Share

Sebuah Rencana Terselubung

Bibirnya terasa kelu saat matanya mendapati seorang pria yang sangat ia kenal, Refaldy sahabatnya saat SMA.

“Kamu bikin aku jantungan!” pekik Katarina keras.

“Kamu tumben ke sini?” tanya Refaldy pelan.

Katarina hanya memberikan isyarat untuk sahabatnya itu duduk, ia masih sibuk memilih menu yang ada di buku yang ia baca sedari tadi.

“Kak, maaf ini bukunya terbalik,” tunjuk seorang pelayan yang menunggu menu pilihan Katarina.

“Kata, kamu belum sarapan atau baru bangun tidur tanpa cuci muka sudah pergi ke sini?” tanya Refaldy dengan terkekeh.

Katarina dengan segera membaik buku menu itu dengan benar, jujur sejak tadi ia sama sekali tidak fokus pada jajaran menu yang ada di buku itu. Matanya masih mencuri pandang ke arah Rafka dan Rengga yang duduk tidak jauh dari tempat duduknya.

“Kata!” panggil Refaldy dengan tangan melambai-lambai di depan wajah Katarina.

“Refal, sebentar ….” putus Katarina dengan menggantung.

“Pesan ini aja, Kak,” Refaldy menunjuk dua menu untuknya dan Katarina.

“Maksudmu? Aku tidak ingin makan, aku sudah sarapan sebelum ke sini! Matcha latte saja satu, Kak,” sergah Katarina dengan tegas.

Laki-laki di hadapannya terlihat menelisik setiap sudut tubuh Katarina, matanya menatap lekat wajah wanita yang sempat menjadi sahabat dekatnya.

“Kamu katanya udah nikah ya?” Refaldy bertanya dengan raut wajah tidak percaya.

“Iya, hm. Atas permintaan Kakek Rio sih, itu suamiku.” Katarina menunjuk ke arah Rafka yang berada di seberang.

Rafka Zavier, seorang pengusaha muda yang cukup terkenal di Kota Malang. Refaldy memastikan tebakannya benar dan tidak meleset.

“Rafka Zavier?” kalimat tanya menggantung dari Refaldy.

“Iya, Rafka Zavier. Anak dari Pramana Zavier, kamu kenal?” Katarina masih mencari jawaban dari laki-laki di hadapannya.

“Ya tau, meskipun gak kenal sih. Dia kan sering masuk ke majalah dan koran sore, siapa yang gak kenal Rafka Zavier. Ya, pasti kenal lah,” ujar Refaldy terkekeh.

Setelah mengobrol panjang dengan Refaldy sembari mengawasi Rafka dan Rengga. Dua laki-laki yang sempat duduk di seberang itu mulai beranjak pergi. Mata Katarina menelisik ke arah tempat duduk Rafka yang sudah kosong.

“Refal, aku duluan ya. Terima kasih banyak sudah menemani mengobrol,” pamit Katarina pada Refaldy dengan terburu-buru.

Katarina berlari dengan tergesa-gesa keluar restoran, matanya menatap ke sekeliling restoran. Mobil Rafka yang tadi sempat terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini sudah tidak ada.

“Duh, kan kehilangan jejak!” pekik Katarina keras.

Derap langkah seseorang yang semakin mendekati Katarina, membuat wanita itu menoleh dengan cepat. Tangan kekar laki-laki itu membekap mulut Katarina, dengan gerakan cepat dan tidak mampu Katarina kendalikan.

Tubuh Katarina ditarik secara paksa oleh seorang berbadan kekar, sebuah mobil hitam yang tidak mampu ia ingat plat nomornya. Kepalanya mendadak pusing sekali, hingga ia tidak sadarkan diri.

***

“Kerja yang bagus,” ungkap Pramana dengan tepuk tangan meriah.

“Bagaimana, Bos? Kami tidak salah tangkap kan?” tanya seorang suruhan Pramana.

“Hahaha, kalian memang keren!” Pramana tertawa keras dengan tepuk tangan berulang.

Mata Katarina mengerjap perlahan saat mendengar suara pria yang tidak asing di telinganya, kedua matanya membelalak saat mendapati ayah mertuanya mengobrol dengan pria yang menculiknya.

“A-aku di mana?” suara Katarina yang lirih tidak didengar oleh tiga pria yang sedang asik mengobrol itu.

Dengan sengaja ia mengetuk-ngetukan kakinya di lantai, ia merasakan sakit di pergelangan tangannya. Tali yang terlalu erat mengikat ke dua tangannya di sebuah tiang, entah ia sedang di tempat apa yang pasti ia sangat asing.

