Home / Urban / Suami Terhebat / Bab 3. Sang Penyelamat

Share

Bab 3. Sang Penyelamat

last update Last Updated: 2025-07-27 07:09:57

Bukan hanya Stefano yang terkejut, Hannah juga. Hannah tak percaya dia baru saja mendengar menantunya bicara.

“Ah, nggak mungkin. Pasti barusan aku salah dengar,” pikir Hannah, lalu menghampiri Stefano yang terlihat masih shock.

“Fano... kamu nggak apa-apa, Nak?” tanya Hannah, menyentuh-nyentuh wajah Stefano yang kena pukul Denzel barusan. 

Stefano meringis, lalu berusaha berdiri. 

“Kurang ajar kamu ya, Denzel... berani-beraninya kamu menyakiti tamuku!” maki Hannah dengan mata membulat.

“Aku nggak bisa terima perlakuanmu ini, Denzel! Aku bersumpah, suatu hari aku akan membuatmu menyesal! Ingat ya, aku nggak main-main dengan ucapanku!” ancam Stefano.

“Denzel, sekarang juga kamu minta maaf sama Fano!” perintah Hannah.

“Dia sudah menghina istriku, Ma. Buat apa aku minta maaf?” jawab Denzel, dan ini membuat Hannah tercengang. Selama setahun ini belum pernah sekali pun Denzel berani membantahnya.

“Ternyata benar, kamu memang bisa bicara,” ujar Vania, yang ternyata sudah mengamati apa yang terjadi sejak beberapa saat yang lalu.

Denzel menoleh ke arah Vania, mendapati tatapan kekecewaan dari adik iparnya itu.

“Penipu!” ujar Vania, lalu berbalik dan kembali ke kamarnya.

“Oh... jadi selama ini kamu cuma pura-pura bisu, ya? Gitu?” tanya Hannah, dan Denzel kembali mengarahkan matanya kepada Hannah. 

Ibu mertuanya itu melangkah ke hadapannya. 

PLAK!!

Dengan sorot mata penuh amarah, dia menampar Denzel begitu saja.

“Pergi kamu dari rumah ini! Pergi sekarang juga!”

“Ma, aku bisa jelaskan…” 

“Diam kamu!” potong Hannah. “Aku nggak butuh penjelasan dari kamu! Aku nggak mau dengar apa-apa dari kamu! Pergi sana! Pokoknya mulai sekarang kamu bukan lagi menantuku! Nanti dokumen perceraian dan yang lainnya  biar aku yang urus!”

Mendengarnya, Denzel mendadak lemas. Dia mencintai Vionka. Dia ingin selalu bersamanya.

“Hahaha… Pergi kamu, Sampah! Pergi dan biarkan Vionka jadi milikku. Nih, kukasih buat uang muka. Ambil!” ucap Stefano, melemparkan lembaran-lembaran uang seratus ribuan ke arah Denzel.

Tetapi bukan mengambilnya, Denzel malah mencekik Stefano sekuat tenaga, membuat ibu mertuanya panik.

“Hey, jangan gila kamu! Lepasin dia! Lepasin!” teriak Hannah sambil menepuk-nepuk tangan Denzel dengan kuat.

Namun, apa daya. Denzel terlalu kuat, dan dia sedang begitu murka kepada Stefano.

“Ya Tuhan, harus gimana ini?” Hannah mengucek-ngucek rambutnya.

Di titik ini, ponsel Hannah berbunyi. 

Hannah mengangkatnya. Yang menelepon ternyata rekan kerjanya Vionka. Dia mengabarkan bahwa Vionka sedang terjebak dalam masalah yang sangat gawat.

“Apa? Gimana-gimana? Tapi sekarang Vionka baik-baik saja?” tanya Hannah separuh berteriak.

Denzel yang mendengarnya langsung melepaskan cekikan dari leher Stefano. Dia kini fokus menyimak apa yang dipercakapkan ibu mertuanya ini. Stefano duduk di sofa sambil terbatuk-batuk.

“Ada apa dengan Vio, Ma?” tanya Denzel setelah Hannah menutup telepon.

“Diam kamu, Denzel! Ini urusan keluargaku! Kamu nggak usah ikut campur! Lebih baik kamu bersiap-siap untuk angkat kaki dari rumah ini!” jawab Hannah. 

