MasukBukan hanya Stefano yang terkejut, Hannah juga. Hannah tak percaya dia baru saja mendengar menantunya bicara.
“Ah, nggak mungkin. Pasti barusan aku salah dengar,” pikir Hannah, lalu menghampiri Stefano yang terlihat masih shock. “Fano... kamu nggak apa-apa, Nak?” tanya Hannah, menyentuh-nyentuh wajah Stefano yang kena pukul Denzel barusan. Stefano meringis, lalu berusaha berdiri. “Kurang ajar kamu ya, Denzel... berani-beraninya kamu menyakiti tamuku!” maki Hannah dengan mata membulat. “Aku nggak bisa terima perlakuanmu ini, Denzel! Aku bersumpah, suatu hari aku akan membuatmu menyesal! Ingat ya, aku nggak main-main dengan ucapanku!” ancam Stefano. “Denzel, sekarang juga kamu minta maaf sama Fano!” perintah Hannah. “Dia sudah menghina istriku, Ma. Buat apa aku minta maaf?” jawab Denzel, dan ini membuat Hannah tercengang. Selama setahun ini belum pernah sekali pun Denzel berani membantahnya. “Ternyata benar, kamu memang bisa bicara,” ujar Vania, yang ternyata sudah mengamati apa yang terjadi sejak beberapa saat yang lalu. Denzel menoleh ke arah Vania, mendapati tatapan kekecewaan dari adik iparnya itu. “Penipu!” ujar Vania, lalu berbalik dan kembali ke kamarnya. “Oh... jadi selama ini kamu cuma pura-pura bisu, ya? Gitu?” tanya Hannah, dan Denzel kembali mengarahkan matanya kepada Hannah. Ibu mertuanya itu melangkah ke hadapannya. PLAK!! Dengan sorot mata penuh amarah, dia menampar Denzel begitu saja. “Pergi kamu dari rumah ini! Pergi sekarang juga!” “Ma, aku bisa jelaskan…” “Diam kamu!” potong Hannah. “Aku nggak butuh penjelasan dari kamu! Aku nggak mau dengar apa-apa dari kamu! Pergi sana! Pokoknya mulai sekarang kamu bukan lagi menantuku! Nanti dokumen perceraian dan yang lainnya biar aku yang urus!” Mendengarnya, Denzel mendadak lemas. Dia mencintai Vionka. Dia ingin selalu bersamanya. “Hahaha… Pergi kamu, Sampah! Pergi dan biarkan Vionka jadi milikku. Nih, kukasih buat uang muka. Ambil!” ucap Stefano, melemparkan lembaran-lembaran uang seratus ribuan ke arah Denzel. Tetapi bukan mengambilnya, Denzel malah mencekik Stefano sekuat tenaga, membuat ibu mertuanya panik. “Hey, jangan gila kamu! Lepasin dia! Lepasin!” teriak Hannah sambil menepuk-nepuk tangan Denzel dengan kuat. Namun, apa daya. Denzel terlalu kuat, dan dia sedang begitu murka kepada Stefano. “Ya Tuhan, harus gimana ini?” Hannah mengucek-ngucek rambutnya. Di titik ini, ponsel Hannah berbunyi. Hannah mengangkatnya. Yang menelepon ternyata rekan kerjanya Vionka. Dia mengabarkan bahwa Vionka sedang terjebak dalam masalah yang sangat gawat. “Apa? Gimana-gimana? Tapi sekarang Vionka baik-baik saja?” tanya Hannah separuh berteriak. Denzel yang mendengarnya langsung melepaskan cekikan dari leher Stefano. Dia kini fokus menyimak apa yang dipercakapkan ibu mertuanya ini. Stefano duduk di sofa sambil terbatuk-batuk. “Ada apa dengan Vio, Ma?” tanya Denzel setelah Hannah menutup telepon. “Diam kamu, Denzel! Ini urusan keluargaku! Kamu nggak usah ikut campur! Lebih baik kamu bersiap-siap untuk angkat kaki dari rumah ini!” jawab Hannah. Ibu mertuanya itu lalu bergegas ke kamar Vania, meminta putrinya itu menemani pergi ke kantor Vionka. Dia juga mengajak Stefano. Denzel tahu, istrinya sedang berada dalam