“Kami kekurangan petugas kebersihan. Sepertinya kamu cocok di posisi itu,” ucap Melda akhirnya.“Melda? Apa maksud kamu?” tanya Echa heran.Tiba-tiba Melda tertawa keras, “Apa maksudku? Apa masih kurang jelas? Wanita murahan kayak kamu mau jabatan bagus di WARA Corp? Jangan mimpi!”“Melda?” Echa menatap tak percaya. “Kenapa kamu malah menghinaku?”“Menghinamu? Itu fakta, Echa. Statusmu berubah jadi wanita murahan setelah menikahi pembantumu sendiri. Hina sekali dirimu, hahaha …” Melda tertawa puas.Echa menggeleng-gelengkan kepala. Dia amat kecewa pada Melda. Awalnya dia pikir Melda adalah teman yang baik, tetapi nyatanya sebelas dua belas dengan kebanyakan orang yang menertawakan keterpurukannya.“Apa aku pernah punya masalah denganmu? Perasaanku nggak, tapi kenapa kamu seperti ini?” tanya Echa masih tak percaya.Melda membalasnya dengan menatap tajam pada Echa, “Sejak kuliah aku sudah nggak suka kepadamu! Sok pintar, sok cerdas, jadi duta kampus pula!” ungkapnya kemudian mencibir.
Aldi hanya mendengus miring, “Lama-lama aku ketularan penyakit gilamu. Minggir kamu.” Aldi bergerak maju bersama dengan pacarnya sambil menutup hidungnya saat melewati lelaki itu.Niko tidak ambil pusing. Dia memilih untuk mengambil ponselnya di saku celana dan memeriksa emailnya untuk mendapatkan informasi mengenai WARA Corp.WARA Corp, penanggung jawabnya: Danang. Nomor telepon: 0856 ….Di saat itu pula Niko langsung menghubungi Danang.“Halo, ini siapa?” Tiba-tiba telepon Niko tersambung dengan Danang.“Kamu Danang? Aku Niko Pram, Cucu Kakek Abraham. Sekarang aku berada di depan WARA Corp.” “Pak … Pak Niko? Baik, Tuan. Saya akan segera keluar,” ucap Danang dari seberang telepon.Tak berselang lama, seorang pria paruh baya berpakaian jas rapi berlarian keluar dari dalam perusahaan.“Pak Niko, selamat datang di WARA Corp.” Lelaki paruh baya yang menjadi orang paling dihormati itu menunduk penuh hormat di hadapan lelaki yang berpakaian lusuh.Danang sebelumnya mendapat kabar dari Da
“Benar.” Niko membalasnya dengan anggukan kecil sambil menatap wajah wanita itu. “dan kalau tidak salah, kamu temannya Echa?” Melda tersenyum miring lalu menjawab, “Sekarang tidak lagi. Mulai besok aku akan menjadi atasannya. Bintang kampus sok pintar itu akan menjadi kacungku hahaha ….” Niko mengernyit, “Apa maksudmu?” “Aku staff HRD yang mewawancarai Echa.” Melda tak lupa menyombongkan diri. “istrimu barusan datang ke sini mengemis-ngemis minta pekerjaan kepadaku. Sangat-sangat menyedihkan sekali hidupnya, ditambah dapat suami kere kayak kamu, hahaha ….” Melda tak henti-hentinya tertawa, seolah ada kepuasan tersendiri. Niko merasa ada sesuatu yang tidak beres, akan tetapi dia lebih mengkhawatirkan Echa. “Dimana istriku?” tanya Niko. Melda berdecih sinis, “Aku bos-nya bukan bodyguard-nya. Mungkin dia melayani Om-Om di luar sana buat cari–” “Jaga mulutmu!” Ekspresi Niko spontan berubah drastis. Dia menatap wanita itu dengan tatapan dingin. “meskipun kamu wanita, aku tidak segan
Echa pergi dari rumah itu. Dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Saat ini, dia begitu marah dan sedih dengan situasi seperti ini.‘Aku harus gimana?!’ Echa menjerit dalam hati. Air matanya semakin deras mengalir membasahi pipi.Saat pikirannya kacau, terdengar bunyi klakson dari mobil lain. Awalnya Echa menghiraukan, akan tetapi bunyi klakson itu semakin kencang dan diulang-ulang.Echa sedikit terkejut melihat sebuah mobil tiba-tiba memepet mobilnya, seolah memberi syarat kepadanya untuk berhenti. “Siapa sih?!” Echa yang sama sekali tidak curiga sedikitpun, lantas dia menghentikan mobilnya di pinggir jalan.“Siapa mereka?” Echa memicingkan mata. Dia mulai menaruh curiga saat dua laki-laki berbadan besar memakai seragam turun dari mobil itu dan menghampiri mobilnya.Salah satu orang itu mengetok kaca mobilnya dan berkata, “Buka pintunya!”Echa pun membuka kaca mobil kemudian berkata, “Kalian siapa? Dan ada keperluan apa kalian–”“Kami pihak bank,” potong orang itu sambil