Ibu mertuanya itu lalu bergegas ke kamar Vania, meminta putrinya itu menemani pergi ke kantor Vionka. Dia juga mengajak Stefano.

Denzel tahu, istrinya sedang berada dalam masalah besar. Dia tidak mungkin diam saja.

“Mah, izinkan aku ikut... aku bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi Vionka ini,” ujarnya.

“Kalu aku bilang nggak ya nggak!” bentak Hannah.

Mereka bertiga lalu keluar, segera memasuki mobil mewahnya Stefano.

Stefano sendiri sempat mengarahkan jari tengahnya ke Denzel sebelum masuk ke mobil.

Mobil mewah itu pun melaju. Denzel sendirian di rumah. 

Dia tak bisa diam saja. Dan ia pun menyusul mereka diam-diam.

***

Di lobi MCA Cosmetics, beberapa belas menit kemudian, Vionka sedang berdiri gugup di hadapan seorang perempuan. Tampak sekali istrinya Denzel ini cemas. Dia sedang menunggu ibunya tiba.

“Jadi, bagaimana ini, Vionka? Aku harus menunggu berapa lama lagi sampai kamu mengambil keputusan? Mau segera menyembuhkan wajahku, atau kamu bawa ke kantor polisi?” ancam perempuan itu, salah satu kliennya Vionka yang menuntutnya karena produk kecantikan yang diproduksi dan dipasarkan perusahaannya membuat wajah cantiknya berantakan--jadi penuh jerawat.

Vionka tampak sangat tertekan, juga ketakutan. Sedangkan Wandha, kliennya itu, tidak mau tahu dan tidak mau peduli. Dia hanya ingin tuntutannya dipenuhi. Dan tadi Vionka memintanya menunggu hingga ibunya datang.

Dan akhirnya ibunya itu datang juga. Mobil mewah Stefano berhenti di depan dan segera ketiga orang itu berjalan cepat-cepat menuju lobi. 

Vionka menyambut mereka. Segera, dia menjelaskan masalah yang sedang membelitnya ini kepada Hannah. 

Usai menyimak, Hannah langsung mendekati Wandha.

“Tolong maafkan anak saya, Bu. Kita bisa selesaikan ini baik-baik. Tolong jangan sampai dilaporkan ke polisi,” pinta Hannah, suaranya lembut sekali. 

“Enak saja dimaafkan! Ibu nggak lihat wajah saya ini? Ini gara-gara anak Ibu nggak becus kerja! Bisa-bisanya produk kecantikan separah ini dipasarin! Kan gila?!” timpal Wandha.

Hannah tersentak. Tidak biasanya seseorang membentak-bentaknya.

Melihat ini sebagai peluang untuk mengembalikan nilai jualnya di mata Hannah, Stefano maju.

“Maaf, Ibu. Perkenalkan, saya Stefano Hartono. Saya kenal dekat dengan pemilik perusahaan ini. Saya akan bantu Ibu menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan,” ucapnya penuh percaya diri, tersenyum layaknya pahlawan di film-film Hollywood.

Tetapi respons Wandha justru negatif.

“Jangan kamu pikir kamu bisa menyelesaikan masalah ini dengan uang, ya! Aku nggak butuh uang! Aku ini kakak gubernur kota yang baru. Saat ini yang aku mau adalah wajahku kembali seperti semula, hilangkan semua jerawat menyebalkan ini, karena besok pagi aku harus menghadiri pelantikan kakakku! Kalau kalian nggak bisa melakukannya, aku akan laporkan Vionka ke polisi. Titik!” tegas Wandha, sambil menunjuk ke arah Vionka yang sejak tadi hanya tertunduk menyadari kesalahannya.

Direspons seperti itu, Stefano pun terdiam. Kini dia bahkan terlihat lebih menyedihkan dari sebelumnya. Vania yang menyaksikan adegan barusan justru tersenyum kecut. Sedari dulu dia memang tidak menyukai aksi caper Stefano.

Ketegangan menyelimuti lobi. Tak ada lagi yang berani bicara, sedangkan Wandha masih menuntut tanggung jawab dari Vionka.