masalah besar. Dia tidak mungkin diam saja. “Mah, izinkan aku ikut... aku bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi Vionka ini,” ujarnya. “Kalu aku bilang nggak ya nggak!” bentak Hannah. Mereka bertiga lalu keluar, segera memasuki mobil mewahnya Stefano. Stefano sendiri sempat mengarahkan jari tengahnya ke Denzel sebelum masuk ke mobil. Mobil mewah itu pun melaju. Denzel sendirian di rumah. Dia tak bisa diam saja. Dan ia pun menyusul mereka diam-diam. *** Di lobi MCA Cosmetics, beberapa belas menit kemudian, Vionka sedang berdiri gugup di hadapan seorang perempuan. Tampak sekali istrinya Denzel ini cemas. Dia sedang menunggu ibunya tiba. “Jadi, bagaimana ini, Vionka? Aku harus menunggu berapa lama lagi sampai kamu mengambil keputusan? Mau segera menyembuhkan wajahku, atau kamu bawa ke kantor polisi?” ancam perempuan itu, salah satu kliennya Vionka yang menuntutnya karena produk kecantikan yang diproduksi dan dipasarkan perusahaannya membuat wajah cantiknya berantakan--jadi penuh jerawat. Vionka tampak sangat tertekan, juga ketakutan. Sedangkan Wandha, kliennya itu, tidak mau tahu dan tidak mau peduli. Dia hanya ingin tuntutannya dipenuhi. Dan tadi Vionka memintanya menunggu hingga ibunya datang. Dan akhirnya ibunya itu datang juga. Mobil mewah Stefano berhenti di depan dan segera ketiga orang itu berjalan cepat-cepat menuju lobi. Vionka menyambut mereka. Segera, dia menjelaskan masalah yang sedang membelitnya ini kepada Hannah. Usai menyimak, Hannah langsung mendekati Wandha. “Tolong maafkan anak saya, Bu. Kita bisa selesaikan ini baik-baik. Tolong jangan sampai dilaporkan ke polisi,” pinta Hannah, suaranya lembut sekali. “Enak saja dimaafkan! Ibu nggak lihat wajah saya ini? Ini gara-gara anak Ibu nggak becus kerja! Bisa-bisanya produk kecantikan separah ini dipasarin! Kan gila?!” timpal Wandha. Hannah tersentak. Tidak biasanya seseorang membentak-bentaknya. Melihat ini sebagai peluang untuk mengembalikan nilai jualnya di mata Hannah, Stefano maju. “Maaf, Ibu. Perkenalkan, saya Stefano Hartono. Saya kenal dekat dengan pemilik perusahaan ini. Saya akan bantu Ibu menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan,” ucapnya penuh percaya diri, tersenyum layaknya pahlawan di film-film Hollywood. Tetapi respons Wandha justru negatif. “Jangan kamu pikir kamu bisa menyelesaikan masalah ini dengan uang, ya! Aku nggak butuh uang! Aku ini kakak gubernur kota yang baru. Saat ini yang aku mau adalah wajahku kembali seperti semula, hilangkan semua jerawat menyebalkan ini, karena besok pagi aku harus menghadiri pelantikan kakakku! Kalau kalian nggak bisa melakukannya, aku akan laporkan Vionka ke polisi. Titik!” tegas Wandha, sambil menunjuk ke arah Vionka yang sejak tadi hanya tertunduk menyadari kesalahannya. Direspons seperti itu, Stefano pun terdiam. Kini dia bahkan terlihat lebih menyedihkan dari sebelumnya. Vania yang menyaksikan adegan barusan justru tersenyum kecut. Sedari dulu dia memang tidak menyukai aksi caper Stefano. Ketegangan menyelimuti lobi. Tak ada lagi yang berani bicara, sedangkan Wandha masih menuntut tanggung jawab dari Vionka. “Dasar perempuan nggak berguna! Sudah lama aku nunggu, malah kayak gini hasilnya. Ayo, ikut aku ke kantor