Share

Bab 30

Penulis: Gilva Afnida
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-07 22:01:12

Wow! Dua puluh juta berarti empat kali gajiku dalam sebulan saat masih kerja.

Bagiku, uang dua puluh juta sangatlah mahal jika sekedar digunakan untuk membayar jasa merias wajah dan menata rambut.

Tapi mau bagaimana lagi? Dunia Mas Edgar memang betul-betul berbeda dengan dunia yang biasa kujalani. Aku sudah pernah memprotes Mas Edgar soal gaya hidupnya yang mewah saat kami baru menikah.

"Menurutku belanja pernak-pernik untukku setiap minggu itu pemborosan, Mas," ucapku kala itu.

Waktu pertama menikah, hampir setiap minggu Mas Edgar selalu memesankan sepatu, tas, dan aksesoris lain untuk ku gunakan saat menghadiri acara apapun bersamanya.

"Pemborosan gimana? Uangku kan banyak. Tidak akan cepat habis kalau sekedar membeli barang-barang sepele untukmu, Nara," jawabnya begitu sombong.

"Tapi apa yang kamu lakukan itu sama sekali gak ada rasa simpatik untuk orang-orang yang kurang beruntung secara ekonomi, Mas. Di luar sana masih banyak orang yang kesusahan untuk s
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Suami Wasiat Sahabatku   Bab 66

    Nyatanya saat di kamar, sama sekali tidak ada pembicaraan lanjut soal kasus Lusi yang belum selesai kami perbincangkan. Hanya ada suara lenguhan dan desahan yang saling beradu memenuhi ruangan kamar.Entah kenapa saat Mas Edgar menyentuhku, aku tidak sanggup untuk menolaknya. Padahal aku masih ingin tahu soal cerita Lusi darinya. "Eh, mau kemana, Mas?" tanyaku saat melihat Mas Edgar hendak masuk ke pintu penghubung setelah membersihkan diri."Aku ke ruang kerja dulu, Ya. Tadi kerjaanku tinggal dikit lagi, nanggung.""Ya udah, nanti kalau udah selesai langsung istirahat ya.""Iya, Sayang."Sepeninggalnya, aku membersihkan diri sebelum beranjak naik ke atas kasur.Malam memang belum larut, bahkan masih terbilang sore. Tapi entah kenapa tubuh ini rasanya begitu lelah, aku ingin merebahkan diri dulu sambil menunggu Mas Edgar menyelesaikan pekerjaannya. Barangkali dia masih ingin menceritakan soal Lusi padaku nanti.Tapi sebenarnya tanpa menunggu cer

  • Suami Wasiat Sahabatku   Bab 65

    "Diminum dulu tehnya, Mas."Aku menyodorkan segelas teh hangat pada Mas Edgar yang sedang duduk di halaman belakang rumah. Sore hari ini terasa sangat sejuk karena air hujan baru saja mengguyur tanah kering yang seharian terkena terik sinar matahari."Makasih ya, Sayang." Mas Edgar meletakkan ponselnya di atas meja lalu meraih teh untuk diminum.Mungkin inilah saat yang tepat untuk bertanya soal Lusi padanya. Kemarin sewaktu pulang, Mas Edgar langsung Istirahat di kamar dan bilang sedang tidak ingin diganggu. Keesokannya, tanpa basa-basi dia langsung minta jatah di atas ranjang padaku. Setelahnya mengurung diri di ruang kerja karena masih ada kerjaan yang harus diselesaikan sebelum mengambil hari libur panjang. Jadi aku belum sempat berbincang santai dengannya sampai sore ini.Setelah menyesap teh, Mas Edgar kembali sibuk pada ponselnya dan terlihat serius. Aku pun berinisiatif memijit lengannya lalu perlahan naik ke bahu. Lama kelamaan wajahnya yang tadinya kaku men

