Share

Episode 9. Sandiwara

"A-Apa yang kau lakukan?" Wajah Green memerah. Green tidak pernah bersentuhan dengan perempuan. Jadi, apa yang dilakukan gadis itu terasa intim baginya. Berbeda dengan pelukan yang tidak disengaja sewaktu di bawah tiang tadi. Saat ini, Hana memeluknya dengan sengaja. Tangan Green bergerak cepat memegang lengan Hana, ingin segera melepas pelukan gadis itu dari lehernya. Tetapi tubuh gadis itu tiba-tiba bergetar, membuat Green berhenti bergerak.

Gadis itu melonggarkan pelukannya tetapi masih melingkarkan tangannya di leher lelaki itu dan kembali mendongak menatap Green. Green membalas tatapannya dan terkejut mendapati gadis itu mengeluarkan air mata.

Dia menangis?

"Kamu kenapa?" tanya Green bingung, rasa keterkejutan cukup terkesan dari warna suaranya. Hana melepas pelukannya dari Green. Ia kembali duduk secara normal dan menunduk. Hana mulai sedikit terisak, membuat Green semakin bingung.

"Lelaki yang baik tidak akan tahan melihat gadis yang menangis, bukan? Apalagi jika gadis itu cantik, lelaki kejam sekalipun asalkan masih punya sedikit hati nurani, pasti akan tergerak untuk menghibur!" pikir Hana di dalam hatinya.

"Aku tahu...hanya kematian yang bisa menyelesaikan segala penderitaan. Aku juga sudah sering terpikir akan hal itu," ucap Hana dengan isakan. Sepertinya Hana sedang menggunakan jurus yang kedua.

"Apa maksudmu? Kenapa kamu tiba-tiba..?" Green ingin menyentuh bahu gadis itu, tangannya sudah sempat terulur tetapi ditahannya kembali. Hana menatap Green dengan wajah sendu.

"Apa kamu tidak terpikir, bagaimana bisa aku tiba-tiba muncul di jembatan layang ini?" tanya Hana menahan isaknya.

Green sejenak diam, tetapi kemudian matanya melebar. Benar juga. Jembatan layang Meranti hanya diperuntukkan untuk kontainer-kontainer minyak yang akan mulai beroperasi menjelang malam hingga dini hari. Dan saat ini jalanan begitu sepi. Jelas tidak ada satu orang pun yang lewat. Tetapi kenapa gadis ini berada di sini sekarang?

"Benar. Apa yang kamu lakukan di sini? Jalan ini tidak dikhususkan untuk mobil seperti ini," ucap Green yang menjadi penasaran. Hana mengambil tisu yang berada di atas dashboard mobil lalu menghapus air mata buaya-nya.

"Tujuanku sama sepertimu," ucap Hana sambil menunduk. Sebenarnya dia merasa malu mengatakan hal bodoh seperti itu. Seorang Hana mana mungkin ingin bunuh diri.

"Apa? Jadi kamu tadinya juga ingin bunuh diri?" tanya Green hampir-hampir tak percaya. Jelas-jelas gadis ini tadi sangat menentang masalah bunuh diri, juga sempat tertawa riang. Dan...bukankah tadi sewaktu masih berada di tengah tiang pembatas dia juga menangis dan mengatakan bahwa dia masih muda, dan tidak mau mati? Itu berarti gadis ini berbohong. Tetapi kalau bukan karena ingin bunuh diri, lalu kenapa dia berada di sini sekarang? Green menjadi bingung dibuatnya.

Hana mengangguk pelan. Green sedikit ragu tetapi wajah nanar yang diperlihatkan Hana, beserta air matanya yang kembali menetes membuat Green menjadi iba. Tetapi walaupun begitu, Green tetap mengutarakan keganjilan dalam pemikirannya itu.

"Bukankah tadi kamu sangat menentang niatku untuk bunuh diri? Kamu bahkan menangis sewaktu menuruni tiang, lantaran takut mati muda. Kamu juga..kamu juga sempat tertawa, bukankah..."

Tiba-tiba tangis Hana meledak, membuat ucapan Green tadi terhenti begitu saja.

Wakakkaka... Walaupun tangisnya menguat sesungguhnya saat ini Hana tertawa di dalam hatinya. Betapa bodohnya dia membuat jurus kedua yang jelas-jelas bertentangan dengan jurusnya yang pertama. Tentu saja hal itu membuat lelaki ini bingung, bahkan mungkin akan curiga.

"Maafkan aku.. Aku sungguh tidak paham akan pemikiranmu," ucap Green karena tidak enak hati melihat Hana kembali menangis. Dengan ragu-ragu, Green mengulurkan sebelah tangannya dan memegang bahu Hana, lalu sedikit mengusap-usapnya, berupaya menenangkan gadis ini.

