“Dasar bego! Kamu tuh harusnya bersyukur. Tinggal cium sepatunya Aldi, masa depanmu bakalan lebih baik.” Seorang wanita tiba-tiba menimpali, “4 juta loh, jauh lebih besar dibandingkan ngebabu di keluarganya kak Echa.”
Niko menatap nyalang pada teman-temannya, “Masa depan tidak ada yang tahu. Jangan suka menghina orang lain, mungkin saja orang yang kalian hina masa depannya jauh lebih baik dari kalian!”
Ucapan Niko malah disambut tawa keras dengan tatapan menghina dari teman-temannya.
“Memotivasi diri sendiri itu penting, tapi sadar diri itu jauh lebih penting,” ucap Aldi penuh ejekan.
“Atau kemiskinan telah membuatmu jadi punya gejala gangguan jiwa?”
Mereka kembali tertawa.
Sayangnya, mereka salah besar mengira Niko kali ini diam saja. Mood-nya sudah buruk akibat pertengkarannya dengan Echa tadi. Belum lagi, wanita tadi membawa-bawa keluarga wanita itu. “Apa kalian tidak bosan melakukan hal ini kepadaku?”
“Bosan? Tidak ada kata bosan untuk membully makhluk sampah sepertimu.” Aldi tersenyum tipis. “membullymu adalah hal yang aku sukai.”
“Melihatmu seperti melihat tai. Jadi, kami tidak pernah bosan,” sambung Yono, dan lagi-lagi gelak tawa kembali terdengar.
“Empat tahun aku sudah bersabar. Aku akan membalas perlakuan buruk kalian kepadaku!” Niko menatap mereka semua, mengingat wajah-wajah menyebalkan yang perlu dikasih pelajaran di kemudian hari.
“Cih, mau ngebalas?” Aldi tertawa renyah. “Beli parfum saja kamu tak sanggup.”
Di saat bersamaan ada beberapa dosen yang melewati tempat itu. Memanfaatkan situasi, Niko pun bergegas pergi. Tentu semua temannya tidak bisa melakukan apa-apa dan memberikan jalan untuknya.
Saat Niko sudah berada di luar kampus, sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di sampingnya.
“Pak Niko, Pak Niko …,” panggil seseorang dari dalam mobil.
Niko menghentikan langkah dan menoleh ke arah kaca mobil samping pengemudi yang terbuka, “Siapa anda? Anda mengenalku?” Niko mencoba mengingat, sepertinya dia pernah melihat wajah orang itu.
Tanpa turun dari mobil, orang itu menjawab, “Aku Danish, orang kepercayaan Pak Abraham.”
Setelah mengetahuinya, ekspresi Niko berubah datar, “Oh.”
“Pak Abraham mengutusku untuk memberikan ini kepadamu.” Danish menyodorkan sebuah kartu berwarna hitam. “ambillah. Ini warisanmu.”
“Apa ini?” tanya Niko.
“Isinya tidak banyak. Cuma 100 triliun. Kakek anda akan memberikan secara bertahap,” jawab Danish. “pin-nya sudah aku kirimkan melalui email.”
“100 triliun?” Niko terkejut.
“Ya. Pak Niko tahu, Kakek anda adalah orang yang sangat kaya. Ambillah, ini sudah lebih dari cukup untuk keperluan anda.” Danish kembali menyodorkan supreme black card itu.
Tangan Niko bergetar menerima kartu black card itu. Batinnya bertanya-tanya apakah ini sungguh nyata?
Usai menyerahkan supreme black card itu, Danish tancap gas meninggalkan Niko.
“Tunggu.” Niko memanggil, tetapi Danish tetap tancap gas.
Niko yang masih penasaran, lantas dia pergi ke mesin ATM yang ada di sekitar sana. Saat dia mengecek dan menatap layar mesin ATM itu, matanya terbelalak sempurna saat melihat angkanya memiliki 14 nol. Dia masih belum menyangka bahwa hidupnya akan benar-benar berubah 180 derajat.
Karena ingin bukti yang nyata, Niko mencoba menarik saldo sebesar 10 juta. Tanpa menunggu lama mesin ATM itu bekerja sesuai perintah. Untuk sekian kalinya, Niko terperanjat. Sungguh ini bukan sebatas mimpi belaka.
