Share

Suami & Sepupu Pengkhianat
Suami & Sepupu Pengkhianat
Author: Anggarani

Awal Mula

Author: Anggarani
last update Last Updated: 2022-07-23 18:53:32

"Apa yang kalian lakukan di belakangku?" batin Sassi menjerit. Namun lidahnya kelu. Otot-otot di tubuhnya terasa tercabut. Pandangannya berkunang. 

 

Di saat ia kehilangan orang yang paling dicintai, ia harus menerima kenyataan suaminya berada di atas ranjang bersama sepupunya.

 

***

Awal mula.

 

Langit penuh dengan awan hitam. Perlahan namun pasti, tanah-tanah mulai digugurkan. Menutupi lubang yang menjadi tempat persemayaman terakhir seorang pengusaha nomor satu di Jakarta.

 

Sassi Kirana Hadiyaksa mengenakan gaun hitam sebatas betis. Sebuah syal hitam tergulung di lehernya. Angin memainkan sedikit rambut cokelatnya. Sassi berdiri terisak di samping pusara yang hampir tertutup rapat. Matanya sembab. Wajah putihnya terlihat semakin pucat. Bibirnya terus bergetar menyebut nama ayahnya. Hatinya terasa perih. Inilah pemakaman kedua yang ia rasa paling menyakitkan setelah pemakaman ibunya. Kenapa ia harus tinggal lebih lama di dunia ini tanpa kedua orang yang amat ia cintai?

 

"Selamat jalan, Papa," ucapnya sambil terisak.

Sassi menebar bunga sebagai bentuk penghormatan terakhir untuk ayahnya teriring doa dan puji-pujian yang terdengar dari pemimpin prosesi pemakaman.

 

Satu per satu tamu pergi meninggalkan tenda VVIP yang terpasang di pemakaman. Tinggal tiga orang yang berdiri di belakang Sassi. Sassi bergeming. Ia tetap bersimpuh di depan makam. Tanah pemakaman ini begitu luas, bukankah masih ada tempat untuk dirinya agar ayahnya tidak berada sendirian di dalam sana? Batin Sassi terus bergolak, ingin rasanya ia menolak takdir yang ia terima.

 

"Kita harus pulang, Sas," ucap Ganendra. Mau tidak mau, ia harus mengajak istrinya pulang. Ia ikut berjongkok di samping Sassi.

 

"Kau pulang saja lebih dulu, Mas. Aku masih ingin berada di sini," jawab Sassi.

 

"Masih ada prosesi yang harus kita urus di rumah. Kau putrinya, jadi kau harus hadir di sana," bujuk Ganendra sambil menarik lembut Sassi ke dalam pelukannya.

 

Sassi mengusap air mata di pipinya berkali-kali. Sungguh, ia tak ingin pergi dari sini.

 

"Kau pergilah, Mas. Kau menantunya. Bukan hal yang aneh, jika kau yang menerima para tamu yang datang berkabung. Alleta akan menemanimu. Ia juga sudah dianggap anak kandung oleh Papa."

 

Ganendra membelai kepala Sassi, membiarkan wanita itu meluapkan kesedihan untuk kesekian kali.

 

"Pulanglah, Mas. Aku khawatir banyak tamu yang datang ke rumah," lanjut Sassi lagi.

 

"Baiklah. Jangan terlalu lama dan Abdi akan menemanimu di sini," ucap Ganendra.

 

Sassi mengangguk dan kembali menegakan kepalanya dari dada Ganendra. Kemudian mereka berdua berdiri. Ganendra melangkah menghampiri kemudian berdiri di samping Abdi. Sedangkan Alleta segera memeluk Sassi. Kedua saudara sepupu itu kembali menangis dalam pelukan.

 

"Tolong gantikan aku di rumah, Al. Aku masih ingin di sini," ucap Sassi.

 

"Aku paham, Sas. Jangan terlalu lama ya. Aku tunggu di rumah," pinta Alleta.

 

"Tolong jaga Sassi, Di," ucap Ganendra.

Abdi mengangguk pasti.

 

Setelah mengantar Ganendra dan Alleta sampai ke pintu tenda, Abdi kembali menemui Sassi yang bersimpuh di depan makam sambil memeluk batu nisan. Pemuda pendiam itu menabur bunga ke atas makam.

 

"Kau pasti bisa melewati semua ini, Sas," ucap Abdi.

