Share

2. Janji Konyol

Author: suchz.indyra
last update Last Updated: 2021-11-07 10:42:48

Zyanendra pernah berjanji pada ayahnya untuk mencari seorang gadis yang merupakan anak dari sahabat ayahnya. Sebelum ayahnya meninggal, dia memberikan foto gadis itu dan berwasiat agar menikahi gadis itu. Ayahnya memberikan sebuah alamat kontrakan di Jakarta. Kontrakan itu adalah milik ayah sang gadis yang menolong ayah Zyan saat bangkrut karena imbas Asian Financial Crisis 1998 lalu.

"Berjanjilah, Zyan. Berjanjilah kalau kamu tak akan menikah sebelum menemukan gadis itu."

"Ta..pi, Pah... Zyan..."

"Hanya itu cara papah berterima kasih kepada keluarganya. Kecuali jika dia menolakmu, jangan pernah menikahi gadis lain."

"Pah...bangun, Pah. Pah, jangan tinggalin Zyan! Papaaaah!"

Zyan menangis sekencang-kencangnya. Untuk pertama kalinya dalam hidup dia kehilangan orang yang paling berarti dalam hidupnya. Perasaan Zyan campur aduk, foto gadis kecil di genggaman tangannya seolah mengisyaratkan bahwa hidupnya setelah ini tak akan lagi sama.

Sudah pukul delapan pagi, namun rintik gerimis yang sudah singgah sejak Subuh tadi masih saja belum mau pergi, masih mau menemani Zyan yang termangu menatap foto buram di genggamannya. Sejak kematian ayahnya sepuluh tahun lalu, Zyan tidak pernah sekali pun melihat foto itu lagi. Dianggapnya perkataan mendiang ayah hanya omong kosong yang rasanya tak perlu dijalankan. Namun, hari ini, ia merasa janji tetaplah janji. Tentu baktinya tak sempurna jika ia mengingkari janji yang sudah dia ucapkan sendiri,

Mata Zyan lalu berpindah pada bingkai foto berisi wajahnya yang terbalut tawa bersama Lentera, perempuan asal Surabaya yang sudah lima tahun menjadi pacarnya. Belum lama ini, Lentera terus-terusan memberi kode untuk meresmikan hubungan mereka. Keduanya orang tua Lentera tidak ingin mereka terlalu lama pacaran. Toh, mereka sudah sama-sama mapan secara finansial. Lentera bekerja di PT Arion Graha Internasional, sebuah perusahaan arsitektur terbaik di Indonesia. Sementara itu, Zyanendra memimpin perusahaan properti khas Italia peninggalan sang ayah.

Mereka berdua telah melalui masa-masa sulit bersama, rasanya tak mudah jika membiarkan hubungan mereka berakhir begitu saja. Zyan sangat mencintai Lentera, tetapi untuk berkomitmen rasanya dia belum siap. Janji dengan mendiang ayahnya juga selalu mengungkung dan membatasi langkahnya.

Selama ini, belum pernah sekali pun Zyan mencari keberadaan gadis yang bahkan tak dia ketahui namanya itu. Zyan tak pernah berencana menikah muda, dia justru ingin tak memikirkan pernikahan. Harapannya, jika kelak dia menemukan gadis itu, gadis itu sudah menikah sehingga otomatis menolaknya. Dengan begitu, Zyan terlepas dengan janjinya dan bebas menentukan pilihan hidupnya. Hubungan yang sudah sedemikian kuat terjalin mendadak saja melemah karena ketidaksiapannya berkomitmen.

“Aku sudah di Telaga Pohon. Aku harap kamu bisa ambil keputusan sekarang.” Zyan membaca pesan dari Lentera.

Telaga Pohon, sebuah pohon di tepi danau, dekat kantin kampus, itu tempat mereka pertama bertemu. Dulu, saat mereka masih sama-sama jadi mahasiswa baru. Apakah di tempat itu pula mereka akan bertemu untuk terakhir kalinya?

Zyan segera menyambar jaket dan kunci mobilnya. Mercedes Benz S-Class lekas membawanya menemui Lentera.

Melihat Lentera berdiri melipat lengannya, Zyan berkali-kali mengatur napas sebelum beranjak. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa ia akan menemui Lentera dengan perasaan sekacau ini. Tidak mudah menjelaskan semuanya, Zyan hanya bisa berharap Lentera dapat memahami posisinya.

"Aku sudah janji sama almarhum papah, Ra. Maafin aku." Hati Zyan bak disayat sembilu melihat Lentera hanya meneteskan air mata setelah ia menceritakan janji yang terlanjur terucap itu.

"Jadi hanya karena orang yang bahkan kamu gak kenal, kamu mau kita selesai gitu aja?" kata Lentera perlahan, menahan getir. “Kamu mau putusin aku, Zy?”

