Sebuah mobil bewarna hitam melaju kencang. Di mobil itu bunyi ponsel sedari tadi terus berdering membuat sang empunya merasa kesal. Si pengemudi mencari tempat untuk menghentikan mobilnya. Begitu berhenti, ia melihat siapa yang menelepon.
"Papa?" gumamnya, lalu mengangkat telepon.
"Halo, Pa," sapa Hana.
"Hana, kenapa kamu malah membawa mobil Papa? Kan kamu bisa diantar sama supir," ucap Anton, ayah dari Hana.
"Iya, Pa. Tadi aku buru-buru," jawab Hana sambil melirik ke kursi belakang, di sana ada kue dan minuman.
"Apa kamu sudah sampai di tempat acara?" tanya Anton Winata memastikan.
Hari ini akan ada acara peluncuran film oleh Williams Entertainment, salah satu perusahaan milik Williams Global Corporation. Dan Hana akan menjadi pasangan Marcell Williams di sana. Ini adalah kesempatan yang sudah ditunggu-tunggu oleh keluarga Winata, karena Marcell Williams adalah cucu kandung dari Reyhans Williams, pemilik Williams Global Corporation.
Sejak setengah tahun yang lalu, keluarga Williams sepertinya menetap di negara ini untuk melihat perkembangan beberapa perusahaan mereka. Tidak tahu akan berapa lama, mungkin sampai Marcell lulus SMA. Tetapi sejak itu pula keluarga Winata memiliki rencana agar Hana bisa memikat Marcell. Hana adalah andalan mereka karena terlihat lebih menonjol dari semua putri keluarga Winata. Dan Kebetulan Hana juga satu kelas dengan Marcell di Williams High School 21. Jika Hana berhasil menggaet Marcell, bukankah ini yang disebut dengan pencapaian yang luar biasa? Hana sendiri sangat menyukai Marcell. Sifat dan sikap Marcell menjadi tantangan tersendiri baginya. Semakin sulit Marcell didekati, semakin bersemangatlah Hana untuk memperjuangkannya.
"Belum, Pa. Ini..ini sebentar lagi sampai," ucap Hana berbohong.
"Hmmm. Baiklah kalau begitu. Hati-hati di jalan," ucap Anton.
Bip bip bip.. Panggilan pun berakhir. Hana membuang nafas kasar. Dan baru sebentar saja, ponsel Hana berbunyi kembali. Hana kembali melirik layar ponselnya.
"Hah? Marcell!" Cepat-cepat gadis itu mengangkatnya.
"Halo, Marcell. Maaf, aku telat. Tadi mendadak ada les tambahan. Tapi sekarang aku sudah di jalan, tunggulah sebentar lagi, aku akan sampai, ya?" ucapnya berbohong. Padahal sebenarnya tadi itu dia mampir terlebih dahulu ke rumah Sartika, temannya, karena Sartika memanggilnya lewat telepon.
Sartika berkata bahwa ia memiliki ide bagus agar kebersamaan Hana dengan Marcell untuk hari ini bisa berjalan dengan romantis. Ternyata Sartika sudah memasakkan beberapa jenis kue yang enak dan membuatkan minuman buah dalam botol. Jujur saja, Hana sempat merasa konyol akan bantuan temannya, Sartika. Bukankah cara ini terlalu kampungan? Tetapi Hana memutuskan untuk setuju dan membawa makanan dan minuman itu, serta akan mengatakan bahwa itu semua adalah buatannya sendiri, sesuai anjuran Sartika. Mudah-mudahan saja Marcell suka memakannya dan memujinya nanti. Tetapi, siapa sangka karena rencana mendadak itu, dia malah jadi terlambat sampai ke acara. Hana menyesal mampir ke rumah Sartika. Kalau papanya sampai tahu dia terlambat, pasti Hana akan dimarahi.
"Sepuluh menit. Kalau kau tak sampai juga, aku cari gadis lain untuk jadi pasanganku!" ketus Marcell Williams. Marcell memang memiliki sifat yang dingin dan gelagatnya juga terlihat angkuh.
"Apa?" Hana terkejut. Apa ia tidak salah mendengar? Mencari gadis lain? Apa Marcell benar akan melakukan itu?
Bip bip bip.. Mercell memutuskan panggilan.
"Halo? Halo Marcell?" Gadis itu melihat layar ponselnya. Panggilan terputus.
