Share

Suami dan Kebohongan-Kebohongannya
Suami dan Kebohongan-Kebohongannya
Penulis: suchz.indyra

1. Fakta Masa Lalu

Setelah berjuang bangkit dari patah hati yang melelahkan hidupnya, Lentera akhirnya mampu meneruskan hidup dengan menikahi Arion. Namun, semua berubah saat tiga tahun kemudian, seorang teman lama tiba-tiba mendatangi butiknya dan memesan baju lamaran. Orang itu adalah Kanya, orang yang membuat Lentera lari sekencang-kencangnya sampai ke sini, meninggalkan mimpinya menjadi arsitek interior di Jakarta lalu banting stir mengurus butik keluarga di Surabaya.

Awalnya, Kanya merupakan sosok adik tingkat yang menggemaskan, mereka sangat akrab layaknya saudara kandung. Namun, semua berubah setelah Lentera mengetahui kenyataan bahwa ternyata Kanya menjalin hubungan dengan Zyanendra, seorang yang waktu itu belum benar-benar resmi menjadi mantan pacarnya. Sejak itu, Kanya menjelma menjadi sosok paling menyeramkan di hidupnya. Lentera memutuskan untuk pergi sejauh-jauhnya, memutus segala hal yang berkaitan dengannya dan Zyan. Dia tak menyangka jika harus kembali berhadapan lagi dengan Kanya dan orang-orang di masa lalunya.

Lentera menghela napas panjang saat ponselnya berbunyi, Kanya mengirimi foto cantiknya memakai baju rancangan Lentera.

“Makasih banyak, Kak Tera. Cantik sekali bajunya.”begitu isi pesannya.

Lentera tak bisa langsung menjawab. Terlalu banyak hal yang ia tahan ketika mewujudkan baju lamaran Kanya. Kenangan akan Zyanendra kembali menyiksanya, tentang perpisahan yang menyakitkan, janji yang teringkari, pelarian yang melelahkan, juga tentang pernikahan yang terpaksa ia lakukan.

Hubungannya dengan Zyan memang rumit. Keduanya saling mencintai dan sudah berpacaran sejak tahun pertama kuliah, namun saat diajak serius berkomitmen, Zyan menolak karena terikat janji dengan mendiang ayahnya. Ayahnya ingin Zyan mencari sosok gadis kecil yang ia simpan fotonya untuk dijadikan istri. Gadis itu adalah anak sahabat sang ayah. Kenyataan itu pun membuat Lentera merasa tak nyaman jika harus meneruskan hubungan.

Lentera menganggap perjanjian itu sebuah kekonyolan. Hubungan mereka pun akhirnya "selesai" saat dia yang teramat lelah akhirnya memberi Zyan pilihan: berjuang bersama atau tidak sama sekali. Lalu Zyan memilih pilihan kedua, sebuah pilihan yang meluluhlantakan jiwa dan raga Lentera seketika. Saat itu, untuk pertama kalinya, Lentera merasakan perih pedihnya patah hati yang sering diceritakan orang-orang. Dia merasakan sendiri betapa patah hati memang semenyeramkan itu.

Kini, setelah bertahun-tahun berlalu. Kanya tiba-tiba saja menghubunginya untuk minta dibuatkan baju. Dia akan bertunangan. Dengan Zyankah? Benarkah Zyanendra akhirnya memutuskan bertunangan dengan Kanya? Lalu, bagaimana dengan gadis kecil yang harus dia cari itu? Zyan tidak menemukannya atau gadis itu mau melepaskannya untuk Kanya?

Sejenak, terbit rasa sesal yang mengaliri darahnya. Seandainya Lentera bisa sedikit bersabar dan tidak buru-buru meminta Zyan mengambil keputusan, akankah sekarang dia dan Zyan bisa bersama selamanya? Lentera buru-buru mengusir pikirannya. Dia tidak mau kembali mengenang masa lalunya. Apapun yang terjadi, dengan siapa Zyan bertunangan atau menikah, itu sama sekali bukan lagi menjadi urusannya.

Karena itulah, Lentera memutuskan untuk tidak bertanya. Dari proses pengukuran, pemilihan model, pembuatan pola, pemotongan kain, proses menjahit, sampai baju ini selesai dibuat, Lentera sama sekali tidak berani menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan calon suami Kanya. Bahkan, sampai hari ini, saat hari lamarannya tiba dan dia mengirimkan foto itu, Lentera masih juga tak berani bertanya.

Lentera hanya memandangi wajah Kanya yang sangat cantik. Pantas saja Zyan seolah lupa pernah mengatakan bahwa ia akan sulit jatuh cinta dengan perempuan lain, bahkan mungkin tak kan pernah menikah jika tidak dengannya. Sebulan. Hanya sebulah setelah perpisahan yang tak melegakan itu, Zyan justru mengumumkan hubungannya dengan Kanya.