polisi!” kata Wandha, mencengkeram tangan kiri Vionka dengan tangan kanannya. Vionka meringis kesakitan, tetapi Wandha mengabaikan dan terus mencoba menggiringnya ke pintu lobi. “Hentikan! Lepaskan dia!” Sebuah teriakan terdengar. Lantang sekali. Semua orang serentak menoleh ke arah pintu lobi, mendapati seorang lelaki berjalan dengan tenang dan penuh wibawa layaknya sang penyelamat. “Denzel?” cetus Vionka tercengang, mendapati perubahan di diri suaminya...Hilmawan tetap pada keinginannya, uang hasil lelang batu giok itu seluruhnya ia serahkan pada Denzel, tanpa dipotong sedikitpun.“Kerja keras dan usahamu untuk membantuku mengembalikan nama Precious dalam kompetisi ini jauh lebih berharga dari uang 1 miliar. Bahkan kamu sampai bersedia meninggalkan klinikmu demi membantuku. Jadi, kamu memang berhak menerima semuanya. Lagipula, bukan mau sombong, uangku masih banyak, jadi aku tidak butuh uang itu... hehehe...” ungkap Hilmawan diselingi candaan yang membuat hati Denzel jadi bisa mencair. Denzel pun tidak punya alasan lagi untuk menolak.“Vionka, kamu itu wanita paling beruntung di dunia karena telah memiliki suami sehebat Denzel. Tapi, kalau suatu hari dia kedapatan main curang dengan wanita lain, sehebat apa pun dia, jangan ragu-ragu untuk menghajarnya ya... hahaha...” tambah Hilmawan kembali dengan candaannya yang membuat mereka semua akhirnya tertawa lepas.Di tengah kebahagiaan yang Denzel rasakan, detik itu ia teringat janjinya pad
Hilmawan tersenyum semringah untuk sementara waktu tokonya memimpin kompetisi, tapi masih ada dua sesi penawaran lagi yang harus dilalui, ia tidak ingin terlalu berbesar hati.“Baiklah, sesi kedua dimulai. Para peserta lelang harus memberikan penawaran di atas harga sesi pertama dengan selisih penawaran minimal 10 juta. Kami ingatkan sekali lagi pembayaran harus dalam bentuk tunai, bukai kredit, dan harus dibayarkan saat ini juga pada penyelenggara,” ucap seorang host memberi tahu pelelangan kembali dilanjutkan.Para peserta lelang mulai menuliskan angka-angka pada kertas mereka, kemudian menunggu aba-aba untuk diangkat tinggi-tinggi agar dapat dilihat oleh petugas. Denzel memperhatikan sejak tadi Zidane tidak menggunakan kertas yang sedang berada di tangannya. Sepertinya ia akan melakukan penawaran di sesi terakhir.Pada sesi kedua, penawaran pada kedua kembali batu kembali meningkat. Giok darah mendapat penawaran 550 juta sedang giok citrus menjadi 540 juta. Hanya selisih sedikit s
“Seandainya, batu toko Sinar Baru yang menang, sudah pasti Jamael terbukti bermain curang dengan menyuap penyelenggara untuk memenangkan batu pilihan pesertanya. Kalau itu sampai terjadi aku tidak akan tinggal diam,” ucap Hilmawan yang masih berusaha mengumpulkan bukti-bukti.Di tengah obrolan keduanya, suara pengeras suara dari penyelenggara kompetisi berbunyi memberikan pengumuman. Secara sah batu giok darah milik Denzel dinobatkan sebagai pemenang pada grup kedua. Akhirnya, sesuai prediksi pada putaran final, toko Sinar Baru melawan toko Precious. “Mohon perhatian pada kedua finalis, pada kompetisi tahun ini pemenang pertama tidak akan ditentukan oleh nilai dewan juri, tetapi akan ditentukan dengan cara diadakan sesi lelang kedua batu tersebut. Batu yang mendapat harga jual tertinggi akan menjadi pemenang kompetisi batu berharga tahun ini. Demikian keputusan dewan juri dan penyelenggara, tidak bisa diganggu gugat pihak manapun.”Hilmawan tercengang mendengar pengumuman itu, ia lan