"Tidak. Aku tidak akan melewatkan kesempatan ini. Marcell! Kamu cuma akan menjadi milikku!" tegas Hana hampir berteriak dengan tangan terkepal.
"Bagaimana ini? Ah, jembatan layang Meranti! Lewat jalan itu pasti cepat sampai," batinnya.
Walaupun gadis ini tahu benar bahwa jalan itu tidak diperuntukkan untuk mobil, tetapi demi lelaki yang sangat disukainya, lelaki tercinta yang selama setengah tahun ini dia kejar-kejar, dia siap melanggar peraturan. Bahkan dia tidak memikirkan apakah ada CCTV lalu lintas yang dipasang di jalur tersebut. Tanpa pikir panjang dia pun segera melajukan mobilnya ke jalan Meranti.
Mobil gadis itu masih melaju dengan kencang memasuki jembatan layang Meranti. Hingga beberapa saat kemudian mobilnya mengalami masalah.
Ddrrrgggg ddrrrgggg..
"Apa-apaan ini?" gumam Hana. Mobilnya melambat dan berhenti begitu saja. Berulang kali dia mencoba menghidupkan mesinnya, tetapi tidak juga menyala.
"Aku bisa gila! Bagaimana ini?" teriaknya sambil memukul setir mobil. Gadis itu menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sudah susah payah dia menarik perhatian Marcell hingga Marcell memilihnya sebagai pasangan di acara peluncuran film terbaru, hasil produksi Williams Entertainment, tetapi sekarang hancur begitu saja.
Hana segera keluar dari mobilnya. Berjalan mondar-mandir. Ia sama sekali tidak paham soal mesin mobil, kecuali hanya mengendarainya. Dia ingin segera mencari tumpangan tetapi bagaimana dengan mobilnya? Jika memanggil derek mobil, maka ketahuanlah bahwa dia telah melanggar peraturan pemerintah tentang jalan. Dan tentunya hal ini akan mempermalukan nama baik keluarga Winata. Tetapi, kalau dia memutuskan untuk menelepon papanya, memberitahu semua situasinya, yang ada papanya akan marah besar. Bisa-bisa, apartemen miliknya yang sudah susah payah dia dapatkan dari papanya dengan segala bentuk upaya dan rayuan maut, akan ditarik oleh papanya kembali. Hana memang cerdas tetapi tampaknya kecerdasannya hanya mendominasi dalam pelajaran di sekolah saja. Sementara dalam kehidupan sehari-hari dia sering dipengaruhi oleh sifatnya yang impulsif. Itulah sebabnya saat ini dia malah menghadapi kesulitan.
Hana berupaya menenangkan pikirannya. Tidak. Tidak. Masalah mobil tidak terlalu penting. Yang paling utama sekarang adalah bagaimana supaya ia sampai ke sana segera walaupun sudah sangat terlambat, yang penting berupaya terlebih dahulu. Mana tahu Marcell hanya menggertaknya saja ketika berkata ingin mencari penggantinya. Marcell kan selama ini memang selalu bersikap seperti itu, selalu bersikap cuek seolah tidak suka. Buktinya, kali ini Marcell mengajaknya menjadi pasangannya malam ini. Marcell adalah tipe tsundere! Begitulah pemikiran Hana.
Matanya kini melihat ke kanan dan ke kiri, memastikan ke arah mana dia harus berjalan agar lebih cepat keluar dari area jembatan layang tersebut supaya segera mendapat tumpangan. Setelah menimbang-menimbang, dia memutuskan berjalan terus. Tetapi semakin terus melangkah, semakin pupuslah harapannya untuk bertemu Marcell.
"Ini, ini semakin jauh saja. Aku benar-benar sudah gila sekarang. Harusnya dari tadi aku melihat g****e map! Di mana kecerdasanmu, Hana!" Hana mengomel dalam hati.
Tap krek tap krek tap..
"Um? Suara apa itu?" Hana menoleh ke sumber suara, matanya langsung melebar ketika menatapnya.
"Hah? Orang itu ngapain manjat tiang? Apa jangan-jangan..? Tidak, tidak mungkin! Aku tidak mungkin sesial ini, kan?" Erika mendongak melihat seorang lelaki memanjat tiang jembatan yang cukup tinggi itu.
"Dia? Dia? Apa benar ingin bunuh diri? Tidak. Tidak bisa. Aku tidak bisa sesial ini, melihat orang bunuh diri secara langsung di hadapanku! Tidaakk!" Hana menarik nafas dalam. "Tapi, tapi, aku harus bagaimana sekarang?" Hana mendadak sangat gugup.
