Home / Rumah Tangga / Suami Tukar Tambah / Bab.1 Pengantin Pengganti

Share

Suami Tukar Tambah
Suami Tukar Tambah
Author: Ice_Cupse

Bab.1 Pengantin Pengganti

Author: Ice_Cupse
last update Last Updated: 2025-05-21 22:17:04

“Kebaya pernikahanku kenapa kamu pakai, Swasti!” seru Kahiyang dengan mata merah menyala serta dada yang naik turun, yang disertai dengan suara pintu yang dibuka secara kasar. Membuat atensi semua orang tertuju padanya.

Wanita yang bernama Swasti itu menatap adiknya melalui pantulan cermin meja rias dengan tenang. Beberapa orang yang berada di sampingnya merasa khawatir. Tapi Swasti berhasil menenangkan mereka dan meminta untuk tetap melakukan pekerjaan.

Swasti, yang sudah berbalut kebaya model sabrina berwarna putih bersih dengan hiasan manik-manik yang berkilauan itu sedang merias diri. Karena sebentar lagi, dia akan melangsungkan pernikahan.

Tak kunjung mendapat jawaban, wanita yang hanya memakai handuk kimono itu menghampiri kakaknya dan menuntut jawaban. “Kamu mau rebut suamiku?”

“Kahiyang Wijaya! Jaga bicaramu!” seru Swasti merasa tidak terima. Swasti berdiri, hingga wajah mereka sejajar dan saling menatap tajam. “Kamu pikir aku nggak bisa cari calon suami sendiri, sampai-sampai harus rebut calon suamimu? Nggak sadar kamu udah buat kesalahan fatal. Aku melakukan ini untuk menggantikanmu, menyelamatkan nama keluarga Wijaya,” papar Swasti.

Kahiyang terpaku sesaat, setelah MUA yang bertugas merias Swasti menatap Kahiyang dengan tatapan yang sulit diartikan. “Tapi aku udah bilang kalau aku nggak ada hubungan apapun dengan pria itu!” bantah Kahiyang mencoba membela diri.

“ Udah jelas-jelas kalian di kasur, nggak pake baju pula, masih bisa kamu menyangkal,” sahut Swasti.

Kahiyang semakin gelisah saat MUA yang berada di kamar saling berbisik membicarakannya. “Nggak, Swasti. Tolong balikin kebaya itu. Kebaya itu milikku!”

Kahiyang berusaha membuka pasksa kebaya yang sudah melekat pada tubuh Swasti, hingga memancing amarah wanita berusia 30 tahun itu. Terjadi aksi merebut dan mempertahankan di antara kakak-beradik itu. Tak ingin kalah dari adiknya, Swasti menampar Kahiyang dengan begitu keras sebagai bentuk pertahanan diri yang yang terakhir.

Suara yang cukup keras dan menggema di ruangan, membuat Kahiyang membeku. Dia memegangi pipinya yang terasa panas. Dan rasa sakit itu begitu nyata. Netranya memerah, menahan cairan yang sudah menganak dan terasa panas. Dua MUA itu memutuskan untuk keluar kamar setelah melihat apa yang terjadi.

Dengan amarah tertahan, Swasti mendekat ke arah Kahiyang yang masih terpaku. “Harusnya kamu sadar diri. Laki-laki mana yang akan mau nikahin wanita yang sudah tidur dengan pria lain di hari pernikahannya. Andra udah jelas-jelas ngomong nggak akan melanjutkan pernikahan denganmu.”

Kalimat itu berhasil menyadarkan Kahiyang jika Andra, calon suaminya sudah sangat kecewa padanya. Hingga pria itu memutuskan untuk membatalkan pernikahannya. Tapi bukan berarti dia harus menikahi Swasti—kakak kandung Kahiyang.

“Ada apa ini?” Suara barito milik Burhan terdengar jelas, saat pintu kamar dibuka. Melihat putri bungsunya juga berada di kamar tersebut, pria paruh baya itu berusaha mengabaikannya. Acuh seakan tak mengenal gadis yang hingga hari kemarin masih bermanja-manja dengannya.

“Swasti, acara sudah mau dimulai. Cepatlah!” titah Burhan pada putri sulungnya yang segera dijawab dengan anggukan oleh Swasti.

“Pak.” Kahiyang menahan lengan pria paruh baya tersebut dengan ragu. “Kenapa Bapak batalkan pernikahanku tanpa bertanya sama aku?” rengek Kahiyang pada ayahnya dengan mata berkaca-kaca.

Burhan menepis tangan Kahiyang dengan kasar. Sorot matanya menampakan kekecewaan yang amat dalam. Putri bungsunya kini bagai momok dalam hidupnya. Berkat Kahiyang, keluarganya menjadi buah bibir tetangga dekat. Tak butuh waktu lama, berita itu pasti akan cepat menyebar bak kekuatan cahaya.