 

Sassi terdiam. Ia tetap memeluk nisan.

"Nggak ada kesulitan yang nggak bisa dilalui. Kalimat itu yang selalu Om Darma katakan padaku," tambah Abdi.

 

"Aku nggak punya kata-kata untuk menghiburmu, Sas. Jadi menangislah. Aku akan menunggumu di sini. Sampai selesai."

 

Sassi menuruti perkataan Abdi. Ia kembali menangis tanpa suara.

 

Abdi kembali duduk di kursi tamu yang tadi ia tempati. Pandangannya terpaku pada makam yang ada di depannya, tubuh orang yang sangat ia hormati tertanam di sana. Abdi ingat, bagaimana dulu ia ikut ke rumah mewah milik Darma. 

 

Ia hanyalah seorang anak jalanan yang bertahan hidup dengan menyemir sepatu di depan Kedai Kopi Oey di Jalan Sabang yang menjadi langganan Darma di setiap Minggu pagi. Abdi sangat suka menyemir sendal kulit yang dipakai Darma, karena Darma selalu memberinya tips yang besar. 

 

Satu hari, Darma menemukan Abdi sedang berkelahi dengan remaja yang jauh lebih besar tubuhnya dari Abdi. Abdi dibuat babak belur, tetapi nyali anak itu tidak ciut sedikitpun. Darma melerai perkelahian itu kemudian mengajak Abdi masuk ke kedai kopi bersamanya. Tak ada pertanyaan yang Darma ajukan kepada Abdi. Mereka hanya sarapan bersama.

 

Darma membawa Abdi pulang. Kemudian memasukkan Abdi ke sekolah yang sama dengan Sassi. Darma meminta Abdi untuk serius belajar dan selalu menjaga putri semata wayang yang paling dicintai. 

 

Sejak sekolah dasar, Abdi selalu mengawal Sassi. Namun, selepas SMA, gadis itu memutuskan tidak melanjutkan kuliah. Sassi tidak suka memeras otaknya setiap hari. Menurut Sassi itu adalah hal yang menyebalkan. Walau pun Darma menawarkan putrinya itu untuk mengambil kuliah apa saja sesuai keinginannya, Sassi tetap menolak. Ia lebih suka berada di rumah, belajar memasak dengan para pengurus rumah.

 

Sassi ingin seperti almarhumah ibunya, yang selalu berada di rumah, menyiapkan segala sesuatu untuk anggota keluarganya. Terutama soal makanan. Ia akan senang sekali menyambut kedatangan ayahnya untuk makan malam bersama. Sassi akan menceritakan  semua proses memasak yang ia lakukan.

 

Namun, Sassi tidak egois. Sassi tahu jika otak Abdi jauh berada di atasnya. Abdi selalu mendapat peringkat satu di sekolah. Jadi, Sassi tetap meminta Abdi untuk terus melanjutkan kuliahnya. Di rumah, sudah banyak penjaga yang menjaganya, jadi Sassi hanya perlu pengawalan Abdi jika pergi keluar rumah. Itu pun tidak setiap hari.

 

Tugas Abdi selesai saat Sassi setuju untuk menikah dengan Ganendra. Kemudian Darma menugaskan pemuda itu untuk menjadi sekretaris pribadinya.

 

Untuk semua itulah, Abdi sangat menghormati Darma dan juga Sassi.

 

Roda Bugatti Veyron Super Sports terus bergulir meninggalkan kompleks Memorial Park. 

 

"Hari yang melelahkan," ucap Alleta yang berada di samping Ganendra.

 

"Betul kan, Mas?" lanjutnya lagi.

 

"Memang sudah seharusnya seperti ini," jawab Ganendra dari balik kemudi.

 

"Menurutmu, apa Sassi akan baik-baik saja kali ini, Mas?" tanya Alleta.

 

"Aku harap begitu. Sepertinya ia sangat terpukul dengan kepergian Papa."

 

"Lalu, bagaimana denganmu?" tanya Alleta dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan.

 

Ganendra tertawa kecil mendengar pertanyaan Alleta.

 

"Pertanyaan yang aneh. Papa mertuaku meninggal, Alleta. Menurutmu apa yang aku rasakan?" jawab Ganendra sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

 

"Kau tidak terlihat seperti orang yang bersedih," ucap Alleta.

 

"Benarkah?" tanya Ganendra.