Green menutup matanya. Siap-siap untuk meloncat ke bawah. "Selamat tinggal Paman, Bibi, Rafa.""Hei! Jangan!" teriak seorang gadis. Seketika Green menoleh ke sumber suara. Otaknya belum bisa mencerna akan apa yang terjadi di sekitarnya.Green melihat seorang gadis berlari kencang ke arah tiang pembatas. Deg.. Mata Green melebar melihat gadis itu melesat dengan cepat pada tiang. Gadis itu melepas sepatunya lalu memanjat tiang itu."Jangan!" teriaknya lagi membuat Green sedikit membuka mulut tanpa kata. Green terperangah melihat gadis itu yang mulai memanjat.Krek, tap, krek, tap.."Tunggu. Jangan lompat! Dengarkan aku dulu!" teriak gadis itu dengan nyaring sambil masih tetap memanjat. Green segera melangkah lalu menunduk melihat gadis yang masih memanjat itu.Krek, tap, krek, tap.."Kamu jangan kemari! Jangan memanjat lagi. Aku tidak apa-a
Seluruh tubuh Hana bertumpu sepenuhnya pada Green yang memeluknya erat. Rasa takut yang berlebihan memang bisa membuat seseorang menjadi hilang tenaga apalagi jika rasa takut itu berlangsung agak lama. Bahkan ada orang yang sampai terkena serangan panik dan sampai mengalami pingsan karena rasa takut yang berlebihan. Masih di posisi yang sama, Hana mencoba perlahan berdiri dengan benar, mengatur keseimbangannya di dalam pelukan Green. Deg, deg... Jantung Green sedikit berdetak lebih kencang. Di usianya yang sudah 21 tahun, inilah pertama kalinya Green memeluk tubuh seorang gadis. Itu pun tidak sengaja. Dan rasanya... rasanya sampai membuat mata Green melebar cukup lama. • • Setelah mampu menyeimbangkan diri, gadis itu mendongak menatap wajah Green dengan kedua tangannya masih memegang kedua bahu Green. Green sedikit melonggarkan pelukannya, dan menunduk menatap wajah gadis itu. Green mengerjapkan kedua matan
Hana sedikit berjalan lebih cepat sambil menarik tangan Green, sementara Green terlihat seperti anak kecil yang dituntun oleh mamanya, dia hanya mengikuti gerak langkah Hana ke mana pun gadis itu berjalan. Tetapi kemudian Hana berhenti. Dia menatap Green."Ada apa?" tanya Green penasaran.Hana menghela nafas. "Sepatuku ketinggalan di bawah tiang itu," ucap Hana sedikit mendengus. Green langsung melihat kaki Hana yang telanjang lalu menoleh ke belakang. Ternyata mereka sudah berjalan sedikit jauh dari tiang itu."Aku akan mengambilnya. Tunggulah di sini." Green melepas tangan Hana."Tidak." Hana kembali menggenggam tangan Green. "Kita sama-sama saja. Ayo."Hana menarik kembali tangan Green. Green mengernyitkan kening, sepertinya dia mulai sadar akan interaksi mereka yang cukup aneh. Pikiran Green yang tadinya sempat kacau balau, sepertinya mulai terjalin.Sesa
"A-Apa yang kau lakukan?" Wajah Green memerah. Green tidak pernah bersentuhan dengan perempuan. Jadi, apa yang dilakukan gadis itu terasa intim baginya. Berbeda dengan pelukan yang tidak disengaja sewaktu di bawah tiang tadi. Saat ini, Hana memeluknya dengan sengaja. Tangan Green bergerak cepat memegang lengan Hana, ingin segera melepas pelukan gadis itu dari lehernya. Tetapi tubuh gadis itu tiba-tiba bergetar, membuat Green berhenti bergerak. Gadis itu melonggarkan pelukannya tetapi masih melingkarkan tangannya di leher lelaki itu dan kembali mendongak menatap Green. Green membalas tatapannya dan terkejut mendapati gadis itu mengeluarkan air mata. Dia menangis? "Kamu kenapa?" tanya Green bingung, rasa keterkejutan cukup terkesan dari warna suaranya. Hana melepas pelukannya dari Green. Ia kembali duduk secara normal dan menunduk. Hana mulai sedikit terisak, membuat Green semakin bingung. &nbs