“Pernikahanmu? Kamu sudah mencoreng nama baik Wijaya, dan kamu masih ingin menikahi Andra? Dia sudah sangat jelas menolakmu. Nikahi saja pria yang sudah tidur denganmu itu!” seru Burhan dengan tatapan datarnya.

“Tapi, Pak, aku—”

“Cukup!” sergah Burhan. “Kamu sudah mempermalukan Bapak di depan keluarga Andra. Untung Andra bersedia menikah dengan Swasti demi nama baik keluarga. Jangan harap Bapak akan memaafkan tindakan bodohmu itu. Kamu ingin menikah, bukan? Tunggu sampai kakakmu selesai. Maka aku akan nikahkan kamu dengan pria itu! Setelah itu, Bapak tidak ingin melihat wajahmu lagi!”

Setelah menampar Kahiyang dengan kata-katanya, Burhan berbalik meninggalkan kamar Swasti. Kahiyang masih membeku di tempat, tubuhnya seakan kaku tak bisa digerakkan. Dan kalimat terakhir yang diucapkan Burhan, berhasil membuat air mata gadis itu mengalir. ‘Sehina itukah diriku?’ raung Kahiyang dalam hati.

Swasti yang sudah siap, berjalan melewati Kahiyang yang masih terpaku dengan pikirannya. Dia berhenti tepat di samping Kahiyang dan membisikkan sesuatu. “Kamu tidur dengan pacarku, maka aku nikahi calon suamimu. Impas ‘kan?” Swasti tersenyum kemudian pergi meninggalkan Kahiyang.

***

“Kamu sudah mempermalukan Bapakmu ini, Kahi!” teriak Burhan pada putri bungsunya yang duduk tertunduk di sudut sofa. “Mau ditaruh dimana muka bapakmu ini?” lanjutnya penuh amarah.

Saat pagi buta, Kahiyang kepergok di kamar bersama dengan Benua. Adalah orang yang dikenalkan sebagai kekasih dari Swasti—kakaknya. Gadis berusia 28 tahun itu mendongak, menatap ayahnya yang juga tengah menatapnya dengan tatapan tajam bak pisau yang sudah siap menghunus. “Pak, aku berani sumpah. Nggak ada yang terjadi diantara kami—”

“Nggak ada yang terjadi gimana? Kalian berdua di kamar nggak pake baju, Kahi!” sergah Andra pada kalimat pembelaan Kahiyang. Dari kalimat yang terlontar dari Andra, rasanya pria itu sangat terpukul dengan apa yang terjadi.

“Udahlah, Kahi. Nggak usah pembelaan terus. Udah jelas-jelas kamu salah, tapi kamu pura-pura jadi korban. Kalau kamu memang nggak mau nikah sama aku, kamu bisa bilang sebelum semua ini terjadi. Kenapa harus hari ini?”

Suara Andra terdengar bergetar, matanya berkaca-kaca. Dia mengusap wajahnya kasar, amarah dan kecewa sudah merayap dalam dirinya. Bagaimana tidak? Dia bermaksud datang lebih awal karena sangat antusias dengan pernikahannya. Tapi nyatanya dia mendapati kejutan yang sangat luar biasa.

“Aku nggak mau melanjutkan pernikahan ini, Pak!” seru Andra mantap pada Burhan. “Aku nggak mau nikah sama wanita munafik. Bilangnya hanya akan memberikan kesuciannya pada pria yang sudah menjadi suaminya. Ternyata…, tidur dengan laki-laki lain. Apalagi di hari pernikahan kami,” sinis Andra seraya menatap Kahiyang melalui ekor matanya.

Sedangkan Kahiyang membalas tatapan sinis Andra, seolah tidak merasa bersalah dengan kelakuan tidak pantas yang dilakukannya pagi ini. Dan hal itu membuat pria yang berusia 33 tahun itu semakin bertambah kesal.

Burhan beradu pandang dengan istrinya—Mira yang duduk di sebelahnya dengan perasaan cemas. Kemudian kembali pada Andra yang duduk di hadapannya. “Tapi, Nak Andra—”

Andra bangkit dari tempat duduk, yang membuat kalimat Burhan menggantung tak dilanjutkan. Kemudian pria itu berucap, “Tolong jangan paksa aku, Pak. Untuk orang tuaku, biarkan aku yang bicara pada mereka.” Setelah mengatakan hal demikian, Andra berniat pergi dari tempat itu.

“Andra, dengarkan penjelasanku dulu!” tahan Kahiyang. Gadis itu masih berharap jika calon suaminya mau dengarkan penjelasan darinya. Dia juga memohon untuk diberikan kesempatan kedua.