“Kamu bekerja untukku, bukan?” Niko memotong ucapan lawan bicaranya.“Baiklah jika itu yang kamu inginkan.”Setelah mendengarkan jawaban dari lawan bicaranya, Niko memutus sambungan telepon. Dia lalu berganti menghubungi nomor telepon yang berbeda.“Halo?” Tak berselang lama telepon itu tersambung.“Halo? Aku ingin membayar tagihan pasien bernama Fikram. Seluruhnya,” ucap Niko begitu serius. “segera lakukan operasi lanjutan.”***Malam harinya, tanpa sepengetahuan suaminya, Echa berangkat ke sebuah hotel untuk menghadiri acara reuni. Semenjak pernikahannya dengan Niko, namanya menjadi bahan hinaan banyak orang, tak terkecuali adalah teman-temannya sendiri. Kalau saja bukan karena mencari pinjaman untuk biaya operasi sang Papa, dia tidak akan mau datang ke acara ini.“Echa, kamu ‘kan sudah nikah nih. Terus, kamu kok datang sendirian? Di mana suamimu?” tanya salah satu temannya.Tak menunggu Echa menjawab, Melda yang juga bergabung dalam acara reuni langsung menyahut, “Ya jelas Echa ga
Penasaran dengan pemilik suara, mereka serempak menoleh ke arah pintu. Mereka mengira kedatangan seorang petugas keamanan, tetapi dugaan mereka meleset. Orang yang berdiri di depan pintu adalah Niko Pram, seorang pembantu yang menjadi suaminya Echa.“Yaelah kirain siapa, gak tahunya cuma gelandangan!” seru Melda sambil menahan tawanya. Dia lalu menunjuk ke arah Echa dan lelaki yang baru masuk ke ruangan. “Tuh, Echa, dicariin suamimu!”“Duh penampilannya kayak orang gila. Amit-amit aku dapat suami modelan kayak gitu!”“Ckkk dikiloin juga nggak bakalan laku sih!”Niko mengabaikan semua hinaan yang berdatangan. Tatapan tajamnya masih tertuju pada Lelaki brengsek itu, “Berani kamu menyentuh istriku, kupatahkan lehermu!”Berry malah membalasnya dengan senyuman sinis, “Lumayan galak juga. Tapi kamu tahu siapa aku?” dia memandang remeh pada Niko. “aku adalah anak pemilik perusahaan STAR Group. Kalau aku mau, aku bisa melenyapkanmu dalam hitungan detik!”Saat ini STAR Group adalah perusahaan
“Echa.” Niko menatap lekat-lekat istrinya yang sedang emosi. “Aku tidak berbohong. Aku sudah–”Sayang sekali sebelum Niko menyelesaikan kalimatnya, suara lantang Echa terlebih dahulu memotongnya.“Cukup, Niko! Cukup! Kamu nggak usah ngomong apa-apa! Aku muak dengernya. Pulang sekarang!”Berry tersenyum puas melihat pemandangan ini. Dia yakin Echa pasti membenci lelaki itu dan menceraikannya.Niko malah tersenyum kecil, kemudian menutup matanya dan menarik napas panjang sebelum berkata, “Aku tidak akan pulang tanpa kamu, istriku!”Echa menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. Dia benar-benar kecewa dan marah pada Niko. Biasanya, setiap kata yang diucapkannya, lelaki itu pasti menuruti. Namun, setelah menikah semuanya berubah. Detik itu juga, Echa secara reflek mengangkat tangannya untuk menampar Niko, akan tetapi tangannya tidak sampai bertemu dengan pipi sang suami. Hati kecilnya melarang, karena bagaimanapun juga status lelaki itu adalah suaminya sendiri.Berry kesal melihat Echa me
Niko menatap lekat-lekat mata Echa yang sudah sembab. Dari tatapan sang istri, seolah ingin meminta maaf untuk menampar dirinya.Niko bisa saja memberikan bukti bahwa biaya operasi lanjutan Fikram sudah dibayarkan, tetapi dia penasaran dengan momen ini. Walaupun demikian, dia akan memakluminya jika Echa menamparnya, karena istrinya itu dalam posisi terdesak untuk menyelamatkan Papanya.Melihat Echa masih ragu-ragu, Berry pun memberi ultimatum, “Hitungan ke sepuluh kamu belum menamparnya, lupakan saja uang 2 miliar ini! Satu, Dua, Tiga —”Selagi Berry menghitung, teman-temannya mendesak Echa untuk segera melakukannya.“Cepat, Echa. Kesempatan emas nggak akan datang dua kali!”“Spek suamimu kayak bekas rongsokan! kamu gak bakalan rugi kalau dibuang! Toh ada pangeran Berry yang menunggumu!”“Iya nggak usah ragu, cepetan tampar suamimu! Kalau perlu cakar sekalian.”Berry kesal Echa tak kunjung bertindak. Dia pun menjeda hitungannya, “Delapan …. Ini kesempatan terakhirmu, Echa.”Echa menut