Lentera kembali menghela napas. Ia menutup pesan Kanya lalu beralih untuk membalas pesan yang lain. Dia masih tak punya kata-kata untuk membalas pesan itu meski sekadar pujian untuk baju rancangannya sendiri. Satu-satunya yang ingin dia katakan padanya—tetapi selalu saja ia urungkan—adalah sebuah pertanyaan dengan siapa dia bertunangan.

Dia beralih lagi ke storyapps untuk melihat-lihat story teman-teman. Ada story Kanya yang sedang membagikan hari bahagianya. Kanya juga memosting foto bersama pasangannya, memamerkan cincin di jari manis mereka.

Melihatnya, Lentera tersentak seketika. Bukan Zyanendra? Ya, Kanya ternyata tidak bertunangan dengan Zyan. Laki-laki yang ada di samping Kanya itu bukan Zyan. Entah kenapa tiba-tiba tubuh Lentera bergetar. Ada desir aneh yang tak bisa dia pahami apa nama perasaan yang dibawa desir itu. Seperti ada perasaan lega, tetapi juga kecewa dan sesal yang membaur jadi satu.

Akhirnya, Lentera pun memberanikan diri untuk membalas story tersebut."Selamat, Cantiik. Bajunya jadi bagus banget dipakai kamu." dia mengetik balasan dengan cepat. Berharap Kanya pun membalas cepat pula.

"Bikinan siapa dulu dong bajunyaaa hehehe. Makasih banyaak ya Kak. Nanti bikinin lagi yak buat baju akad, hihi" Kanya membalas, lalu mereka pun saling berbalas pesan.

"Siaap. Kabarin jauh-jauh hari yaa."

"Pastii, Kaaak"

"Atau malah udah ditentuin?"

"Hehe belum, Kak. Tapi insya Allah sebelum akhir tahun. Doain yah."

"Selalu. Seneng banget deh kamu udah lamaran dan mau nikah. Lama banget kita gak berkabar kan yah. Aku kira kamu lamarannya sama Zyan."

Huh. Akhirnya, terlontar juga pertanyaan itu. Kanya terlihat offline, Lentera harap-harap cemas menantikan balasan Kanya. Entah apa yang dia harapkan, entah apa pula yang dia cemaskan. Satu hal yang akhirnya harus dia akui, sampai sekarang, Zyanendra masih seringkali menyita pikirannya meski kini ada Arion di sampingnya.

"Iya, Kak. Lama banget. Sejak Kakak pulang kampung kita hampir gak pernah kontakan lagi, kan. Tapi aku suka lihat i***a kakak sih, makanya tahu kalau kakak bikin butik. Kebetulan calonku orang Surabaya, Kak. Makanya aku sempetin ke butik Kakak." Akhirnya Kanya membalas. Membacanya, hati Lentera mencelos, ia sedikit menyesal kenapa tidak bertanya tentang calon suaminya sejak dulu.

Jika tahu calonnya orang Surabaya, sudah pasti itu bukan Zyan dan dia tidak perlu menahan banyak pertanyaan. Dia juga tak perlu menjalani hari-harinya dengan penuh kegalauan.

"Hahay. Kak Zyan? Aku mah bentaran doang Kak sama dia. Jadi pelarian doang aku Kak wkwk." Kanya membalas lagi.

Lentera mengernyit. Ada perasaan aneh mengaliri hatinya."Pelarian?"

"Iya, pelarian dari Kak Tera hahahaha." lanjut Kanya.

"Eh? Kok gitu. Padahal aku seneng lho pas tahu dia sama kamu. Kalian cocok. Tapi mungkin belum jodohnya ya." Tera masih berusaha tenang untuk membalas pesan meski perasaannya semakin tak karuan.

"Iya, Kak. Jadi Kak Zyan ngedeketin aku karena aku mirip-mirip sama Kak Tera gitu. Kita kan sama-sama suka ngecraft sama masak, kan. Ya, lama-lama aku sadar aja kalau Kak Zyan belum bisa move on dari Kakak. Kak Zyannya juga mengakui dan minta maaf, akhirnya kami putus deh."

Astaga! Lentera menggigit bibir mengetahui fakta itu. Saat ia baru akan mengetik, Kanya sudah mengirim pesan lagi.

"Iya, Kak. Belum jodoh. Kak Zyan tuh sayang banget sama Kak Tera. Tapi ya belum jodoh ya, Kak. Kayak yang dibilang Kak Zyan di video itu. Aku sampe nangis lho, Kak, pas lihat."

"Hah? Video? Video apa?"

"Video buat hadiah nikahan Kakak. Kak Tera udah lihat, kan?"

Video? Memang saat Lentera menikah tiga tahun lalu, Dannesh, teman Zyan mengucapkan selamat sekaligus mengatakan semoga ia menyukai video yang dibuat mereka. Namun, Lentera sama sekali tak pernah mendapatkan video itu. Dia pikir Zyan pasti berbuat alay lalu memutuskan untuk tidak jadi mengirimkannya.

