Beranda / Rumah Tangga / Suami Wasiat Kakek / Ancaman dari anak laki-laki

Share

Ancaman dari anak laki-laki

Penulis: YL Wanodya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-30 07:29:21

“Berhenti!” teriak laki-laki itu dengan tegas.

Suara yang sangat Katarina kenal, beberapa orang di dalam ruangan itu menoleh ke arah sumber suara. Rafka yang berjalan dengan tegap diikuti beberapa bodyguardnya, tatapannya nyalang pada Pramana dan beberpa orang suruhannya. Tanpa sepatah kata, Rafka perlahan melepaskan ikatan yang terikat pada tangan Katarina.

Mata Katarina kini mulai buram, “Mas Raf, i-ni beneran kamu.”

Wanita itu tidak lagi sadarkan diri dengan tubuh dan wajah yang penuh lebam, dengan sigap Rafka menggendong tubuh Katarina. Langkahnya sempat terhenti sebelum ke luar ruangan itu, matanya menatap Pramana dengan nyalang.

“Ayah, nanti kita bicara!” ungkap Rafka tegas dengan langkah pelan ke luar ruangan.

Bodyguardnya dengan sigap menyiapkan mobil untuk membawa Katarina ke rumah, sepanjang perjalanan ke rumah Rafka sangat khawatir. Jika ia lengah beberapa waktu saja pasti sangat fatal.

“Bibi, tolong siapkan alat buat membersihkan luka istriku,” titah Rafka dengan menggendong Katarina ke kamar.

Dibalik sikap dinginnya yang seperti es batu itu, ia dengan telaten merawat Katarina yang masih terbaring pingsan. Sudah beberapa waktu Rafka menemani Katarina, menunggu wanita itu siuman dan kembali sadar.

“Ternyata kamu cantik sekali ya, Kata. Hm …,  maaf ya, aku belum bisa secara terang-terangan mencintaimu,” batin Rafka sembari mengusap pelan pipi Katarina yang lebam membiru.

Mata Katarina perlahan mengerjap pelan, secara tidak sengaja ia melihat Rafka yang duduk di tepi ranjang. Untuk pertama kalinya ia merasakan tangan Rafka mengusap pelan pipinya.

“Mas Rafka, kok aku ada di sini?” tanya Katarina lirih.

Seperti baru saja melihat hantu, Rafka sempat terperanjat saat ia mendapati Katarina yang baru saja siuman. Dengan reflek ia melempar satu nampan obat merah dan kapas yang sempat ia gunakan untuk mengobati Katarina.

“Pelayan, bantu dia membersihkan lukanya!” tegas Rafka dengan  beranjak meninggalkan kamar begitu saja.

Suasana hati Katarina seperti dipenuhi dengan kupu-kupu, pipinya menghangat sepertinya rona merah seperti menggunakan blush on terpancar dipipinya.

“Nona, pipimu merah,” ledek seorang pelayan yang ini melanjutkan mengobati luka lebam di pipi Katarina.

“Em, iya kah?” tanya Katarina malu-malu.

“Iya, Non. Tuan tadi sangat khawatir denganmu, bahkan saat ia membawamu ke kamar tercetak jelas sekali. Tapi, kenapa ya saat Non Katarina sudah siuman malah dingin lagi, aduh tidak paham lagi saya,” keluh pelayan itu dengan menepuk jidatnya.

***

“Dia cantik,” batin Rafka sembari berjalan dari kamar.

“Tuan, anda kenapa senyum-senyum sendiri?” tanya seorang bodyguard yang menunggu di depan pintu kamar Katarina.

“Apa sih, Tok? Minta tolong panggilkan ayah dan beberapa orang yang ada di ruangan asing tadi. Suruh mereka kumpul di ruangan saya sekarang,” titah Rafka dengan tegas.

Antok berlalu begitu saja, menyisakan Rafka yang masih berdiri mematung. Beberapa waktu yang lalu ia merasakan getaran pada hatinya. Menatap Katarina yang masih terpejam dengan luka dipipinya. Ada rasa khawatir yang membuncah dihatinya.

“Andai aku datang lebih awal, mungkin kamu akan baik-baik saja, Katarina. Duh, apa sih ini! Kenapa kepalaku jadi penuh dengan bayang-bayang Katarina!” gerutu Rafka sembari berjalan ke ruang kerjanya.