“Dasar perempuan nggak berguna! Sudah lama aku nunggu, malah kayak gini hasilnya. Ayo, ikut aku ke kantor polisi!” kata Wandha, mencengkeram tangan kiri Vionka dengan tangan kanannya.

Vionka meringis kesakitan, tetapi Wandha mengabaikan dan terus mencoba menggiringnya ke pintu lobi.

“Hentikan! Lepaskan dia!”

Sebuah teriakan terdengar. Lantang sekali.

Semua orang serentak menoleh ke arah pintu lobi, mendapati seorang lelaki berjalan dengan tenang dan penuh wibawa layaknya sang penyelamat.

“Denzel?” cetus Vionka tercengang, mendapati perubahan di diri suaminya...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Terhebat   Bab 42. Lelah yang Terbayar

    “Ada apa ini ribut-ribut?” tanya gubernur Aryha mengejutkan semua orang yang berada di dalam ruangan pasien itu. Terlebih dokter yang bernama Vincent itu, seketika ia terpegun melihat orang nomor satu di ibu kota berada di dalam ruangan itu. “Dokter ini tiba-tiba datang meremehkan pengobatan tradisional, katanya pengobatan sampah,” jelas Denzel sambil memandang sinis ke arah lelaki bertubuh jangkung itu. “Berani benar kamu bicara seperti itu, Dok! Tidak malu kamu dengan seragam yang kamu kenakan?” tegas gubernur memarahi. “I-iya, Pak Gubernur... saya... mengaku salah...,” ucap Dokter Vincent dengan terpaksa sambil tertunduk menatap lantai. Gubernur akhirnya memberi perintah agar Denzel yang merawat anak kecil itu hingga sembuh di kliniknya. Dokter Vincent tampak kecewa, lalu pergi meninggalkan ruang pasien. Tapi, ia memastikan akan membuat perhitungan pada Denzel dia karena sudah mempermalukannya di depan seorang gubernur. Tidak lama kemudian terdengar kembali sirine ambulans

  • Suami Terhebat   Bab 41. Pertengkaran di Ruang Pasien

    “Ayo rebahkan anakmu di situ!” perintah Denzel sambil menunjuk ke arah tempat tidur pasien. “Tolong yang lain semua keluar dari ruangan ini!” tambahnya mengusir semua orang tidak terkecuali Vionka. Kini di dalam ruangan itu tinggal Denzel, pasien, dan ayah dari anak itu. Denzel segera memeriksa pasiennya yang masih kejang-kejang, dengan mengecek bagian mulut dan lidahnya yang tampak membiru. Lalu, ia menyuruh lelaki itu membantunya mendudukan anaknya. Denzel memijit bagian punggung anak kecil itu sambil sesekali ditepuknya. “Uwekss...!” tiba-tiba anak kecil itu mengeluarkan muntah disertai buih berwarna kekuningan dari mulutnya. Sang ayah dengan sigap mengambil tisu lalu menyeka mulut anaknya itu. “Keracunan!” ucap Denzel menyimpulkan hasil pemeriksaannya. “Ya ampun, Nak...” gumam lelaki itu cemas sambil mengelus lengan putranya. “Kamu kasih makan apa sih anakmu ini?” tanya Denzel dengan nada marah pada lelaki di depannya. “Sepertinya tadi dia makan sisa lauk dan sayur sem

  • Suami Terhebat   Bab 40. Bertindak Nekat

    “Kenapa tidak boleh masuk ke ruang ini, Denzel?” tanya Nugraha yang sudah memegang gagang pintu.“E-ehh... sebenarnya ruangan ini...” ucap Denzel terbata merasa sukar untuk menjelaskan.“Ini ruangan steril, Pa, memang tidak boleh sembarang orang masuk, hanya untuk pasien yang memerlukan penanganan khusus saja. Betul begitu kan, Denzel?” Jelas Vionka memotong ucapan Denzel yang tampak susah untuk menjelaskan.“I-iya betul... ini memang kawasan pribadi yang tidak boleh dimasuki,” jawab Denzel untuk meyakinkan alasannya.Semua orang langsung percaya ucapan Denzel dan Vionka, mereka pun mengurungkan niat untuk masuk ke dalam ruang pasien di bagian belakang itu, lalu mereka kembali ke bagian depan klinik untuk melanjutkan duduk-duduk dan ngobrol santai sambil menunggu tamu undangan lain yang tak kunjung datang.“Mengapa tadi kamu ragu begitu pas menjelaskan ke Papa?” tanya Vionka dengan menatap penuh kecurigaan pada Denzel sejurus semua orang pergi.“Oh..., aku hanya bingung saja harus men