“Aku mau ke bar,” ucapnya tiba-tiba. “ya, aku harus ke bar.”
Niko bermaksud melampiaskan rasa marah dan kecewanya ke minuman karena kehidupannya yang penuh dengan cemoohan dan hinaan dari semua orang yang mengenalnya.
Satu jam kemudian, Niko sudah duduk di depan meja bartender di sebuah bar, “Tolong berikan segelas bir untukku.”
Sang bartender tak langsung melayani permintaan Niko. Matanya memandang penampilan Niko yang kurang meyakinkan.
Mengerti apa yang dipikirkan sang bartender, lantas Niko langsung mengeluarkan uang 10 juta dari kantong celananya dan meletakkan di atas meja.
“Apakah ini masih kurang?” Niko tersenyum tipis, lalu mengambil uangnya kembali dan disimpan di kantong celana.
Sontak sang bartender dengan sigap menjalankan tugasnya, “Maafkan saya, Tuan,” ucapnya merasa bersalah.
Niko pun meminum segelas bir yang dia terima dalam sekali teguk, “tambah satu lagi,” titahnya sambil menyodorkan gelas kecil yang sudah kosong.
“Siap, Tuan.” Sang bartender cepat menuangkan bir ke dalam gelas itu.
Niko meneguknya kembali, padahal sebelumnya Niko tidak pernah meminum bir beralkohol tinggi. Akibatnya 2 gelas kecil saja sudah membuat tubuhnya terasa panas dan kepalanya berputar.
Di titik ini, tiba-tiba seorang wanita berpakaian ketat nan seksi datang menghampiri Niko.
“Hallo, tampan. Mau aku temani malam ini?” Sikap dan ucapan wanita itu begitu sensual.
Niko tersenyum tipis, teringat ucapan Aldi dan kawan-kawannya kalau tidak ada tante-tante yang mau dengannya. Tapi buktinya justru saat ini ada seorang wanita muda yang merayunya. Tapi mungkin saja wanita itu sudah melihatnya mengeluarkan setumpuk uang.
Saat wanita itu ingin menyentuh bahunya, Niko meresponnya dengan tatapan mata tajam, sehingga batal melakukannya.
“Pergi!” Cukup satu kata sudah cukup membuat wanita itu terdiam dan pergi mendengus kesal.
Niko hanya ingin melampiaskan ke minuman. Dia tidak akan tergoda dengan rayuan wanita yang bukan istrinya, apalagi dengan si kupu-kupu malam.
“Lagi!” Niko menyentuh gelasnya. Sang bartender yang mengerti pun langsung menuangkan bir.
Di titik ini lagi-lagi seorang wanita datang dan begitu saja duduk di kursi di samping Niko.
“Ni–” baru saja wanita itu hendak bersuara, Niko langsung memotongnya.
“Aku bilang pergi!” Akibat pengaruh alkohol, kali ini Niko mudah sekali terbawa emosi.
“Berhentilah minum!” Wanita itu justru melawan.
“Dasar wanita Ja …” Saat Niko melirik ke arah wanita itu, dia menghentikan ucapan kotornya.
Niko mendapati wajah wanita yang terlihat familiar, pakaiannya juga terkesan sopan dan tertutup. Namun, pengaruh alkohol membuatnya mengabaikan dan berniat lanjut minum untuk ketiga kalinya.
Namun, wanita itu meraih gelasnya terlebih dahulu.
“Hei itu gelas milikku,” ucap Niko datar, mencoba menahan rasa kesalnya.
“Niko, pulang! Aku ingin bicarakan hal penting denganmu,” balas wanita itu.
Mendengar namanya disebut, Niko pun kembali melirik dan memperhatikan wajah wanita itu.
Niko yang merasa mengenal wanita itu, lantas menepuk-nepuk kepala dan mengusap matanya untuk mengembalikan kesadarannya, “Nona?”
“Iya, ini aku, Echa,” jawab wanita itu. “minum berapa gelas kamu? Dan semenjak kapan kamu suka main ke sini?” cecarnya.
Niko tersenyum kecil, mengira Echa mencarinya untuk meminta maaf atas kesalahpahaman tadi siang.