Karena kehidupannya sangat menderita, Green lebih mudah bersimpati jika melihat orang lain sedang bersedih. Apalagi yang sedang bersedih adalah seorang perempuan. Hatinya benar-benar merasa kasihan pada gadis ini.

Sambil menangis, Hana memutar otaknya, memikirkan kata-kata apa lagi yang harus dia ucapkan supaya laki-laki ini tak berniat lagi untuk bunuh diri. Setelah mendapat ide kembali, tangis Hana pun mulai mereda. Dia kembali mendongak menatap Green, yang sedari tadi duduk di sampingnya di dalam mobil itu. Green otomatis menarik tangannya kembali dari bahu Hana. Hana pun mulai membuka suara, dan Green langsung menyimak dengan serius.

"Aku manusia yang tidak berguna, tidak ada artinya melanjutkan hidup jika tidak berguna. Sudah lama aku berniat kemari untuk mengakhiri hidupku. Hingga tiba hari ini, tekadku sudah bulat. Tadinya aku akan melompat langsung dari jembatan tanpa harus memanjat. Tetapi tiba-tiba aku melihatmu memanjat tiang. Saat itu, aku tahu benar pasti niatmu juga ingin bunuh diri. Aku pun bertaruh di dalam hatiku, seandainya aku bisa menolongmu, membuatmu mengurungkan niat untuk bunuh diri, maka aku juga akan bertekad untuk melanjutkan hidupku. Jika aku berhasil menolongmu dan kamu akhirnya mau berjuang untuk melanjutkan hidupmu, bukankah aku telah menjadi orang yang berguna karena telah menolong seseorang?" ucap Hana panjang lebar. Air mata buaya Hana kembali menetes, dia sangat mendalami perannya. Saat ini juga, Hana sadar kalau dirinya punya bakat hebat untuk berakting. Sementara itu, Green tertegun menatap Hana yang berucap demikian.

"Kalau pun aku menangis saat mengatakan tidak ingin mati muda, lalu tertawa riang kemudian, hingga dengan keras menentangmu untuk bunuh diri, itu semua hanya upayaku untuk mengubah pemikiranmu." Hana menghela nafas berat, seolah merasa kecewa pada dirinya sendiri. "Tapi sepertinya aku telah gagal. Kamu tetap bertekad untuk mati nantinya. Aku memang manusia yang tidak berguna. Di mana-mana, aku hanyalah sampah tak berguna!" Begitu berucap, Hana langsung keluar dari mobil, beranjak dengan cepat.

"Hana!" Satu kata meluncur dari bibir Green. Setelah menyimak kata-kata gadis ini yang penuh air mata, Green yakin sepenuhnya bahwa gadis ini datang kemari memang bertujuan untuk bunuh diri di jembatan layang. Ternyata sedari tadi, gadis ini hanya berpura-pura kuat dan ceria, nyatanya gadis ini juga sedang menderita, sedang berputus asa sama sepertinya.

Green pun bergegas ikut keluar mengejar gadis itu. Dengan cepat ia menangkap tangan Hana. "Kamu mau ke mana? Apa yang mau kamu lakukan?" tanya Green cepat.

"Melanjutkan rencanaku yang semula. Lepaskan aku." Hana menepis tangan Green dan kembali berjalan cepat. Green merasa gusar bukan main mendengar kata-kata gadis ini, dengan cepat dia kembali meraih tangan Hana.

"Jangan lakukan itu!" ucap Green cepat.

"Jangan pedulikan aku! Biarkan aku lompat!" bentak Hana. Dan dengan sekuat tenaga dia melepaskan pegangan erat Green, membuat Green membelalakkan mata, meyakini bahwa gadis ini benar-benar sudah ingin mengakhiri hidupnya saat ini juga. Hana berpura-pura berlari menuju pagar pembatas jembatan.

"Aku mohon jangan!" teriak Green sambil mengejar gadis itu. Lalu dia merengkuh gadis itu dari belakang, melingkarkan tangannya, menahannya agar tidak jadi melompat.

"Lepaskan aku! Biarkan aku mati!" Hana menangis meronta-ronta. Memukul-mukul lengan lelaki itu yang semakin erat melingkar di tubuhnya. Sungguh dramatis! Sepertinya Hana terlalu menikmati perannya, apalagi lelaki yang memeluknya adalah lelaki yang sangat tampan. 

Bersambung...

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Gondronk Muhtadin
sandiwara yg sempurna
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Pintar km hana, green gagal bunuh diri dong
goodnovel comment avatar
Lini Christina
hahahhaha ceweknya banyak akal,, bagus!!
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status