Share

Pernikahan Kedua

“Baik. Seminggu lagi kita akan menikah,” pungkas Aiden menuruti permintaan Alsya.

Bagaimana perjalanan rumah tangga mereka, tidak lagi ia pikirkan. Keduanya hanya ingin menjalankan wasiat terakhir tersebut, tanpa banyak berpikir kedepannya.

Ketika membahas hal tersebut bersama keluarga pun, respon mereka tak jauh berbeda dengan Aiden sebelumnya. Namun, Alsya meminta pada Aiden untuk tidak menyinggung tentang kekasihnya, dan rencana lamaran itu.

“Karena kak Key minta Alsya dan Kak Aiden segera menikah, Bun,” jawab Alsya saat keluarganya merasa pernikahan mereka terlalu cepat.

“Baiklah, karena kalian berdua sudah setuju, dan kalian yang akan menikah. Kami semua tidak dapat berbuat banyak, selain memberi dukungan untuk kalian berdua,” putus Tirta tidak banyak bertanya.

Akhirnya orang tua Alsya dan Aiden pun menuruti keputusan mereka. Sehingga di sela-sela waktu pengajian untuk Keyra, mereka juga menyiapkan beberapa hal penting untuk pernikahan putra dan putri mereka.

*** 

“Saya terima nikah dan kawinnya Alsya Elviana Cantika binti Tirta Firmansyah dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” ucap Aiden dalam satu tarikan napas.

“Bagaimana para saksi? Sah?”

“Sah!”

Bergemurulah hati gadis yang kini memakai kebaya putih itu, ketika dirinya telah sah menjadi istri dari kakak iparnya. 

Darah Alsya terasa berdesir dan mengalir ke atas saat tangan kokoh Aiden memegang ubun-ubun kepalanya, diiringi untaian doa yang terdengar lirih di telinga.

Hatinya berkecamuk. Bahagia itu masih tertutupi rasa sedih yang kian mendalam. Masih terbersit rasa ingin di hati Alsya bila yang menjabat tangan, mengucap ijab kabul, serta membacakan doa lirih itu adalah Cakra. Sayang, semua hanya tetap akan tinggal dalam mimpi dan angan semata.

Sembari berjalannya serangkaian acara mulai dari KUA hingga keduanya memasuki mobil dan kembali ke rumah orang tua Alsya, gadis itu berusaha tetap tegar dan berulang kali menguatkan hatinya yang rapuh.

“Sya, apa kamu bahagia?” tanya Aiden menatap sosok yang selama bertahun-tahun ia anggap sebagai adik, kini telah berubah status sebagai istrinya.

Alsya yang termenung memikirkan nasib hubungannya bersama sang kekasih yang berada di luar kota, tersentak ketika Aiden menyentuh punggung tangannya.

“Kenapa, Kak? Maaf Alsya nggak fokus,” jujur Alsya tidak enak hati.

Alsya semakin gugup setelah mendengar jelas pertanyaan yang Aiden ajukan padanya. Ia mengusap tengkuknya, dengan netra bergerak gelisah.

“Nggak usah tegang gitu. Aku lihat kayaknya kamu nggak terlalu bahagia,” ungkap Aiden memahami suasana hati keduanya.

“Alsya bahagia kok,” sanggah Alsya cepat.

“Tapi sorot mata kamu mengatakan hal lain, Sya. Lagi pula aku sudah tau hati kamu diisi orang lain,” ujar Aiden terlihat tidak mempermasalahkan ketidakrelaan Alsya menikah dengan dirinya.

Akhirnya Alsya tidak lagi berusaha tegar, dan menutupi kesedihannya sejak awal.

“Untuk sekarang Alsya nggak bisa mikir bener-bener, Kak. Tapi, kali ini biarin Alsya selesaiin urusan Alsya sendiri,” pinta Alsya tidak ingin Aiden ikut campur dalam hubungan asmaranya.

“Oke, aku juga nggak akan maksa dan nuntut banyak hal sama kamu,” balas Aiden tidak berniat semakin membebani perempuan di sisinya.

Setibanya di rumah, keduanya terus bersandiwara seolah menerima satu sama lain hingga akhirnya pesta sederhana itu usai tepat sore hari.

“Kalian malam ini nginap dulu ya di kamar Alsya,” pinta Maya pada anak dan menantunya.

“Tapi Bunda.”

“Udah, nggak ada tapi-tapian. Kalian pasti capek. Jadi, lebih baik besok aja kembali ke sana,” bujuk Maya karena Aiden berniat untuk langsung membawa Alsya ke rumah pribadinya.

Alsya dan Aiden bertukar pandang, meminta satu sama lain untuk menyahuti ibunya.

“Kami nggak terlalu capek kok, Bun. Iya kan, Sya?” 

“Iya, Bun. Jadi, kami bisa langsung ke rumah Kak Aiden aja. Lagi pula ada banyak keluarga yang menginap. Kalian boleh pake kamar tidur Alsya,” timpal Alsya menyengir lebar. Berharap bundanya tidak lagi memaksa.

“Eeeh, pengantin baru kok mau langsung pergi gitu aja. Nggak papa lah bermalam di sini dulu. Lagian juga kamu bakal jarang berada di rumah ini, Sya,” serobot Liana merangkul menantu barunya.

Tak ada pilihan lain, selain mengalah dengan dua perempuan yang telah melahirkan mereka. Hingga kini keduanya menaiki anak tangga, dan pergi menuju bilik tidur Alsya.

Bibir Alsya terbuka lebar saat melihat kamar tidurnya telah disulap persis seperti kamar pernikahan pada umumnya.

“Kapan mereka ngedekornya? Bukannya aku nggak minta semua ini,” gumam Alsya memicingkan kedua matanya ke arah Aiden.

“Kenapa?” 

“Kakak ya yang minta kamar Alsya didekor begini?” tuding Alsya menuduh suaminya.

“Ya ampun, Sya. Kamu pikir aku sempet mikir ginian?” Aiden membela diri. Jangankan memikirkan pernikahan, dirinya sendiri pun tidak terurus sejak seminggu kebelakang.

“Oke.” Ekor mata Alsya masih terus mengamati seluruh sisi kamarnya. Tiba-tiba saja kedua bola matanya melotot saat menyadari ada yang hilang dari ruang pribadinya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status