Share

Dibutakan Oleh Cinta

“Bunda!”

“Ayah!” 

Teriakan Alsya yang begitu nyaring hingga ke lantai pertama, membuat semua orang yang berada di ruang keluarga terlonjak mendengar lengkingan suaranya.

“Mas Alsya kenapa, Mas?” tanya Maya dengan wajah memucat.

“Entahlah. Ayo kita coba lihat dulu,” jawab Tirta bergegas menuju kamar Alsya dan menemui putri mereka.

“Sofa di kamar Alsya ke mana, Yah? Terus, meja belajar Alsya? Kenapa barang-barang di kamar Alsya banyak hilang Yah?” Berondong Alsya saat ayah dan bundanya berada di ambang pintu.

Aiden pun masih terpaku setelah mengetahui sebab istri kecilnya berteriak bak orang kerasukan.

“Ya ampun, Sya! Bunda kira kamu kenapa. Ternyata cuma nanya itu aja,” lontar Maya menyesal sudah sangat khawatir tadi.

“Cuma juga itu barang Alsya, Bun. Ada isinya, Bunda,” terang Alsya semakin kesal.

Ayah dan bundanya terlalu menyepelekan hal-hal yang menurutnya penting.

“Di sana ada buku-buku Alsya, dan Alsya ada banyak tugas,” ungkap Alsya tidak lagi mampu menahan kekesalannya.

“Sya, jangan marah gitu. Bunda sama ayah juga pasti nggak akan buang barang-barang kamu,” tegur Aiden melihat amarah yang terpancar jelas di kedua bola mata Alsya.

“Semuanya ada di kamar bawah. Lagian kamu itu ya, baru aja menikah udah mikirin tugas. Nggak bisa di lanjut besok?” Maya terus mengomeli si bungsu yang lebih mengutamakan tumpukan buku-buku di meja belajar, ketimbang pria tampan yang baru saja menghalalkan dirinya.

“Kenapa kamu langsung marah-marah, Sya? Bunda juga niatnya baik. Mereka pasti cuma mau melakukan yang terbaik untuk kamu,” ujar Aiden menasihati Alsya yang dikuasai amarah.

“Alsya nggak minta ini semua. Alsya juga nggak mau kita tidur bareng,” tukas Alsya dengan bibir mengerucut.

Meski keduanya sudah sah, Alsya masih tetap ingin menjaga perasaan Cakra. Selama menjalin hubungan, pria yang sebelumnya dicap playboy dan kerap gonta-ganti pasangan itu, sama sekali tidak melakukan kontak fisik dengan dirinya.

Kelopak mata Aiden tertutup rapat untuk beberapa saat. Tidak ada gunanya untuk marah atas pernyataan Alsya barusan. “Baik. Bagaimana kalau sekarang kita bahas semua yang boleh aku lakukan dan nggak boleh. Begitu juga sebaliknya? Ya, itu juga kalo kamu nggak capek,” tawar Aiden tidak ingin memperdebatkan hal yang tidak ada ujungnya.

“Alsya nggak capek. Kita bisa bahas itu malam ini,” jawab Alsya.

“Silakan kamu buat peraturan untuk pernikahan kita ini. Nanti akan aku cek,” suruh Aiden memberi waktu dan ruang untuk Alsya menuliskan semua yang ia inginkan.

“Oke.” Dengan cepat Alsya mengeluarkan ponselnya dan membuat sebuah dokumen.

Sembari menunggu, Aiden pun membuat beberapa hal yang harus dipatuhi oleh Alsya diluar peraturan yang Alsya tuliskan.

“Sudah! Filenya juga udah Alsya kirim,” ucap Alsya menatap layar ponsel Aiden yang berada dalam genggaman lelaki itu.

Semula Aiden menerima semua batasan yang Alsya cantumkan. Namun, semakin lama alis lelaki itu tertarik ke dalam, sampai hampir bertemu.

“Aku nggak bisa terima semuanya. Terutama point terakhir ini, ‘Tidak menerima larangan atau batasan dalam hubungan asmara masing-masing,’ maksud kamu apa?” tanya Aiden dengan rahang mengerat.

“Ya kita berhak menjalin hubungan dengan orang lain. Ingat, pesan kak Key cuma kita menikah,” cetus Alsya sambil mengedikkan bahu.

“Saling mencintai dan menjaga. Bahkan dia meminta aku untuh mencintai kamu seperti aku mencintai dia, Sya! Di mana hati nurani kamu?” berang Aiden.

Wajahnya memerah, dengan sorot mata yang menajam. Juga urat-urat leher Aiden pun perlahan mencuat. Memperlihatkan dengan jelas jika dirinya sangat marah dan tidak terima.

“Itu urusan Kak Aiden. Dulu juga Alsya nggak ada tuh bilang nggak terima segala macam. Alsya terima semua luka yang Kakak toreh. Alsya balut luka itu sendiri, dan perlahan sembuh seiring hadirnya Cakra, yang mengobati luka hati Alsya.”

“Alsya nggak sejahat itu, Kak. Kasih tahu dia dengan gamblang kalau kita sudah menikah, dan mengakhiri hubungan kami yang sampai sekarang baik-baik aja secara tiba-tiba. Alsya masih punya hati, dan Alsya paham gimana sakitnya di tinggal nikah gitu aja dengan orang yang dicinta,” urai Alsya.

“Waktu aku nggak tau, Sya. Waktu itu kamu juga…”

“Apa? Masih kecil? Memangnya karena Alsya masih kecil, Alsya nggak punya hati? Sekarang Alsya tanya. Apa kakak bisa mengubah rasa sayang Kakak yang anggap Alsya sebagai adik ini seperti Kakak mencintai kak Key? Nggak kan, ‘Kak? Kalaupun bisa pasti butuh waktu lama,” papar Alsya berusaha bersikap rasional, dan memilih egois untuk saat ini.

Hatinya sudah terlalu lelah untuk terus mengalah dan menerima semua dengan lapang dada. Seolah ia hanya ditakdirkan untuk menerima, tanpa diberi ruang untuk memilih dan mendapatkan apa yang ia inginkan.

“Bagaimana kalau dia melakukan hal licik? Bagaimana kalau setelah dia tau kamu sudah menikah dan mengetahui keadaan rumah tangga kita, dia berbuat nekad?”

“Ya itu berarti dia mau perjuangin Alsya,” kilah Alsya.

“Bagaimana kalau berakhir dengan dia melecehkan kamu, Sya?” desak Aiden semakin menyudutkan Alsya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status