulu."

"Kak Sassi mukanya pucat sekali," ucap Kianu begitu melihat Sassi.

"Abdi, sebaiknya kau antar Sassi istirahat dulu," pinta Lukas, papanya Alleta.

"Iya, Kak. Di paviliun saja. Tadi aku lihat Mas Ganendra juga istirahat di sana," ucap Kianu.

"Benar, Sassi. Istirahatlah. Biar Tante dan Om wakilkan kamu di acara malam ini," ujar Cindy.

"Biar aku antar kau ke paviliun," ajak Abdi.

Sassi mengangguk pelan. Abdi segera mendampingi Sassi berjalan menuju paviliun.

"Kenapa mereka selalu bersama? Padahal Sassi sudah menikah," gerutu Gie yang baru saja melihat mereka.

"Gak perlu iri begitu, Gie. Salah sendiri, kenapa gak pernah kau ungkapkan perasaan terpendammu dari dulu pada Sassi," ujar Kianu mengejek, membuat Gie meninju bahunya.

Abdi dan Sassi telah sampai ke paviliun. Sassi memilih paviliun belakang, kamar yang biasa ia tempati saat belum menikah. Abdi berhenti tak jauh dari pintu paviliun.

"Masuk dan beristirahatlah. Besok kau bisa lanjut menangis lagi," ucap Abdi.

Sassi melihat ke arah Abdi tanpa ekspresi. Kemudian ia pun berjalan memasuki paviliun.

Abdi tetap berdiri mengiringi langkah Sassi dengan pandangannya. Ia paham, bahwa hari ini adalah hari terberat bagi Sassi.

 Setelah memastikan Sassi masuk ke dalam paviliun, ia pun segera melangkah kembali ke rumah utama.

Abdi berniat bergabung bersama Gie dan Kianu yang berada di teras samping. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Kianu menunjuk ke arahnya dan memanggil Sassi dengan kencang.

"Sassi! Abdi, Kak Sassi, Di," teriak Kianu sambil menunjuk ke arah Sassi.

Abdi menoleh ke belakang. Ia melihat Sassi berjalan sempoyongan sambil memegang kepala ke arahnya. Abdi segera berlari ke arah Sassi. 

Tubuh Sassi mulai tak terkendali. Beruntung Abdi sempat menangkap sebelum Sassi terjatuh. Sassi pingsan. Kianu dan Gie segera menghampiri mereka. Abdi menggotong Sassi ke dalam mobil.

"Gie, kau ikut aku. Jaga Sassi di belakang. Kita ke rumah sakit."

________________

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Kata Hati

    Taya menatap lurus ke arah laki laki yang berdiri di depannya.“Terima kasih telah membawanya kembali, Nak Abdi. Jika enggak ada kamu sudah pasti Ganendra akan menguasai semua harta milik keluarga Darma,” ujar Taya.Saat masih tinggal di rumah ini Abdi dan saya sering menggunakan jalan di ruang rahasia ini untuk bertemu dan mengawasi semua isi rumah. “Terima kasih juga telah menjaga semua yang ada di rumah ini, Pak Taya. Seperti yang Sassi dan Marlina bilang sepertinya mereka belum mengetahui tentang keberadaan ruangan ini,” ujar Abdi.Abdi dan Taya duduk di sebuah bangku yang berada di sana mereka sudah lama tidak bertemu.“Seharusnya saya bisa mencegah perbuatan Ganendra kepada Tuan Darma,” sesal Taya. Abdi menghela napas panjang. Mereka terdiam sejenak, larut ke dalam pikiran mereka masing-masing sosok Darma sangat berkesan di hati mereka berdua.“Jika memang kita harus berandai-andai menyalahkan siapa, siapa yang seharusnya bertanggung jawab, itu sudah pasti kita akan menyalahka

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Sassi dan Pemikirannya

    Wajah Sassi memberengut sebagai jawaban atas rasa kesalnya karena mendengar kata kata Abdi. Marlina yang sedari tadi hanya berdiri terdiam segera mengantar Sassi menuju kamar.“Sebel aku sama Abdi. Enggak punya empati sama orang yang lagi berduka,” omel Sassi.Marlina hanya tersenyum melihat Sassi. Ia segera mengangkat gagang telepon, menghubungi Pak Taya.[Pak Taya, tolong buatkan satu buah jus strawberry, ya. Tolong antar ke kamar,] ucap Marlina.“Apa salahnya sih nolongin Tante? Tante baik loh. Beneran. Beda sama Alleta,” lanjut Sassi.“Tante Cindy merawatku sejak kecil. Papa juga sangat sayang sama Tante. Kalau Tante macam macam, pasti ayah sudah mengusirnya dari dulu.”Marlina kembali tersenyum melihat tingkah Sassi.“Iya. Tau. Tante Cindy itu baik. Bang Abdi itu cuma melaksanakan tugasnya untuk melindungi Non Sassi.”Marlina berusaha meredakan kekesalan Sassi.“Melindungi apa lagi? Kan Ganendra juga sudah dipenjara. Jadi penjahatnya sudah ketangkep kan? Udah gak ada yang perlu d