"Gak gitu. Makanya aku mau kamu nunggu. Tunggu aku sampai aku ketemu sama gadis itu. Aku akan cari dia dulu."

"Terus kalau udah ketemu dan ternyata dia suka sama kamu, kamu mau ninggalin aku? Gitu?" Lentera mulai meninggikan suaranya.

"Ra, semua bisa dibicarain baik-baik. Ayolah, kasih aku waktu."

"Aku gak bisa terima alasan kamu Zy, ini konyol!"

"Aku cuman minta kamu ngertiin posisi aku, Ra."

Lentera menghapus sudut air yang terus menggenang di pelupuk matanya. Dirinya sungguh tak habis pikir, bagaimana mungkin dia harus diadu dengan perempuan yang tak diketahui keberadaannya itu. Rasanya, semua hal yang telah dibangunnya selama ini sia-sia. Satu hal yang paling menyakitkan bagi Lentera, setelah lima tahun pacaran, baru hari ini Zyan menceritakan perihal janji konyol itu. Lentera benar-benar tak habis pikir.

Lentera ingin Zyan segera mengambil keputusan, dia tak mau hubungannya digantung dan statusnya tak jelas. Bodo amat dengan perjanjian yang menurutnya konyol itu.

"Aku minta kamu pilih, komit sama aku dan lupain soal janji konyol itu…” Lentera menghela napas panjang. “… atau kita selesai."

"Ra..."

"Aku gak mau nunggu lagi, Zy. Kamu tahu aku paling gak suka berada di tengah ketidakpastian. Kamu harus bisa ambil keputusan. Sekarang."

Zyan menunduk. Ia mengusap-usap wajahnya dengan kedua tangan sambil terus mengatur napasnya.

“Maafin aku, Ra.”

Tera menggigit bibirnya, mulutnya kelu. “Jadi kamu gak mau perjuangin aku?” tak henti terisak.

“Ra, please, tolong kamu ngertiin aku. Aku cuman pengen kamu nunggu. Itu aja. Ini cuman masalah waktu.”

Lentera kembali terisak.

“Bagi aku sama aja sekarang atau nanti, Zy. Justru lebih baik sakit hati sekarang daripada nanti saat rasa ini semakin dalam dan kamu masih gak bisa berbuat apa-apa buat mempertahankan hubungan kita.”

Zyan menengadah lalu membuang napasnya kuat-kuat sembari melepaskan tinju ke udara.

“Ra, kita masih bisa sama-sama. Kita bisa jalanin dulu, sambil kita S2, sambil sama-sama wujudin mimpi kita…”

“Dan ngejalanin hubungan dengan terikat janji yang gak jelas mau kamu tepatin atau ingkarin? Aku gak bisa kayak gitu. Aku butuh kepastian. Aku mau serius sama kamu, Zyanendra. Aku gak mau ngejalanin hubungan yang gak jelas ujungnya.”

“Kasih aku waktu satu tahun, Ra. Aku akan cari gadis itu.”

“Sekarang, kamu pilih kamu lupain janji konyol kamu itu lalu kita lanjutin hubungan ini sama-sama. Atau kamu cari gadis itu dan kita selesai sampai di sini.”

“Ra, gak bisa kayak gitu, dong.”

“Pilih.”

“Ra, please…”

“Aku mau kamu kasih keputusan sekarang, Zyanendra Pranadipa.”

Zyan kembali menghela napas panjang lalu memnghembuskannya kencang. Jika Tera sudah memanggilnya dengan nama panjangnya, itu artinya dia sudah sangat marah. Tera selalu memanggilnya Zy, tidak seperti teman-teman lain yang memanggilnya Zyan atau Yan. Mendengar nama lengkapnya disebut oleh Lentera, hati Zyan terlampau pilu. Dia sudah menyakiti orang yang paling dia cintai.

“Oke…” Zyan menghela napas sekali lagi. “Kita…, kita selesai!” ucapnya tegas, tetapi parau.

Mendengarnya, Lentera sempurna pecah tangisnya. Rasanya seperti ada seribu duri yang menancap hatinya sekaligus.

Melihat gadis yang disayanginya menangis di depannya, Zyan buru-buru mengajaknya duduk.

“Dengerin aku, Ra. Kita break sementara, ya. Kita sama-sama mantapin diri kita. Kita intospeksi diri, okey? Percaya sama aku, Ra. Kamu adalah satu-satunya orang yang bisa mengisi hati aku. Aku akan sulit mencari orang seperti kamu. Cuman kamu yang aku mau buat nemenin aku seumur hidupku.”

“Cukup!”

“Ra, mungkin aku gak akan menikah kalau gak sama kamu.”

“Cukup, Zyanendra, aku bilang cukup!”