"Enggak, Nya. Gak ada yang kirim aku video."

"Wah, serius? Waktu itu Kak Zyan sama Kak Dannesh bikin video buat hadiah nikahan Kakak. Ada ucapan dari temen-temen lain juga, Kak. Aku juga ikutan kok."

"Kak Zyan juga bilang videonya udah diterima sama suami Kakak."

Apa? Suaminya? Arion? Video apa, kenapa Arion gak pernah bilang kalau dia dapat kiriman video?Lenera penasaran. Apakah suaminya menyembunyikan sesuatu?

Karena gemas, Tera segera memencet tombol call, ia ingin langsung bicara dengan Kanya.

“Halo, Kak?”

“Iya, Nya. Sorry ya aku telepon. Ganggu gak?”

“Enggak, kok. Seneng banget malah bisa telponan sama Kak Tera. Kangen tahu, Kak.”

“Iya, aku juga kangen kamu. Sekali lagi selamat ya, atas pertunangannya.”

“Makasih, Kak. Hehe.”

“Oh iya, soal video yang kamu omongin tadi. Kamu masih nyimpen gak videonya? Aku beneran belum pernah liat soalnya.”

Kanya menelan ludah. “Kak Tera belum lihat videonya? Kok aneh?” batinnya. “Yah, aku gak nyimpen. Waktu itu cuman dikasih liat doang sama Kak Dannesh. Kakak serius belum lihat?”

“Hmmm. Iya, aku gak tahu apa-apa soal video itu.”

“Jadi Kak Tera juga gak tahu kalau…”

“Kalau apa?”

Astaga! Kanya kembali menelan ludah. Sepertinya dia sudah melakukan kesalahan dengan kembali membicarakan video itu.

“Hm, aku gak enak sih, Kak, mau ngomongnya.”

“Apa, sih, Nya? Emang di video itu Zyan ngomong apa?”

“Hmmm…”

“Kanya, please…”

“Kak Tera coba hubungin Kak Dannesh aja deh, gimana? Kayaknya sih Kak Dannesh punya salinan videonya.” Kanya coba mengalihkan perhatian.

“Iya, oke. Tapi please kasih tahu dong apa isi video itu.”

“Kak Tera gak papa emang kalau tahu?”

“Lha, emang kenapa?”

“Gak galau, kan?”

“Galau? Kayak ABG aja galau-galauan.”

“Hmmm, yaudah deh, aku kasih tahu. Tapi janji ya jangan galau.”

“Iya, iih, kamu apaan sih, aku udah jadi istri orang juga kali.”

“Iya, intinya Kak Zyan tuh menyesal banget karena udah ninggalin Kakak. Dia juga nyesel karena memilih jadian sama aku. Kak Zyan tahu banget kalau dia udah nyakitin Kak Tera, tapi dia gak pernah punya kesempatan buat minta maaf sama Kakak. Kak Tera nutup semua komunikasi sama anak-anak kampus, kan?”

Lentera mencelos. Sudut matanya yang mencair membuatnya tetap bergeming. Tangannya reflek terkulai, menjauhkan ponsel yang semula menempel di telinganya.

“Halo, Kak Tera?” Kanya mendadak bingung karena omongannya tidak direspons. Teleponnya masih tersambung, tetapi orang yang diajak bicara tak lagi menyahut.

“Haloo…”

“Ah, iya. Kanya, sorry sorry.”

“Kak Tera gak kenapa-kenapa, kan?”

“Enggak, gak papa. Yaudahlah, ya, btw makasih banget ya Kanya infonya. Nanti aku coba tanya suamiku, deh, soal video itu.”

“Iya, Kak. Bisa jadi gak kebaca juga, kan, di email.”

“Iya, sekali lagi makasih, ya.”

“Sama-sama, Kak.”

“Oh, ya, tolong kirimin nomor Dannesh ya, Nya.”

“Siap, Kak. Bye.”

Lentera menutup teleponnya. Ada desir aneh yang mengaliri darahnya. Meski sudah sekian tahun lalu berlalu, segala sesuatu yang berkaitan dengan Zyan tak pernah bisa ia abaikan begitu saja. Lentera semakin ingin menyelidiki terkait video itu. Apakah mungkin, Airon sengaja menyembunyikan video itu darinya? Jika benar iya, mungkinkah ada hal lain lagi yang selama ini Airon sembunyikan?

Sementara itu, Kanya juga menutup teleponnya dengan hati gamang. Dia merasa bersalah karena tak mengatakan yang sebenarnya. Meski sebenarnya ingin berterus terang, tetapi Kanya merasa tak berhak untuk menjelaskan bahwa Lentera berkaitan erat dengan janji Zyan pada ayahnya. Dalam video itu, sebenarnya Zyan mengungkapkan bahwa foto gadis kecil yang diberikan ayahnya itu adalah tak lain dan tak bukan adalah foto Lentera kecil.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status