Sepanjang kompetisi Denzel memperhatikan Vionka dan Tasya tampak akrab berdua di tengah-tengah penonton. Entah apa yang mereka bicarakan. Demikian halnya Hilmawan dan rivalnya, Jamael, keduanya terlihat terlibat obrolan serius. Akhirnya penyelenggara mengumumkan, peserta grup kedua akan segera dimulai, keenam peserta dipersilakan naik ke atas panggung untuk memoles batu mereka satu per satu sambil disaksikan seluruh penonton dengan berdebar-debar. Jika, tidak ada satu pun batu peserta pada grup kedua yang mengalami perubahan, maka toko Sinar Baru akan terpilih sebagai pemenang.“Ayo, Denzel... kamu pasti bisa!” teriak Vionka menyemangati suaminya.“Lakukan yang terbaik Denzel!” Hilmawan pun tidak mau ketinggalan ikut memberikan semangat pada Denzel.Denzel balas menatap ke arah mereka sambil menganggukan wajahnya dengan penuh keyakinan bahwa tidak akan menghampakan harapan mereka.Peserta pertama mulai memoleh batu pilihannya, namun setelah beberapa saat sampai batu itu setipis kaca
Saat yang dinanti-nanti oleh semua peserta kompetisi batu berharga mulai diumumkan. Peserta yang namanya disebut host pada setiap grup masuk sepuluh besar. Sampai akhirnya tiba pemenang grup 4 diumumkan. Denzel tampak sedikit tegang menantikannya, demikian pula Hilmawan, ia tampak berharap-harap cemas sampai tak bisa duduk di tempatnya.Demikian pula Jamael dan timnya, mereka pun merasakan hal sama, ingin segera mengetahui apakah timnya lolos putaran 10 besar.“Baiklah, kita umumkan peserta yang lolos sepuluh besar dari grup 4 adalah.... Precious...!” ucap juri akhirnya mengumumkan pemenangnya.“Yes...!” ucap Denzel sambil mengepal kedua tangannya. Hilmawan pun tampak bersorak gembira mendengar pengumuman yang tak disangka-sangka hasilnya. Julio dan Lasim pun diam-diam merasa gembira Denzel bisa melaju ke sesi berikutnya, bahkan yang awalnya mereka berharap Denzel kalah, kini sebaliknya, agar bulan ini gaji mereka aman, tidak dipoton Hilmawan.Jamael terlihat gusar dan bersumpah sera
“Apa yang dilakukan Denzel itu? Mengapa dia memoles batunya sendiri?” gumam Hilmawan merasa heran melihat Denzel mulai memoles batunya sendiri.“Siapa staf-mu itu, Wan? Serius dia bisa memoles batu? Salah-salah hasil polesannya berantakan,” Jamael ikut mengomentari.“Dia pakar batu giok yang sudah berpengalaman, aku membayarnya mahal untuk merekrutnya sebagai staf tokoku,” jelas Hilmawan coba membanggakan Denzel, walaupun yang sebenarnya dia merasa sangat cemas Denzel tidak bisa melakukan kerjanya dengan baik.Tasya dan Vionka pun terlihat berbisik-bisik, membicarakan tindakan yang dilakukan Denzel.“Aku juga tidak tahu kalau Denzel memiliki kemampuan memoles batu,” ucap Vionka menjelaskan pada Tasya yang duduk di sampingnya.“Punya suami memiliki banyak kemampuan seperti Denzel itu pasti menyenangkan ya, Vio? Aku berharap Fano juga seperti halnya Denzel, menjadi suami terbaik yang selalu aku impikan,” ungkap Tasya. Detik itu, Vionka jadi serba salah untuk membalas ucapan Tasya, “Seb







