Share

Sosok Misterius Di Kegelapan

"Tumben kamu datang menemuiku, Naren? Ada apa?" 

Kaiden membawa Fazar masuk ke ruangannya setelah insiden tegang di lobi tadi.

Fazar duduk di depan sang kakak, tatapan matanya menyorot tak suka. Ada setitik jejak Kebencian di sana. Tanpa berbasa-basi lagi ia langsung memberitahukan maksud kedatangannya.

"Aku ingin kamu memecat seorang pegawai di Exco Compeny," perintah Fazar tegas.

Kedua alis Kaiden terangkat naik, tidak mengerti dengan maksud sang adik yang telah kabur dari rumah sejak lulus SMA.

Apa-apaan ini? Datang-datang langsung mengajukan permintaan aneh.

Memang apa hubungannya pegawai Exco Compeny dengan masalah ini?

Ataukah jangan-jangan ....

Menyadari ada hal yang menarik, Kaiden menarik sudut bibirnya. "Kukira kamu akan meminta apa?!" dengkusnya merasa lucu sendiri dengan tingkah menggelikan sang adik.

Fazar menggeram. "Aku tidak sedang main-main, sialan!"

Sekali lagi, Kaiden mendengkus. "Aku tahu. Tapi memang apa hubungannya para pegawai itu dengan masalahmu ini?"

"Kamu tak perlu tahu detailnya!" jawab Fazar dingin.

"Tentu aku harus tahu karena saat ini akulah yang menjadi pemimpin sementara Exco Group," balas Kaiden menyeringai keji.

"Persetan!" bentak Fazar mengumpat. "Aku tidak peduli dengan itu. Aku hanya ingin kamu memecat satu orang saja. Apakah itu sulit untukmu?"

Kaiden tertawa terpikal-pikal. "Hahaha ... Ya kamu dan sikap manjamu tidak pernah berubah."

Fazar mencebik, tetapi tidak menanggapi provokasi kakak tirinya, membuat Kaiden dengan bebas terus melanjutkan celaannya.

"Kupikir setelah kabur dari rumah, kamu akan sedikit dewasa. Nyatanya sama saja. Bossy."

Geraman meluncur dari celah bibir Fazar yang murka. Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak menonjok wajah angkuh kakak tirinya.

"Setelah lama menghilang bertahun-tahun, kupikir kamu sudah mati loh, Dek," ungkap Kaiden dengan seringai di wajah, menggoda Fazar yang lalu menggebrak meja.

"Cukup! Jangan main-main denganku!" 

Ayah dari Ferro dan Cerry itu berdiri, lalu mencengkram kerah kemeja Kaiden. Di sisi lain sang kakak justru semakin melebarkan seringai, tidak merasa marah atas perlakuan kasar adiknya. Toh, Kaiden sudah terbiasa diperlakukan tidak sopan begini.

"Oke. Tenang, Little Bro. Mari kita bicarakan ini baik-baik," putus Kaiden melepaskan cengkraman Fazar.

"Ceritakan dulu semua masalahmu! Baru aku akan mempertimbangkan untuk membantu atau tidak."

Tidak ada pilihan lain, Fazar pun menjelaskan semua masalahnya dari mulai bertemu Amanda, menikahinya lalu diduakan oleh wanita bersurai ikal itu.

Di sisi lain, Kaiden menjadi pendengar yang baik, tak sekalipun ia memotong keluh kesah sang adik tiri. Kisah hidupnya nano-nano sekali. Sampai akhirnya pun Fazar selesai bercerita dan Kaiden masih diam di posisi.

"Gila! Kisah hidupmu seperti sinetron saja, Naren. Apa kamu yakin tidak sedang syuting film?"

Fazar mendengkus dengan komentar tak penting dari kakaknya. "Aku di sini bukan untuk mendengarkan komentarmu. Aku di sini hanya ingin kamu memecat Amanda."

Seketika itu juga Kaiden terdiam, lalu berdehem. "Mungkin saja. Coba mari kita lihat siapa istrimu ini."

Kaiden lalu mengarahkan tatapan matanya pada leptop yang ada di meja, mengutak-atiknya sebentar. Mulai membaca dan mempelajari profil tentang wanita bernama Amanda. 

"Tunggu! Tadi kamu bilang siapa nama suami kedua istrimu itu?" tanya Kaiden membuat Fazar mengernyit dengan pertanyaan spesifik itu. Namun, tetap menjawabnya.

"Marvel. Marvel Yudistira."

Mendengarnya Zidan menepuk jidat. "Astaga."

"Kenapa?" tanya Fazar tak mengerti.