 

"Ya. Di mataku, kau tampak seperti itu."

 

Ganendra hanya melirik sambil sedikit tersenyum  kepada Alleta.

 

"Apa kau tidak ingin sedikit bersenang-senang hari ini, Mas?" tanya Alleta, tangan kanannya meraba paha kiri Ganendra secara perlahan.

 

"Hari ini bukan saat yang tepat, Alleta," ucap Ganendra tanpa menghentikan gerakan tangan Alleta yang semakin aktif.

 

"Benarkah? Tapi aku sangat menginginkannya saat ini, Mas," rengek Alleta.

 

"Astaga. Kau nakal dan berbahaya sekali, Alleta."

Alleta tertawa mendengar ucapan Ganendra.

 

"Tunggu saat kita sampai di rumah. Aku akan menghabisimu!" ucap Ganendra sambil menekan gas mobilnya semakin cepat.

_______________

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Kata Hati

    Taya menatap lurus ke arah laki laki yang berdiri di depannya.“Terima kasih telah membawanya kembali, Nak Abdi. Jika enggak ada kamu sudah pasti Ganendra akan menguasai semua harta milik keluarga Darma,” ujar Taya.Saat masih tinggal di rumah ini Abdi dan saya sering menggunakan jalan di ruang rahasia ini untuk bertemu dan mengawasi semua isi rumah. “Terima kasih juga telah menjaga semua yang ada di rumah ini, Pak Taya. Seperti yang Sassi dan Marlina bilang sepertinya mereka belum mengetahui tentang keberadaan ruangan ini,” ujar Abdi.Abdi dan Taya duduk di sebuah bangku yang berada di sana mereka sudah lama tidak bertemu.“Seharusnya saya bisa mencegah perbuatan Ganendra kepada Tuan Darma,” sesal Taya. Abdi menghela napas panjang. Mereka terdiam sejenak, larut ke dalam pikiran mereka masing-masing sosok Darma sangat berkesan di hati mereka berdua.“Jika memang kita harus berandai-andai menyalahkan siapa, siapa yang seharusnya bertanggung jawab, itu sudah pasti kita akan menyalahka

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Sassi dan Pemikirannya

    Wajah Sassi memberengut sebagai jawaban atas rasa kesalnya karena mendengar kata kata Abdi. Marlina yang sedari tadi hanya berdiri terdiam segera mengantar Sassi menuju kamar.“Sebel aku sama Abdi. Enggak punya empati sama orang yang lagi berduka,” omel Sassi.Marlina hanya tersenyum melihat Sassi. Ia segera mengangkat gagang telepon, menghubungi Pak Taya.[Pak Taya, tolong buatkan satu buah jus strawberry, ya. Tolong antar ke kamar,] ucap Marlina.“Apa salahnya sih nolongin Tante? Tante baik loh. Beneran. Beda sama Alleta,” lanjut Sassi.“Tante Cindy merawatku sejak kecil. Papa juga sangat sayang sama Tante. Kalau Tante macam macam, pasti ayah sudah mengusirnya dari dulu.”Marlina kembali tersenyum melihat tingkah Sassi.“Iya. Tau. Tante Cindy itu baik. Bang Abdi itu cuma melaksanakan tugasnya untuk melindungi Non Sassi.”Marlina berusaha meredakan kekesalan Sassi.“Melindungi apa lagi? Kan Ganendra juga sudah dipenjara. Jadi penjahatnya sudah ketangkep kan? Udah gak ada yang perlu d

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Kewaspadaan Abdi

    Lukas tetap berdiri di tepi jendela, ia menatap mobil yang berhenti di depan pintu rumah Darma. Ia menatap Abdi dan juga Sassi yang baru saja turun dari mobil dengan tatapan mata penuh kemarahan.“Kau harus membalaskan kematian Alleta dengan cara apa pun, Cindy,” ujar Lukas tanpa menoles ke arah istrinya yang masih menangis tersedu di belakangnya.“Datangilah keponakanmu itu. Bersedih dan merataplah, minta maaf padanya. Katakan jika kau sama sekali enggak tahu apa yang telah Alleta lakukan kepadanya. Ambil hati dan kepercayaannya, supaya Abdi enggak curiga sama kita. Itu adalah tugasmu. Biarkan aku dan kedua anak laki lakimu mengerjakan urusan lain,” tambah Lukas. Cindy kembali mengusap air mata. Hatinya dipenuhi kebimbangan. Alleta adalah putri satu satunya. Bohong jika ia berkata dirinya tidak sakit hati karena kehilangan Alleta. Cindy ikut menatap ke arah jendela. Melihat Abdi dan Sassi yang masih berjalan masuk ke rumah. Ia mengenal kedua anak itu sejak kecil, tentu saja mengena