  • Suami Terhebat   Bab 39. Pasien Pertama

    Mengingat tadi saat mereka bertemu Tasya, ia sudah menunjukan kebaikannya pada Denzel, Vionka pun mengizinkan suaminya untuk bertemu Hilmawan. Denzel dan istrinya pun kembali ke toko perhiasan sambil bertanya-tanya dalam hati, apakah tujuan pengusaha kaya itu mengajaknya bertemu? Saat bertemu Hilmawan, barulah Denzel tahu bahwa Tasya sudah bercerita pada ayahnya mengenai keahlian Denzel saat di tempat judi batu di Paradise Club, hingga membuat pengusaha itu tertarik untuk mengajaknya bekerjasama. “Sebenarnya bisnis perhiasan sekarang sedang menurun, jadi aku memerlukan bantuan kamu untuk bekerjasama meningkatkan minat pelanggan toko perhiasan kami. Salah satunya dengan mengikuti sebuah pameran perhiasan terbesar yang tidak lama lagi akan diadakan. Di dalam pameran itu juga akan ada penilaian perhiasan terbaik oleh penyelenggara. Jika toko kita menang, maka aku berani membayarmu setengah M, atau bahkan lebih jika penjualan pada pameran itu bisa meraih keuntungan yang besar,” ungkap

  • Suami Terhebat   Bab 38. Ingkar Janji

    “Jaga ucapanmu, Sil! Rupanya sifat burukmu yang selalu merendahkan orang lain belum berubah juga ya?” ucap Vionka sambil menunjuk ke arah Sisilia.“Nggak apa-apa aku jahat, yang penting sekarang aku banyak uang, sedangkan akan melarat seumur hidup menikah dengan lelaki miskin seperti Denzel!” balas Sisilia.“Siapa bilang aku hidupku susah? Jangan sok tahu kamu!”“Tidak perlu ditanya, dari pakaian kalian saja aku sudah bisa tahu standar hidup kalian, terutama pakaian Denzel yang seperti pengemis. Jadi, tidak perlu berlaga kaya, mana mungkin kamu bisa membeli perhiasan yang ada di sini. Atau kalian salah masuk ya, tidak tahu kalau perhiasan di sini semuanya mahal?”Denzel segera menenangkan Vionka agar tidak melayani ucapan Sisilia, “Tidak ada gunanya, hanya buang-buang energi saja,” beritahu Denzel sambil mengajak istrinya menjauh dari wanita itu.Denzel lantas langsung memberitahu petugas toko agar mengeluarkan giok patung dewa dari dalam etalase karena ia ingin membelinya. Sisilia

  • Suami Terhebat   Bab 37. Mengenang Zaman Sekolah

    Hannah memberitahu Vionka perihal klinik pemberian gubernur yang akan dikelola oleh Denzel. Ia juga mengemukakan rencana Denzel untuk mendirikan sebuah toko kecantikan persis di seberang klinik tersebut supaya mereka bisa selalu berdekatan, pergi dan pulang bekerja bersama-sama. Tetapi Vionka tidak terlalu tertarik dengan rencana suaminya itu. Ia masih berharap bisa bekerja di MAC Cosmetics. Selain itu, ia curiga kalau di balik rencana suaminya itu ada niat untuk mengawasinya terus menerus. “Serius yang kamu katakan pada Mama tadi itu?” tanya Vionka saat ia dan Denzel sudah berada di kamar.Denzel tersenyum.“Jadi, benar, ya?”“Iya, Sayang... kalau tempat kerjamu dekat, sewaktu-waktu kalau kamu membutuhkan bantuan aku bisa langsung menyeberang saja. Demikian juga sebaliknya kalau kamu misalnya kangen ingin bertemu aku, sewaktu-waktu kamu bisa datang ke klinik aku,” ungkap Denzel sambil merangkul istrinya yang duduk bersamanya di tepi ranjang.Vionka menepis rangkulan Denzel dengan h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status