Andra menepis kasar tangan Kahiyang dan matanya menyipit. “Apa? Kasih kamu kesempatan? Kamu itu nggak tahu malu, ya? Udah jelas-jelas aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Bapak dan Ibu juga jadi saksi, tapi kamu masih aja mengelak? Sumpah ya, Kahi aku benar-benar nggak paham sama jalan pikiranmu. Dasar munafik!” ejek Andra sembari melayangkan tatapan sinis.

“Tapi aku benar-benar nggak ngelakuin apapun, Ndra.” Kahiyang dengan tegas menolak tuduhan yang dilayangkan padanya. Dia juga bersikukuh bahwa semua yang terjadi hanya fitnah.

“ Cukup, Kahi! Aku nggak sudi menikah dengan wanita yang sudah kotor!” seru Andra seraya pergi meninggalkan ruang keluarga.

“Bagaimana ini, Pak? Apa kata keluarga besar kalau tahu masalah ini? Belum lagi tetangga, kita pasti akan menjadi bahan gunjingan hingga berbulan-bulan,” rengek Mira merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi.

“Kahiyang! Kamu harus tanggung jawab! Ini semua karena ulahmu semua jadi seperti ini!” Mira kembali melimpahkan kesalahan pada putri bungsunya. Sedangkan Burhan hanya diam, namun semua orang tahu bagaimana perasaannya.

“Karena sudah terlanjur begini, nikahin aja mereka berdua,” celetuk Swasti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Tukar Tambah   Bab.7 Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

    “Kamu benar-benar nggak waras, Swasti. Tega kamu ya? Gimana cara kamu bertanggung jawab nantinya?”“Bertanggung jawab sama siapa?” sergah Swasti. Yang tentu saja jawaban itu membuat kening Kahiyang mengerut. “Dengar ya, Kahiyang Wijaya. Aku nggak perlu bertanggung jawab pada siapapun karena kamu yang mulai. Kamu yang lebih dulu tidur dengan pacarku. Jadi, aku pikir cukup adil aku menggantikanmu menikah dengan Andra. Dan kamu juga menikah dengan Benua.”Alis Kahiyang semakin menukik tajam mendengar penuturan Swasti. Cukup adil katanya? Bukankah dalam hal ini Kahiyang yang paling dirugikan? Pernikahannya hancur, menjadi bahan gunjingan orang dan dia sudah menghabiskan banyak uang tabungannya untuk pernikahan tersebut.“Gimana rasanya tidur dengan pacar kakakmu sendiri. Apa begitu menyenangkan?” cibir Swasti pada Kahiyang.Kahiyang terdiam, tidak merespon ucapan Swasti barang sedikitpun. Tiba-tiba dia teringat, jika Benua pernah bercerita jika hubungannya dengan Swasti hanya sebatas sal

  • Suami Tukar Tambah   Bab.6 Senang Melihatmu Menderita

    “Kalau butuh sesuatu, bisa panggil aku di kamar paling ujung,” pesan seorang wanita paruh baya pada Kahiyang seraya menunjuk salah satu kamar yang berada jauh dari kamarnya. Kamar dengan warna cat yang sama, dengan angka sebagai pembeda. Kahiyang hanya mengangguk sebagai jawaban. Kemudian wanita itu pamit meninggalkan Kahiyang masih sibuk memindai kamar yang dia sewa.Kahiyang mengecek setiap jengkal ruangan yang hanya berukuran dua kali dua meter tersebut. Dia cukup teliti untuk memeriksa kamar sewanya, takut jika ada lubang atau sejenisnya yang kadang disalah gunakan oleh orang lain. Karena kamar itu hanya berdinding triplek yang dicat dengan warna putih.“Buat sementara, nggak papa lah sambil cari kontrakan yang nyaman,” gumam Kahiyang sembari meletakkan tasnya. Meskipun ada sedikit kekhawatiran di hatinya. Apalagi kamar mandi berada di luar yang letaknya selisih beberapa kamar dari kamarnya.Karena cukup lelah, kahiyang memutuskan untuk memikirkan hal itu nanti. Dia bisa mandi leb