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Kewaspadaan Abdi

    Lukas tetap berdiri di tepi jendela, ia menatap mobil yang berhenti di depan pintu rumah Darma. Ia menatap Abdi dan juga Sassi yang baru saja turun dari mobil dengan tatapan mata penuh kemarahan.“Kau harus membalaskan kematian Alleta dengan cara apa pun, Cindy,” ujar Lukas tanpa menoles ke arah istrinya yang masih menangis tersedu di belakangnya.“Datangilah keponakanmu itu. Bersedih dan merataplah, minta maaf padanya. Katakan jika kau sama sekali enggak tahu apa yang telah Alleta lakukan kepadanya. Ambil hati dan kepercayaannya, supaya Abdi enggak curiga sama kita. Itu adalah tugasmu. Biarkan aku dan kedua anak laki lakimu mengerjakan urusan lain,” tambah Lukas. Cindy kembali mengusap air mata. Hatinya dipenuhi kebimbangan. Alleta adalah putri satu satunya. Bohong jika ia berkata dirinya tidak sakit hati karena kehilangan Alleta. Cindy ikut menatap ke arah jendela. Melihat Abdi dan Sassi yang masih berjalan masuk ke rumah. Ia mengenal kedua anak itu sejak kecil, tentu saja mengena

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Dewa & Ganesha

    Dewa membanting ponsel yang di tangannya. Emosinya meradang saat mendapat kabar bahwa Ganendra tertangkap polisi. Ditambah lagi kabar tentang putranya itu telah menyebar di berbagai media, baik itu cetak, elektronik bahkan media sosial."Anak bodoh! Kenapa hal seperti ini saja enggak bisa diatasi? Malah ketangkep," omel Dewa.Dewa mengangkat gagang telepon yang ada di meja kerjanya."Via, cepat kamu hubungi Ganesha. Katakan aku memintanya makan siang di sini. Dia enggak boleh menolak!" ucap Dewa saat menghubungi sekretarisnya."Seharusnya sejak awal saja aku menyerahkan tugas ini kepada Ganesha. Pasti masalah perusahaan sudah selesai sejak lama. Sekarang malah semakin repot karena harus menyelesaikan urusan Ganendra," keluh Dewa pada dirinya sendiri.Ganesha adalah putra angkat Dewa. Usianya hanya berbeda dua tahun di atas Ganendra. Ganesha kerap menjalankan pekerjaan kotor untuk perusahaan Dewa. Ia tidak ada bedanya dengan Markus. Bahkan ia jauh lebih pintar dan kejam dibanding Marku

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Amarah Lukas

    Lukas memandang lembaran foto yang berada di dalam sebuah album. Putri satu-satunya telah pergi begitu saja. Pergi dengan keadaan yangsangat mengerikan. Kenapa hal yang mengerikan seperti itu dapat menimpaputrinya? Lukas mengatupkan kedua rahangnya, menahan amarah.“Pa ....” panggil Cindy, ia tidak tahan melihat suaminyamurung berhari-hari.“Ini semua karena keponakan sialanmu itu!” umpat Lukas,sambil menatap tajam ke arah Cindy.“Maksud kamu apa, Pa?”“Sassi! Sejak awal kedatangan perempuan sok bule itu, akusudah tau kalau wanita itu mencurigakan.”Cindy menarik napas lalu menunduk. Ia ingat bahwa Lukaspernah mengatakan hal itu.“Kalau saja kita menahan Alleta saat dia mendekati Ganendra,mungkin hal ini nggak akan terjadi, Pa,” ucap Cindy.Sejak awal, Cindy telah melarang Alleta mendekati Ganendra. Alletamemiliki wajah cantik, tentu ia bisa mendapatkan pria mana pun yang diinginkan.Namun, Alleta tidak mendengarkannya. Itulah yang ia sesalihingga saat ini. Alleta semakin terpuruk den

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Akhir Dari Sebuah Kejahatan

    Media digital di Jakarta pagi ini heboh dengan berita kecelakaan sepasang suami istri pewaris Hadiyaksa Grup. Sebuah kecelakaan mobil terjadi setelah mereka baru saja mendarat dari penerbangan Las Vegas-Jakarta.Sassi Kirana Hadiyaksa dikabarkan meninggal di tempat sedangkan Ganendra berada di rumah sakit.Abdi menatap tabletnya dengan serius. Ia klik semua judul portal media yang memuat kabar itu. Kemudian, ia mengambil ponsel dan menekan nomor telefon Marlina."Hallo, Mar," ucap Abdi saat pembicaraan mereka terhubung."Bagaimana kabarnya Sassi, Mar?" tanya Abdi lagi."Emang kenapa, Bang?""Jawab, Mar. Jangan balik tanya!" ujar Abdi kesal."Hallo, Di. Kenapa?" Sassi menyapa Abdi lewat ponsel yang Marlina berikan."Kamu baik-baik saja, Sas?""Iya. Aku baik. Kenapa, Di?""Apa yang kamu lakukan sekarang?""Metik strawberi," jawab Sassi santai."Bersiaplah, Sas. Kabar kematianmu sudah beredar di dunia maya.""Hah? Apa, Di?"*****Abdi segera berangkat menemui Glen yang berada di rumah sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status