  • Suami Wasiat Sahabatku   Bab 64

    Setelah Nadya agak tenang, dia menyerahkan surat-surat yang ditulis oleh Azzam padaku untuk dibaca. Total surat hanya ada dua lembar. Setiap kalimat yang aku baca, membuat kedua tanganku bergetar karena ingatanku langsung kembali saat aku menerima surat dari Anindya.Isi suratnya hampir mirip. Sama-sama menginginkan perjodohan dengan orang yang mereka sayang, bedanya Azzam juga menitipkan harta warisannya pada Daniel.Aku jadi membayangkan bagaimana perasaan Daniel saat membaca surat-surat dari pamannya itu. Pasti dia merasa ada kesedihan dan juga berat karena harus menerima warisan yang ditinggalkan. Jika warisan yang diterima hanyalah harta, bisa dia gunakan atau habiskan. Tapi bagaimana jika warisan itu berbentuk seorang wanita yang perlu dijaga?Apalagi wanita tersebut merupakan tunangan pamannya.Tentu saja tanggung jawab di pundak Daniel jadi jauh lebih besar."Kamu tahu, Mbak? Daniel bilang surat itu sudah dia pegang selama lima tahun lamanya. Bukanny

  • Suami Wasiat Sahabatku   Bab 63

    Malam saat waktu menunjukkan pukul tujuh, aku menatap pintu kamar yang ditempati Nadya dengan penasaran. Ini sudah waktunya makan malam, tapi Nadya belum juga terlihat batang hidungnya.Padahal seharian aku tidak melihatnya keluar kamar kecuali saat di dapur tadi pagi. Aku jadi semakin yakin kalau ada sesuatu yang terjadi padanya selama aku pergi. Dengan ragu aku mengetuk pintu. "Nadya, ayo makan. Udah waktunya makan malam," kataku.Hening. Tidak ada jawaban. Aku mengetuk pintu lagi, kali ini lebih keras. "Nadya."Aku sampai menempelkan daun telingaku ke pintu, berharap dapat mendengar sesuatu dari dalam. Tapi masih hening, tidak ada suara.Tidak menyerah. Aku mengetuk pintu lagi dan memanggil namanya berulang kali. Hingga entah sudah ke-berapa kalinya aku mengetuk pintu, sampai tak sadar kalau gagang pintu sudah digerakkan dari dalam dan pintu langsung terbuka, membuatku yang sedang menempel pada pintu hampir terjatuh. Untung ada Nadya yang langsung memegangiku

  • Suami Wasiat Sahabatku   Bab 62

    Sudah hampir seminggu berlalu setelah aku pulang dari Surabaya tapi mas Edgar masih belum juga menyelesaikan kesibukannya di sana. Sebenarnya aku merasa sedikit sedih karenanya namun sebisa mungkin aku memilih menyibukkan diri dari pada duduk termenung sedih, menantikan kehadiran suami yang tak kunjung pulang.Untungnya aku tidak terlalu merasa kesepian karena Mas Edgar sudah menyuruh Nuning untuk menemaniku melakukan berbagai kegiatan. Banyak kegiatan yang bisa aku lakukan, seperti ikut kelas yoga ibu hamil, ikut kelas prenatal, berbelanja, memasak, dan lain sebagainya.Aku sungguh menikmati aktivitas harian yang menyenangkan itu. Jadi setidaknya pikiranku tidak terlalu terbebani dengan kesibukan Mas Edgar.Tapi terkadang saat malam tiba, aku tetap kepikiran soal Mas Edgar yang masih ada di Surabaya.Entah sebenarnya apa yang membuat suamiku itu masih sibuk di Surabaya, padahal janjinya di sana dia hanya seminggu saja. Ini sudah hampir dari dua minggu berlalu, meleb

  • Suami Wasiat Sahabatku   Bab 61

    "Ehem, maaf Pak Edgar, sepertinya saya mengganggu." Ethan yang baru saja membuka pintu, terlihag panik dan buru-buru menutup pintu. Sempat kulihat telinganya memerah, mungkin karena malu.Aku dan Mas Edgar terdiam, menatap ke arah pintu kamar selama beberapa detik karena sama-sama terkejut. Otakku masih sibuk mencerna apa yang barusan terjadi. Setelah tersadar, aku segera menjauhkan diri lalu membenahi kancing bajuku yang sudah terbuka tiga biji bagian atas."A-aku keluar dulu menemui Ethan," kata Mas Edgar dengan air muka yang sedikit tegang.Aku hanya mengangguk dan melihatnya berjalan cepat keluar kamar. Helaan napas panjang pun keluar dari mulutku.Perasaan malu dan juga kesal bercampur menjadi satu. Maksudku... kenapa saat aku sedang berciuman selalu kepergok oleh orang lain?Dulu kepergok oleh Daniel, sekarang Ethan?Huh... memikirkannya terus menerus semakin membuatku ingin menyembunyikan diri di balik selimut. Lain kali aku harus memastikan mengunci p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status