“Satu tahun dari sekarang, Ra. Satu tahun lagi, kalau kita berubah pikiran. Kalau kamu masih sayang aku. Kita ketemu lagi di sini, ya. Aku janji, kalau dalam waktu setahun aku gak nemuin gadis itu, aku akan lupain janji itu. Kita ulang lagi semua dari awal. Hari itu adalah Hari Penentuan kisah cinta kita. Oke?”

Sekali lagi, Lentera benar-benar tak habis pikir, bagaimana mungkin Zyan bisa seplin-plan ini? Namun, entah mengapa, kepalanya mengangguk perlahan. Kakinya kemudian menjadi kuat beranjak. Lalu melangkah pergi. Dalam setiap tapak kakinya, diam-diam dia berharap jika hubungannya dengan Zyan tak akan pernah berakhir. Dia pun rela menunggu satu tahun lagi.

Sayangnya, belum ada setahun, baru satu bulan setelah pertemuan itu, Lentera melihat Zyan memosting foto bahagianya bersama Kanya. Itu meluluhlantakkan hatinya dalam sekejap. Dari Dannesh, Tera pun tahu bahwa Zyan dan Kanya memang sudah jadian.

Sejak itu, hari-hari Lentera tak lagi sama seperti sebelumnya. Hidupnya dipenuhi getir nestapa. Maka, lari sejauh-jauhnya adalah satu-satunya cara untuknya bisa bertahan hidup. Beruntung, Tuhan mempertemukannya dengan Arion, seorang yang dianggap Lentera sebagai malaikat yang menjaga dan melindunginya sepenuh hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami dan Kebohongan-Kebohongannya   14. Duri di Hati Arie

    "Tahu, gak, Mbak? Apa yang bikin aku betah tinggal di Surabaya?" kata Lentera sembari menyeruput es coklat di hadapannya."Apa?" tanya Mbak Arie penasaran."Banyak, sih, Mbak Arie salah satunya.""Oh, ya?"Lentera menganguk cepat. "Yap. Gak kebayang gimana membosankannya hidupku kalau gak ada Mbak Arie. Gak ada orang yang bisa aku ajak main-main, hehehe.""Dasar kamu. Generasi bucin ya begini ini, waktu pacaran ke mana-mana sama pacarnya sampe gak punya temen deket. Giliran putus, beneran jadi literally sendiri! Hahaha." goda Mbak Arie."Iiih, Mbak Arieee! Berat tahu, Mbak." Lentera manyun."Ehehe, iya sorry..sorry. Semoga segera dapat ganti yang lebih baik, ya."Lentera mendengus. Agaknya sulit baginya untuk membuka hati baru untuk menggantikan Zyanendra. Mbak Arie sangat tahu itu.Sejak pulang ke Surabaya, Mbak Arielah yang menjadi sosok pendengar yang baik bagi Lentera. Memang baginya, sejak dulu Mbak Arie bukan sekadar orang kepercayaan ibunya. Mbak Arie adalah kakak perempuan yang

  • Suami dan Kebohongan-Kebohongannya   13. Dua Wajah Mbak Arie

    "Jadi Lentera masih terus berkomunikasi dengan Zyanendra?" tanya Arion sinis.Arie mengangguk mantap. "Lentera juga sudah tahu kalau Pak Arion sepupuan sama Kanya."Arion mendengus kesal. "Bagaimana dia bisa tahu?" gumamnya gusar."Zyanendra memberitahunya.""Kanya memberi tahu Zyanendra?""Entahlah, Lentera hanya bilang dia tahu dari Zyanendra.""Jadi bagaimana menurutmu?""Sepertinya Lentera memang masih menyimpan perasaan kepada Zyanendra."Brak! Arion mengebrak meja. Arie tersentak, kaget."Berapa kali aku bilang jangan pernah mengatakan itu lagi kepadaku!" Arion meninggikan suara."Sorry. Aku hanya menyampaikan apa yang selama ini aku lihat.""Bah! Jadi sebenarnya kamu ada di pihak siapa?""Sedari awal aku gak pernah memihak siapa-siapa. Kamu tahu, aku hanya melakukan tugas, sesuai kesepakatan yang kita buat." kata Arie tenang."Lagian, aku udah berkali-kali juga bilang dan ngingetin kamu untuk menghentikan semua ini. Lentera itu dari dulu sampai sekarang masih mencintai Zyanendr