Siang itu, di kediaman keluarga Assa."Ayah! Ibu!" Baru saja Rafa keluar rumah, tiba-tiba langsung kembali masuk sambil berteriak memanggil kedua orang tuanya."Ada apa Rafa?" Budi dan Mirna menatap anaknya khawatir."Ini ada surat sama ponsel Kak Green di dekat pintu." Rafa memberikannya pada papanya."Apa ini?" Cepat-cepat Budi membaca isi secarik kertas itu."Paman, Bibi dan Rafa. Mulai detik ini, berhentilah mengkhawatirkanku. Jangan mencariku. Aku pergi dan akan mencoba hidup dengan lebih baik. Aku tak ingin menyusahkan kalian lagi. Usiaku sudah 21 tahun. Aku sudah dewasa, dan aku akan hidup mandiri. Terimakasih untuk segala rasa sayang yang telah kalian berikan untukku."Green Assa.Tangan Budi gemetar membacanya. Mirna yang ikut membacanya, langsung memegang dadanya."Tidak mungkin!" gumam M
Hana menyalakan mobilnya, dan di saat itulah dia ingat bahwa mobilnya mengalami mogok. Dia menatap Green."Mobilku tidak bisa menyala. Aku tidak begitu paham soal mobil.""Aku...juga tidak begitu paham tapi biar aku periksa sebentar," ucap Green agak ragu. Dia lalu memeriksanya. Green sedikit memahami mesin lantaran Paman Budi adalah karyawan bengkel mobil dan motor, dan Green terkadang suka membantu pamannya jika lembur.••Hana menghela nafas berat. Dia kembali teringat pada Marcell. Semua rencana gagal begitu saja. Marcell pasti akan marah padanya. Papanya juga pasti akan marah. Ini semua karena mobil ini mogok. Tidak, tidak. Bukan semata karena mobil saja. Ini karena dia mampir ke rumah Sartika. Hana kemudian melirik makanan dari Sartika yang ia letakkan begitu saja di belakang, di kursi penumpang. Sepertinya makanan itu akan ia makan saja bersama Green. Hana sudah merasa lapar
Mata Hana melebar menunggui papanya yang sedang bertelepon. Melihat mimik emosi dari wajah ayahnya membuat perasaan Hana semakin tidak tenang. Semakin dia mendengar pembicaraan itu, semakin gusarlah dirinya.Pikiran Anton benar-benar rumit saat ini. Yang meneleponnya adalah pemilik Perusahaan Milan, Tuan Alex Milan. Dia menginginkan Hana menikah dengan bocah yang bermalam bersama Hana di apartemen. Jika Anton menolak, Alex tidak akan segan-segan menyebarkan skandal besar bahwa Hana telah membawa seorang lelaki tampan ke apartemennya dan menghabiskan malam bersamanya hingga pagi. Alex memiliki bukti konkrit yang tidak akan bisa disangkal, dan ini akan sulit untuk diklarifikasi. Nama baik keluarga Winata terancam akan hancur. Sungguh picik!Alex Milan dan tentunya pengusaha lainnya tahu betul bahwa keluarga Winata pasti berencana untuk menangkap ikan besar dengan menggunakan Hana, putri mereka yang cantik jelita untuk menggaet Marcell Williams
Green saat ini berada di sebuah ruangan terkunci yang hanya berisi sebuah ranjang dan sebuah meja. Di ruangan itu, juga terdapat toilet. Seluruh memar dan luka di tubuh dan wajahnya sudah diobati, dia juga diberi makan. Pengawal-pengawal itu memperlakukan dia dengan baik. Tetapi Green saat ini sedang gusar. Walaupun gadis itu berkata bahwa dia tidak kekurangan satu hal pun dari tubuhnya, tetap saja Green memiliki keraguan tersendiri. Itu semua karena dia dan gadis itu hanya menyisakan pakaian dalam di tubuh mereka. Green masih berupaya keras mengingat kejadian tadi malam. Tetapi semakin dia mencoba untuk mengingatnya, semakin sakitlah kepalanya.Dengan sebelah tangan, dia memijit pelipisnya yang terasa berdenyut. Yang dia ingat cuma adegan ciuman saja, setelah itu dia tidak ingat apa pun. Bagaimana seluruh bajunya terbuka dan hanya menyisakan pakaian dalam, dia juga tidak ingat sama sekali. Apa benar dia telah berbuat tak senonoh dengan gadis itu? Green saat ini