"Dia kan orang yang baru-baru ini dipilih jadi Manajer di Exco Compeny," balas Kaiden terlihat frustrasi.

Fazar melotot. Dia memang mengetahui bahwa Marvel dan Amanda bekerja di perusahaan sama. Namun, tidak tahu jika posisi Marvel ternyata lebih tinggi dari istrinya. Akan tetapi, memang apa masalahnya?

Posisi Kaiden sendiri adalah CEO. Meski itu sementara dan tidak resmi, mengingat seharusnya posisi tersebut di isi oleh Fazar. Tentu saja, memecat seorang Manajer bukan hal yang sulit untuk Kaiden lakukan.

"Aku tidak bisa memecat mereka berdua. Maaf," sesal Kaiden tertunduk.

"Hah? Apa? Tapi kenapa?" tanya Fazar tak terima. "Dia hanya Manajer dan Amanda staf biasa. Itu tidak akan sulit. Masih banyak orang di luar sana yang bisa menggantikan posisi mereka."

Kaiden menghela napas. "Yang kamu katakan tidak salah, tapi Marvel ini ... dia berbeda."

"Berbeda bagaimana?" Fazar semakin dibuat kebingungan.

"Marvel ini dipilih langsung oleh Ayah untuk berada di posisinya. Secara tidak langsung bisa dibilang dia juga asistenku yang membantu mengawasi perusahaan Exco Compeny. Tangan kananku ... Yaa kamu bisa memanggilnya seperti itu," jelas Kaiden panjang lebar.

"Apa? Sejak kapan si tua itu menangani hal seperti ini?" dengkus Fazar berdiri. "Pokoknya aku tidak mau tahu. Aku ingin kamu memecat mereka berdua." 

Kaiden ikut bangkit. "Tidak bisa, Naren. Kali ini aku tak bisa membantumu. Jika kamu bersikeras mari kita temui Ayah."

Fazar menepis tangan Kaiden. "Tidak! Aku tak mau bertemu dengan si tua bangka itu. Sampai matipun aku tak akan menganggapnya ayahku."

Sekali lagi Kaiden menghela napas. "Kalau begitu. Maaf, aku tak bisa membantumu. Silakan urus masalah rumah tanggamu sendiri."

Kaiden kembali duduk di kursinya dengan tenang, berbanding terbalik dengan Fazar yang tambah kesal, lalu berteriak frustrasi dan pergi dari ruangan sang kakak setelah berteriak ....

"Persetan denganmu!"

***

Fazar yang pergi dari perusahaan Exc dengan perasaan kesal, kini berakhir di sebuah klub malam. Di tangannya kini terdapat cairan berwarna kemerahan. 

Sebenarnya dimulai dari mana kekacauan ini?

Apa salahnya?

Ketika pernikahan yang awalnya berbuah manis kini menjadi pahit. Sangat pahit dan menyakitkan.

Seperti kematian ....

Dengan penuh amarah, Fazar meneguk habis minuman berbau khas di tangannya.

"Ukhh ... Dunia ... memang ... menyebalkan."

Pria yang memiliki dua anak itu mulai sesenggukan. Kepalanya terasa pusing. Namun, di saat bersamaan pun terasa nyaman.

"Bartender ... tambah ... hik ... lagi minumannya ...."

 "Maaf tuan, tapi sepertinya anda sudah mabuk," jawab si Bartender merasa keberatan untuk memenuhi keinginan konsumennya.

"Memang ... kenapa?" Fazar membalas sengak, merasa kesal ketika perintahnya tidak dituruti. "Kamu ... hik ... mau melawanku ... juga?"

"Maaf, Tuan. Sebaiknya anda pulang saja."

"Apa? Kamu mengusirku?!" hardik Fazar berdiri. Wajahnya benar-benar sudah memerah dengan tatapan mata sanyu.

"Kamu tidak tahu siapa aku?!"

Menyadari akan ada kegadungan, Si Bartender memberikan kode tangan pada penjaga bar, menyuruh mereka untuk menyeret Fazar ke luar.

"Silakan pergi. Tolong jangan buat keribuan di sini," ujar salah satu penjaga.

"Sialan! Kamu meremehkanku, Hah?" teriak Fazar memberontak. Akan tetapi, kondisi yang kacau balau membuatnya tak bisa berkutik. Suami dari Amanda itu lalu ditendang keluar bar.

"Jangan datang ke sini lagi!"

Salah satu penjaga meninggalkan Fazar yang terbaring pingsan di jalanan. 

Beberapa saat kemudian sesosok manusia berlutut di dekat suami Amanda, lalu mengusap surai hitamnya.

"Kasian sekali kamu, Nak."

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status