“Ngapain kamu memanggil ayah ke sini?” tanya Pramana tanpa rasa bersalah.

Rafka terlihat menghela napasnya panjang sebelum melontarkan beberapa kata pada ayahnya. Perlahan tatapannya nyalang pada Pramana yang berdiri tidak jauh dari tubuhnya.

“Kenapa?” tanya Pramana sekali lagi pada Rafka yang masih diam.

“Apa ayah tidak merasa bersalah sama sekali?” pertanyaan dengan nada yang cukup tinggi Rafka lontarkan pada Pramana.

“Memangnya aku melakukan apa?” lelai paruh baya itu memang dengan sengaja memancing emosi Rafka saat itu.

Suasana mulai memanas disaat perdebatan antara Rafka dan Pramana. Lelaki paruh baya yang sama sekali tidak merasa bersalah atas apa yang ia lakukan.

“Ayah, apa yang kamu lakukan hari ini termasuk kejahatan!” pekik Rafka dengan tegas dan keras.

“Memangnya ayah melakukan apa? ayah hanya bermain dengan anak pungut itu,” kekeh Pramana pelan.

“Ayah, hal yang kamu lakukan hari ini bisa dilaporkan ke polisi atas dasar tindak kejahatan. Ini bisa dilaporkan sebagai penculikan berencana loh!” sekali lagi Rafka memberikan peringatan pada Pramana.

Nihil, laki-laki paruh baya itu hanya terkekeh tanpa rasa takut. Rafka yang sudah geram dengan tingkah ayahnya. Bug! Satu pukulan dari Rafka pada sisi lengan Pramana, hingga laki-laki itu sempat terhuyung ke belakang.

“Kamu ini tidak ada sopan santun sama sekali dengan ayah!”  teriak Pramana keras.

“Bagaimana aku harus sopan pada ayah yang memiliki otak kriminal?” tanya Rafka dengan berjalan  mendekati Pramana.

“Rafka, ingatlah aku ini ayahmu! Bagaimana bisa kamu semena-mena memperlakukan ayah begini!” pekik Pramana keras yang mulai ketakutan dengan anaknya sendiri.

“Ayah, kali ini aku tidak meminta banyak darimu, aku hanya minta tolong. Jangan pernah mengganggu ketenangan istriku, aku tidak peduli dia cucu pungut atau anak jalanan sekalipun. Ditanganku dia adalah istriku dan tangan ayah ini, jangan sampai melukai dia!” Rafka menatap lekat bola mata Pramana sembari menunjuk tangan ayahnya itu.

“Apa maksudmu, Rafka? Atas dasar apa kamu melarang ayah mengganggu hidup cucu pungut itu?!” tanya Pramana terkekeh.

“Jika suatu hari ayah melakukan hal yang sama, aku tidak segan melaporkan ayah ke polisi!” satu ucapan Rafka dengan penuh ketegasan.

Ancaman Rafka kali ini membuat Pramana yang tempramen itu sangat marah, dengan cepat tangan kanan itu menarik lengan Rafka secara paksa. Tangan itu sudah siap menampar pipi Kanan Rafka, namun tidak sempat ia layangngkan saat itu juga. Rafka yang hanya menatap mata Pramana sembari bersiap menampis jika tangan itu akan menamparnya.

“Setelah ini jangan kaget jika akan ada hal baru yang lebih menghancurkan keluargamu, nak,” batin Pramana.

“Kenapa ayah? Lakukan jika ini membuatmu lega!” Rafka kini mulai menantang Pramana secara terang-terangan.

Tanpa menjawab satu kata pun, Pramana keluar dari ruang kerja Rafka diikuti beberapa orang suruhannya. Rafka menghela napas panjang, ia sangat mengkhawatirkan Katarina saat ini.

***

Pagi itu suasana meja makan keluarga Zavier terlihat sepi, Pramana dan Elegi yang entah di mana. Hanya ada Katarina dan Rafka yang hanya diam.

“Mas ayah dan Elegi kemana?” tanya Katarina pelan.

“Aku juga tidak tahu, makan saja gak usah menghiraukan mereka,” jawab Rafka dengan ketus.