“Ayah!” teriak Katarina keras.

Pramana menoleh dengan senyum licik di wajahnya, ia melangkah menuju Katarina dengan langkah pelan dan sangat sombong. Saat mendapati Katarina yang duduk terikat di sebuah tiang, tangan lelaki paruh baya itu meraih dagu Katarina.

“Hai, anak cantik. Rasakan deritamu kali ini, Nak! Kemarin-kemarin aku memanggilmu secara pribadi, Ta-tapi kamu tidak pernah datang, bukan? Jadi, daripada aku capek memanggilmu untuk menemui aku, lebih baik aku menculikmu saja.” Pramana terkekeh, tangan kanannya mencengkeram dagu Katarina.

Katarina sedikit mendongak, rasa sakit yang ia rasakan membuatnya ingin menangis. Bibirnya kelu untuk menjawab ucapan Pramana. Ia benar-benar merutuki ayah mertuanya yang tega menyekapnya, rasanya seperti di siksa mertua sendiri.

“A-apa maksud ayah menyekapku?” tanya Katarina dengan terbata.

Pramana hanya tertawa mendengar pertanyaan Katarina, ia memberi isyarat pada dua anak buahnya untuk keluar ruangan itu.

Mata Katarina membelalak dengan rasa takut yang membuncah di dadanya, karena banyak sekali isu pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum dan mertua. Ia merasakan takut yang sangat besar, saat melihat ayah mertuanya semakin mendekat.

“Ayah, ada apa sebenarnya?” tanya Katarina dengan berteriak keras.

Tangannya yang terikat membuat ia kesulitan untuk kabur, kakinya yang diikat juga membuatnya sulit melawan.

“Mau ke mana? Memangnya bisa lepas dari ikatan ini, hahaha,” Pramana tertawa dengan sangat keras.

“Sebentar, Ayah. Maksud dari semua ini apa sebenarnya?” tanya Katarina lagi dengan tergugup.

Matanya menyorot tepat ke arah wajah Pramana yang terlihat sangat bengis hari ini. Laki-laki paruh baya itu mendekatkan wajahnya pada Katarina, semakin dekat hingga deruan napas itu menerpa wajah Katarina.

Degup jantung tidak beraturan, Katarina hanya bisa berteriak ketakutan. Ia hanya bisa diam dan pasrah pada Tuhan, ia merapal doa untuk melindungi dirinya.

“Katarina Gayatri, kamu mau nurut sama saya?” tanya Pramana dengan lirih.

“Nu-nurut, bagaimana ayah?” dengan terbata Katarina bertanya.

“Serahkan harta warisan dari Kakek Rio, em…, setelah itu kamu akan bebas hidup bersama Rafka. Bagaimana?” tangan lelaki itu mulai mencengkeram dagu Katarina hingga ia mendongak.

Katarina berusaha memberontak, seru napasnya tidak teratur sama sekali. Rasa takut yang membuncah ke seluruh tubuhnya, namun, ada rasa yang tidak dapat ia utarakan.

“Ti-tidak! Harta itu punya Kakek Rio dan…, aku tidak akan memberikan padamu, Ayah! Bagaimana pun keadaan aku nantinya, aku tidak peduli sama sekali,” hardik Katarina dengan emosinya.

“Oh begitu?” Pramana mulai melepaskan dagu Katarina dari cengkeramannya.

Langkahnya menjauh dari Katarina, tanpa disadari ia kembali berjalan mendekat dengan menggunakan sapu tangan.

Plak!

Satu tamparan melayang di wajah Katarina, laki-laki paruh baya itu menampar keras pipi kanan Katarina hingga memar. Tidak ada ampun baginya saat itu, emosinya meninggi dan ambisinya untuk mendapatkan harta warisan itu membuatnya kalap.

“Itu baru permulaan, Katarina! Ayo, berikan harta itu padaku. Kamu akan hidup bebas bersama anakku,” ujar Pramana lagi.

“Tidak, Ayah. Sekali pun kamu menyiksaku sampai sekarat, harta itu bukan hakmu!” pekik Katarina dengan menahan sakit.

“Katarina!” teriak Pramana.

“Apa? Aku tidak akan menyerah dalam melindungi harta warisan itu!” pekik Katarina tidak kalah keras.

Satu tangan Pramana yang sudah bersiap melayangkan tamparan pada Katarina lagi. Terhenti saat seorang laki-laki yang ia kenal masuk ke ruangan itu.

“Berhenti!” teriak laki-laki itu dengan tegas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status