  • Suami Tukar Tambah   Bab. 5 Jungkir Balik Dunia Kahiyang

    “Makasih ya, kamu udah berdamai dengan dirimu sendiri. Aku harap kedepannya kamu nggak usah lagi ngrepotin Bapak. Kasihan, udah tua bukannya punya anak berbakti. Malah bikin malu keluarga,” oceh Swasti saat Kahiyang baru selangkah keluar dari rumah.Dengan kedua tangan terlipat di depan dada, serta mengulas senyum penuh kemenangan Swasti mengantar kepergian adik bungsunya.“Apa kamu senang udah menghancurkan hidupku?” tanya Kahiyang. “Sebenarnya aku salah apa sih sama kamu, Swasti? Kok kamu tega sampe fitnah aku sekejam ini?”Kahiyang bersusah payah menahan bulir-bulir yang sudah bergumul di pelupuk matanya. Tidak ingin terlihat lemah dimata saudaranya yang sudah menghancurkan impiannya.Swasti memutar bola matanya malas. Lagi-lagi Kahiyang membahas perdebatan mereka semalam. Tuduhan yang sudah dibantah olehnya, nyatanya Kahiyang masih saja bersikeras menuduhnya. Membuatnya semakin geram.“Udah-udah. Nggak usah nambah masalah dengan bikin keributan lagi. Kamu itu cuma nambah beban kel

  • Suami Tukar Tambah   Bab.4 Aku Pamit

    “Lihat, inilah kesenjangan di antara kita. Aku sibuk kemas baju buat pergi liburan, tapi lihat wanita menjijikan ini. Dia mengemas pakaiannya karena diusir,” ejek Andra yang disertai dengan tawa pada Kahiyang.Pria itu berdiri diambang pintu kamar Kahiyang, untuk menghinanya setelah mendapat cerita kalau mantan calon istrinya baru saja diusir oleh ayah mertuanya. Keputusan yang cukup membuatnya merasa puas.“Sebenci itu kamu sama aku, Ndra? Sampai kamu nggak ada henti-hentinya hina aku dari tadi. Kamu bahkan nggak mau dengar penjelasanku tapi terus-terusan mengejekku,” dengus Kahiyang pada Andra.“Emang kamu wanita hina, pelacur! Buat apa aku dengerin penjelasanmu? Kamu hanya akan beralasan aja dan nyalahin Swasti,” balas Andra dengan nada sinis. Kahiyang hanya diam saja mendengar hinaan dari pria yang pernah dicintainya sepenuh hidupnya. Jika dulu kalimat pujian manis yang keluar dari mulut pria itu, tidak untuk sekarang. Kata-katanya selalu berisi cibiran dan hinaan yang ditujukan

  • Suami Tukar Tambah   Bab.3 Diusir

    “Ini semua gara-gara kamu!” teriak Kahiyang seraya melempar bantal ke arah Benua yang sedang duduk di sofa kamarnya. Pria itu terlonjak kaget dengan Kahiyang yang tengah meluap-luap. Bantal-bantal yang ada di atas kasur dalam sekejap sudah berpindah tempat.Kahiyang melemparkan barang-barang di kamarnya membabi buta. Benua mencoba menghentikan gadis itu dengan mengunci kedua tangannya. Jarak diantara mereka sangat tipis. Deru napas mereka pun terdengar satu sama lain. Kedua pasang manik hitam itu saling beradu, menimbulkan kecanggungan yang tiada arti.“Lepasin!” teriak Kahiyang setelah sadar akan tipisnya jarak antara mereka. Benua buru-buru melepaskan cengkraman tangannya seraya meminta maaf atas kelancangannya.“Kalau bukan gara-gara kamu, pernikahanku nggak akan gagal seperti ini,” gerutu Kahiyang seraya menyugar rambutnya kebelakang merasa frustasi. Kemudian berbalik, berdiri membelakangi Benua.“Malah nyalahin aku sih!” Tidak terima disalahkan, Benua ikut berteriak membela diri.

  • Suami Tukar Tambah   Bab.2 Tuduhan Menyakitkan

    “Dasar laki-laki nggak modal! Ternyata kamu adalah gelandangan. Dari mana kamu kenal gelandangan ini, Swasti?” hina Andra saat prosesi pernikahan Benua dan Kahiyang akan dilaksanakan.Benua, pria itu beralasan tidak memiliki uang. Sejak dia membuka mata, ponsel beserta dompet miliknya entah pergi kemana. Dia juga tidak bisa menghubungi siapapun.“Ah, dari seorang teman,” jawab Swasti dengan gugup. Yang dibalas oleh Benua dengan kerutan di dahinya. Benua ingin membuka mulutnya membantah ucapan Swasti, tapi tidak memiliki kesempatan karena Andra kembali mengejeknya.Andra dan Swasti sengaja curi waktu untuk menyaksikan prosesi pernikahan Kahiyang dan Benua. Tanpa mereka duga, Benua tidak memiliki apapun yang bisa dijadikan mahar, membuat Andra mengejek Benua dengan sangat puas.Kahiyang tertunduk mendengar hinaan yang diucapkan Andra padanya, setelah menatap kakak perempuannya dengan amarah. Kebaya yang dia impikan menjadi saksi janji suci pernikahannya, nyatanya dipakai oleh orang lain

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status