  • Suami dan Kebohongan-Kebohongannya   12. Menepi

    Lentera akhirnya tinggal di apartemen untuk sementara. Dua hari ini dia hanya berdiam diri di kamarnya, mematikan ponselnya, serta menyerahkan segala urusan kantor kepada Mbak Arie. Di luar apartemennya, dua ajudan Arion menjaga dan mengawasinya. Juga gesit memesankan makanan dan membantu Lentera memenuhi kebutuhan harian yang lain.Beberapa kali Mbak Arie mengunjunginya untuk membicarakan urusan kerja sekaligus memberinya nasihat untuk memaafkan Arion. Namun, Lentera hanya mendengarkan saja. Lentera tahu, sangat tahu, Mbak Arie pasti disuruh Arion untuk membujuknya. Arion selalu melakukan segala cara untuk merayunya kembali ke pelukannya. Dulu, saat sedang badmood PMS dan Lentera ngambek karena hal sepele, Arion akan membelikannya es krim, bunga, atau hal-hal romantis lainnya melalui Mbak Arie. Arion tahu, jika sedang sebal, Lentera tak ingin melihat wajahnya. Mbak Arie selalu menjadi "utusan" untuk memperbaiki hubungannya dengan Lentera."Mungkin, memang kamu sama Zyan belum jodoh.

  • Suami dan Kebohongan-Kebohongannya   11. Kebohongan yang Terkuak

    Lentera merebahkan diri di sofa kantor. Matanya sembab, hatinya ngilu, pikirannya kacau berantakan. Mbak Arie menanyakan kondisinya, namun Lentera hanya menepiskan tangan, tak menjawab. "Mau saya buatkan teh anget, Mbak?" tanya Mba Arie. Lentera mengangguk kecil, lalu memilih memejamkan mata. Ciri khasnya jika tak mau diganggu. Mbak Arie bersiap pergi dan tak bertanya lagi begitu meletakkan segelas teh anget di hadapan Lentera. Dia tak mau mengganggu. Namun, Lentera justru bangkit dan mengajaknya bicara. "Mbak. Lagi gak sibuk, kan?" tanya Lentera. "Eh, enggak kok Mbak, Mbak Tera butuh bantuan saya?" "Enggak, cuman pengen ditemenin aja di sini. Bisa, kan?" Mbak Arie mengangguk tanpa mengerti apa yang sedang terjadi. Dia melihat Lentera beberapa kali mengambil napas panjang kemudian membuangnya. Namun, sama sekali tak mengatakan sepatah kata pun. "Mbak Tera lagi ada masalah, ya?" tanya Mbak Arie pada akhirnya. "Hmm. Aku gak tahu sih, Mbak ini disebut masalah apa engga." "Mbak T

  • Suami dan Kebohongan-Kebohongannya   10. Pelukan yang Dirindukan

    Pesta pernikahan Arion dan Lentera yang super mewah dilaksanakan di hotel milik keluarga Arion. Hari itu menjadi hari paling membahagiakan bagi Arion. Setelah berjuang meluluhkan hatinya, Arion akhirnya resmi menikah dengan Lentera. Tak mudah membuat Lentera lepas dari bayang-bayang Zyanendra. Arion tahu betul betapa Lentera mencintai Zyanendra. Dulu, setiap hari, dia harus menadahi air mata Lentera yang tak henti menetes karena Zyanendra. Mendengar Lentera berkeluh kesah tentang pujaan hatinya itu sebenarnya membuat Arion muak semuak-muaknya. Namun, dia tak punya cara lain. Hanya itu satu-satunya cara untuk mengambil hati Lentera, yakni menjadi sahabatnya. Maka pada waktu Lentera memutuskan untuk membuka hati untuknya, Arion girang tak terperi. Usahanya selama ini ternyata tak sia-sia. Hingga datanglah hari itu, hari ketika Lentera telah sempurna menjadi miliknya. “Sayang, kita tukeran HP yuk.” kata Lentera yang masih merebahkan diri di bahu Arion.

  • Suami dan Kebohongan-Kebohongannya   9. Luka Itu

    “Ra, kamu baik-baik aja, kan?” melihat Lentera masih bersembunyi di belakang telapaknya, Zyanendra merasa begitu khawatir. Dia tidak mengerti mengapa setelah menjelaskan apa yang terjadi padanya di Hari Penentuan, Lentera jadi tak henti mengeluarkan air mata.“Ra, ada kata-kata aku yang salah, ya? Kenapa kamu nangis?” ucapnya khawatir.Lentera membuka wajahnya perlahan. Ia lantas mengatur napasnya kemudian meminum air yang Zyanendra sodorkan padanya.“Makasih.” kata Lentera setelah meminum satu teguk saja.“Sebenernya apa yang terjadi, Ra? Ada apa sama Arion?”Lentera kembali menangis. Pertanyaan Zyanendra benar-benar sulit untuk dia jawab. Lentera seperti kehilangan kata-kata setelah mengetahui kejadian tentang masa lalunya itu. Dia teringat lagi betapa dulu setiap hari dia selalu berkata kepada Arion betapa dirinya masih sangat mencintai Zyanendra. Lalu, Arion menguatkannya, mendukungnya untuk menem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status