“Sebaiknya Nona pulang. Tempat ini tidak pantas untuk Nona,” ucap Niko.
“Oke, ini kuncinya.” Echa memberikan sebuah kunci mobil yang biasa digunakan Niko.
Niko terkekeh pelan, “Bukankah Nona sudah memecatku?” ledeknya. “jadi, aku bukan lagi sopir atau pembantu Nona.”
“Niko, ikut aku keluar dari sini! Aku ingin berbicara 4 mata denganmu.” Nada bicara Echa mulai menunjukkan kekesalannya.
“Tidak.” Niko menggelengkan kepala. Ekspresinya begitu datar. “Nona bukanlah majikanku lagi. Jadi aku punya hak untuk menolak perintah Nona. Dan masalah–”
Ucapan Niko terpotong oleh suara Echa, “Menikahlah denganku!”
Echa merasakan ketegangan di dalam rumah. Setelah menerima pesan-pesan dari Tessa, pikirannya berkecamuk. Dia berusaha bertindak normal di depan Niko, meskipun hatinya bergetar.Niko, yang baru saja keluar dari kamar, menyadari ada yang tidak beres. “Echa, kamu baik-baik saja?” tanyanya, memperhatikan ekspresi wajah istrinya.Echa mengangguk, tapi suaranya bergetar, “Iya, Mas. Cuma sedikit lelah.”Niko mendekat, meraih tangan Echa. “Kamu tidak terlihat baik. Ada yang ingin kamu bicarakan?”Echa menarik napas dalam-dalam. Dia harus memberanikan diri, “Mas, ada yang ingin aku tanya. Apa kamu... ada yang ingin kamu katakan padaku?”Niko terkejut. Dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres, “Apa maksudmu?” Echa menatapnya tajam, berusaha mencari keberanian, “Tessa menghubungiku. Dia bilang... dia tahu semuanya tentang kita.”Niko terdiam sejenak, “Echa, biarkan aku menjelaskan—”“Jelaskan apa, Niko? Tentang semua foto dan video itu? Tentang perselingkuhanmu?” suara Echa meninggi, air mata
Tak berselang lama ada pesan susulan, [Kalau kamu ingin aku menjaga rahasiamu, temui aku nanti malam. Tessa.]Melihat suaminya tampak begitu serius menatap layar ponsel, Echa pun bertanya, “Ada apa, Mas?”“Hanya urusan kecil,” jawab Niko sambil bangkit dari tempat duduknya. “aku mau ke kamar dulu.”Niko tidak terlihat panik dengan ancaman Tessa, tahu cepat atau lambat dia harus memberitahukan identitasnya kepada sang istri.“Iya, Mas.” Echa sama sekali tidak curiga.Sambil berjalan menuju kamarnya, Niko mengirim pesan itu Ke Nita, dan setelahnya dia langsung menghubungi adik angkatnya itu.“Hallo.”“Ya, Kak?”“Kamu sudah membaca pesanku?”“Iya, Kak. Sudah. Menurutku sih Kak, mendingan kasih tahu aja kebenarannya sama Kak Echa biar nggak salah paham. Kecuali Kakak masih ragu.”Niko mengerti ucapan Nita, “Tidak. Aku tidak ragu sama sekali. Aku sudah mengenal bertahun-tahun istriku.”Niko sudah memutuskan bahwa hari ini waktu yang sangat tepat untuk memberitahukan identitasnya kepada Ech
“Aku akan menceraikanmu!” seru Fikram.Bagai disambar petir. Hesti terhenyak mendengar perkataan Fikram. Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja suaminya ingin menceraikan dirinya.“Mas … Mas sadar dengan apa yang mas katakan?” tanya Hesti tak percaya. “jangan dibuat main-main loh, Mas.”“Aku sadar dan tidak main-main! Aku mau menceraikanmu, Hesti!” Fikram berkata dengan tegas tanpa keraguan. “Mas, apa salahku?! Jangan ngaco kamu, Mas!” Suara Hesti lebih tinggi dari suaminya. “Sembuh-sembuhnya kamu malah kayak gini!”Fikram menatap istrinya dengan dingin, “Kamu masih bertanya di mana salahmu? Di rumah ini banyak kaca, ‘kan? Pergi dan introspeksi dirimu.”“Aku nggak salah apa-apa! Mas yang nggak waras!” pekik Hesti, lalu menoleh pada Niko dengan wajah merah padam. “pasti kamu ‘kan yang meracuni suamiku? Pasti kamu sering mengunjungi suamiku cuma untuk menjelek-jelekkanku. Bajingan! Dendam banget kamu sama aku sampai mau merusak rumah tanggaku!”“Ini tidak ada hubungannya denga