“Baiklah.” Katarina kembali menikmati makanan yang ada dihadapannya.

Suasana hening meja makan tiba-tiba ada hal yang membuat ke duanya mengalihkan pandangan. Seorang laki-laki muda dan tampan datang bersama Pramana, Elegi yang baru saja ingin bergabung makan langsung menghampiri lelaki itu. Katarina masih bertanya-tanya siapa lelaki yang bersama Pramana.

“Hai, Rafka! Ini istrimu ya, salam kenal,” lelaki itu mengulurkan tangannya pada Katarina.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami Wasiat Kakek    Bahagia Untuk Selamanya

    "Sudahlah, Ayah. Sekarang keadaan sudah lebih baik, ayah juga sekarang memiliki cucu yang lucu dan menggemaskan. Tidak perlu mengingat masalalu yang sudah-sudah," jelas Rafka panjang. "Benar juga!" Pramana menepuk pundak Rafka dengan terkekeh. Dua pria itu kini berjalan keluar dari ruangan bayi, menemui Elegi untuk bertanya ruang inap Katarina. Sepanjang koridor Rafka merasa senang sekaligus terharu. "Raf, kamu sudah mengabari Rengga? Ayah rasa dia sangat cemas denganmu yang selama beberapa jam ini sibuk menemani Katarina di ruang bersalin," ujar Pramana. Rafka hanya mengangguk, sudah beberapa jam ponsel itu tidak ia sentuh. Beberapa pesan dan telepon masuk dari Rengga. "Ayah duluan saja, ini Rengga mau telepon," ucapnya. Tidak berselang lama ponsel itu bersering, notifikasi telepon masuk dari Rengga. "Halo, ke mana aja?!" tanya Rengga dengan keras dari seberang. "Katarina lahiran, ada apa? telepon banyak banget, tadi ponselnya mati," jelas Rafka tanpa di minta. "Wah aku jadi

  • Suami Wasiat Kakek    Lahirnya bayi pewaris

    "Aku mau hidup sama kamu seumur hidup aku," bisik Rafka dengan memeluk tubuh istrinya. Katarina hanya pasrah dalam dekapan Rafka, ia menitikkan air matanya. Ucapan Rafka membuat hati Katarina tersentuh dalam. Jarang sekali Rafka mengatakan kalimat magic tersebut. "Mas, aku juga ingin bersamamu seumur hidupku, jangan lagi menjadi dingin seperti es batu, ya!" tegas Katarina terisak. Keduanya saling menguatkan satu sama lain, enggan melepas pelukan satu sama lain. Malam itu semua hal terasa sangat menguras air mata, namun dalam hati Katarina paling dalam ia ingin bahagia bersama Rafka. "Kita jaga anak ini sama-sama, dan kita akan menjadi orang tua kebanggaan mereka!" ucap Rafka dengan antusias. "Iya, mereka akan sangat bangga dengan kita, Mas!" ujar Katarina keras. *** Tiga bulan setelah perubahan Pramana, laki-laki paruh baya itu mempersiapkan semua kebutuhan acara tujuh bulanan Katarina. Dan hari ini adalah waktu acaranya, seluruh rumah didekorasi dengan sangat cantik dan Elegan

  • Suami Wasiat Kakek    Perubahan Pramana

    "Ayah, ada apa?" tanya Rafka dengan penasaran saat Pramana diam tidak melanjutkan ucapannya. "Em, Ayah sudah memikirkan sesuatu tentang ... anak kalian," ucap Pramana dengan ragu. Rafka dan Katarina berakhir saling menatap, keduanya tidak percaya akan ucapan Pramana. Sejak di awal kehamilan Katarina, Pramana terlihat acuh dan tidak peduli sama sekali. "Maksud ayah apa?"" tanya Katarina lirih. "Acara tujuh bulanan anak kembar kalian biar ayah yang persiapkan. Terus ayah juga kepikiran menyumbang nama untuk anak kalian nanti," jelas Pramana dengan antusias. "Hah! ini ayah serius?" tanya Rafka dengan penuh keraguan. Matanya masih memicing ke arah Pramana yang kini duduk di hadapannya. Laki-laki yang dulunya sangat menentang keras hubungan keduanya kini luluh karena kabar bayi kembar? "Iya, ayah sudah mencari vendor yang bagus untuk acara tujuh bulanan anak kalian. Terus ayah sudah memikirkan nama anak yang sangat lucu, sayangnya kita belum tahu ya jenis kelaminnya," keluh Pramana