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Dewa & Ganesha

    Dewa membanting ponsel yang di tangannya. Emosinya meradang saat mendapat kabar bahwa Ganendra tertangkap polisi. Ditambah lagi kabar tentang putranya itu telah menyebar di berbagai media, baik itu cetak, elektronik bahkan media sosial."Anak bodoh! Kenapa hal seperti ini saja enggak bisa diatasi? Malah ketangkep," omel Dewa.Dewa mengangkat gagang telepon yang ada di meja kerjanya."Via, cepat kamu hubungi Ganesha. Katakan aku memintanya makan siang di sini. Dia enggak boleh menolak!" ucap Dewa saat menghubungi sekretarisnya."Seharusnya sejak awal saja aku menyerahkan tugas ini kepada Ganesha. Pasti masalah perusahaan sudah selesai sejak lama. Sekarang malah semakin repot karena harus menyelesaikan urusan Ganendra," keluh Dewa pada dirinya sendiri.Ganesha adalah putra angkat Dewa. Usianya hanya berbeda dua tahun di atas Ganendra. Ganesha kerap menjalankan pekerjaan kotor untuk perusahaan Dewa. Ia tidak ada bedanya dengan Markus. Bahkan ia jauh lebih pintar dan kejam dibanding Marku

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Amarah Lukas

    Lukas memandang lembaran foto yang berada di dalam sebuah album. Putri satu-satunya telah pergi begitu saja. Pergi dengan keadaan yangsangat mengerikan. Kenapa hal yang mengerikan seperti itu dapat menimpaputrinya? Lukas mengatupkan kedua rahangnya, menahan amarah.“Pa ....” panggil Cindy, ia tidak tahan melihat suaminyamurung berhari-hari.“Ini semua karena keponakan sialanmu itu!” umpat Lukas,sambil menatap tajam ke arah Cindy.“Maksud kamu apa, Pa?”“Sassi! Sejak awal kedatangan perempuan sok bule itu, akusudah tau kalau wanita itu mencurigakan.”Cindy menarik napas lalu menunduk. Ia ingat bahwa Lukaspernah mengatakan hal itu.“Kalau saja kita menahan Alleta saat dia mendekati Ganendra,mungkin hal ini nggak akan terjadi, Pa,” ucap Cindy.Sejak awal, Cindy telah melarang Alleta mendekati Ganendra. Alletamemiliki wajah cantik, tentu ia bisa mendapatkan pria mana pun yang diinginkan.Namun, Alleta tidak mendengarkannya. Itulah yang ia sesalihingga saat ini. Alleta semakin terpuruk den

  • Suami & Sepupu Pengkhianat   Akhir Dari Sebuah Kejahatan

    Media digital di Jakarta pagi ini heboh dengan berita kecelakaan sepasang suami istri pewaris Hadiyaksa Grup. Sebuah kecelakaan mobil terjadi setelah mereka baru saja mendarat dari penerbangan Las Vegas-Jakarta.Sassi Kirana Hadiyaksa dikabarkan meninggal di tempat sedangkan Ganendra berada di rumah sakit.Abdi menatap tabletnya dengan serius. Ia klik semua judul portal media yang memuat kabar itu. Kemudian, ia mengambil ponsel dan menekan nomor telefon Marlina."Hallo, Mar," ucap Abdi saat pembicaraan mereka terhubung."Bagaimana kabarnya Sassi, Mar?" tanya Abdi lagi."Emang kenapa, Bang?""Jawab, Mar. Jangan balik tanya!" ujar Abdi kesal."Hallo, Di. Kenapa?" Sassi menyapa Abdi lewat ponsel yang Marlina berikan."Kamu baik-baik saja, Sas?""Iya. Aku baik. Kenapa, Di?""Apa yang kamu lakukan sekarang?""Metik strawberi," jawab Sassi santai."Bersiaplah, Sas. Kabar kematianmu sudah beredar di dunia maya.""Hah? Apa, Di?"*****Abdi segera berangkat menemui Glen yang berada di rumah sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status