Tessa memasuki sebuah mall. Ketika dia menaiki lantai 3 mall, tatapannya tertuju pada seseorang lelaki dan wanita yang tampak bersenda gurau.“Niko? Dan wanita itu?” keningnya berkerut melihat kebersamaan mereka. “bukankah dia adalah seorang pelayan toko baju di mall sebelah?”Perlahan sudut bibir Tessa terangkat, “Sekarang kamu ketahuan, Niko. Rupanya wanita itu memang selingkuhanmu.”Tak ingin melewati kesempatan ini, Tessa merogoh ponsel di dalam tas kecilnya dan segera mengabadikan momen kebersamaan Niko dengan wanita itu. Kali ini dia sangat yakin bisa mengobrak-abrik rumah tangga Niko dan Echa.Yang sedang diperhatikan tengah membahas ulang tahun sang Kakek.“Kak, kurang dua minggu lagi ulang tahun Kakek. Kita harus ngasih surprise,” ucap Nita sambil memakan es krim.Niko hanya tersenyum. Ini kesekian kalinya Nita mengingatkannya.“Menurut Kakak kita harus ngasih surprise apa?” tanya Nita.Niko mengedikkan bahu, “Aku tidak pandai dalam hal ini. Aku serahkan semuanya sama kamu. M
“Nita?” gumam Echa. “Nita siapa, Mas?” tanyanya kemudian.Niko sama sekali tidak terlihat panik.“Ehmm Nita adalah seorang ahli IT … seorang hacker yang membantuku mengurus permasalahan yang sedang dihadapi WARA Corp,” jawab Niko sambil mengambil ponsel miliknya.Echa mengangguk-angguk percaya.Dalam hal ini Niko berkata jujur, tapi masih belum bisa memberitahu keseluruhannya.Niko segera mengangkat telepon itu dan sengaja mengecilkan suara volume telepon agar Echa tidak mendengar suara lawan bicaranya.“Ada temuan baru lagi?”“Nggak, Kak. Aku–”“Baiklah. Besok pagi kita rapatkan bersama dengan petinggi WARA Corp,” potong Niko dan memutus sambungan setelahnya.Di seberang sana, Nita kesal suaranya dipotong dan teleponnya diputus sepihak. Padahal dia ingin menyampaikan kalau satu bulan lagi adalah hari ulang tahun sang Kakek yang ke 71 tahun. Tapi Nita mengerti, mungkin malam ini Niko sedang bersama istrinya. Lantas dia pun mengirim sebuah pesan.[Sebulan lagi adalah hari ulang tahun
“Terima kasih pengertiannya. Kalau gitu kalian pulang sekarang,” sahut Niko tiba-tiba, membuat Hesti dan Sarah kesal.Harapan Hesti adalah mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Jika dia tidak bisa mendepak Niko dari kehidupan Echa, setidaknya lelaki itu bisa dia manfaatkan.Saat ini Sarah dilema. Tindakan anaknya yang berusaha mengambil hati Niko bisa merugikan keluarganya sendiri. Di sisi lain dia harus segera membujuk Niko untuk menyelamatkan bisnis keluarganya.“A–” Baru Hesti membuka mulutnya, suara Niko terdengar terlebih dahulu.“Mama juga pulang.” Mata Hesti seketika melotot, “Kamu juga mengusirku?! Aku ini Mama kandungnya Echa.”Niko cukup menjawabnya dengan merogoh ponsel di saku celananya. Dia menghubungi petugas keamanan perumahan.“Pak, tolong ke sini.”Hesti dan Sarah menatap Niko. Sikap tegas lelaki itu membuat mereka sedikit takut.“Aku nggak mau pulang. Aku masih ada perlunya sama anakku,” tolak Hesti geram.“Echa sudah mengirim uang 5 juta ke rekening Mama. Jadi ngg