  • Suami Wasiat Kakek    Hari USG

    "Hm," singkat jawaban Pramana beranjak meninggalkan Rafka begitu saja. 'Ada apa dengan ayah? kenapa dia tidak suka aku punya anak, bukannya ini hal baik ya dia akan menimang cucu dari anak sulungnya,' gumam Rafka dalam batinnya. Rafka hanya menghela napas panjang, ia berjalan masuk ke dalam rumah. Melihat tingkah Pramana yang seolah biasa saja, membuat perasaan Rafka sedikit kacau dan takut. "Tapi ayah tidak akan berbuat yang macam-macam pada Katarina, em lagian semua asetnya sudah aku kembalikan sesuai janji. Kalau ayah masih nekat mencelakai Katarina, seharusnya dia tahu apa akibatnya," ucap Rafka sepanjang langkah ke kamar. "Kak!" seru Elegi keras. Rafka menoleh, "Ada apa, El?" tanya Rafka dengan ketus."Gak apa-apa, cuma manggil aja. Kak Kata di mana, Kak?" tanya Elegi lagi. "Kamar," singkat jawaban Rafka lalu beranjak meninggalkan adiknya. *** Saat tiba di kamar, Rafka melihat Katarina sudah bangun dari tidurnya. Hanya saja ia hanya duduk diam di ranjang, matanya menatap

  • Suami Wasiat Kakek    Calon Bapak Baru

    "Raf, maaf ganggu. Ini ada meeting yang kamu harus datang," ucap Rengga di telepon. "Emang gak bisa diwakili? biasanya juga kamu yang wakili," tanya Rafka sedikit berbisik."Enggak bisa, client pengennya kamu yang presentasi. Udah sempet aku rayu tapi tetep gak mau," jelas Rengga. "Siapa sih, Reng?" tanya Rafka dengan tegas. Rengga sejenak diam, ditelpon Rafka sudah menunggu jawaban dengan penuh tanda tanya. "Andini," singkat jawaban Rengga membuat Rafka bungkam. "Duh, aku lagi gak bisa ninggal Katarina sendirian di rumah. Reng, Katarina hamil, badannya masih belum kuat banget trimester pertama," jelas Rafka dengan antusias. "Terus ini gimana? Andini tetep minta kamu," tegas Rengga. Sejenak Rafka menghela napasnya, berpikir panjang apakah ia bisa meninggalkan Katarina 1-3 jam saja. "Gimana? aku butuh jawaban," tegas Rengga di telepon. "Bentar aku mikir!" gertak Rafka. Rafka mempertimbangkan banyak hal, meeting hanya 1-3 jam. Akan tetapi, keselamatan Katarina selama 1-3 jam i

  • Suami Wasiat Kakek    Kabar Yang Ditunggu

    "Kak!" teriak Elegi keras dari luar kamar.Mata Katarina dan Rafka kini tertuju pada pintu, percakapan itu terhenti begitu saja. Rafka segera beranjak ke pintu, menemui Elegi yang secara tiba-tiba mengetuk pintu dan berteriak sangat keras. "Ada apa?" tanya Rafka setelah membuka pintu. "Em, itu, ayah aneh banget!" gerutunya. "Terus? kamu ngapain malem-malem ke sini?" tanya Rafka dengan sedikit keras."Gak apa-apa sih, cuma pengen iseng aja," Elegi terkekeh lalu berlari ke kamarnya. Rafka hanya menggelengkan kepalanya, melihat tingkah adiknya yang sangat aneh itu. Kini ia hanya memijit pelan pelipisnya yang terasa sakit. "Mas, ada apa?" tanya Katarina lirih. "Adik iparmu, cari ribut mulu," jawab Rafka terkekeh."Apa katanya?" Katarina berbalik tanya dengan melihat tangan Rafka yang memijit pelipisnya. pria itu hanya menggelengkan kepalanya, merebahkan tubuhnya di dekat Katarina. secara tiba-tiba Katarina ikut memijat pelipis Rafka, tanpa permisi dan basa-basi. "Pusing ya? kamu k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status