Share

6. Hari Penentuan

Setahun setelah perpisahannya dengan Zyan, dengan membawa sejuta harapan, Lentera mendatangi Telaga Pohon dan menunggu lama di sana. Bibirnya tersenyum simpul mengenang pertemuannya dengan Zyan di awal masa orientasi dulu. Terlalu banyak hal dalam hidupnya yang telah dilalui bersama Zyanendra. Lentera tak pernah menduga apabila pada akhirnya hubungannya dengan Zyan harus selesai begitu saja.

Dalam hati, Lentera menyesali ketergesa-gesaanya dalam meminta Zyan untuk berkomitmen. Setelah dipikir-pikir lagi, Zyan benar, seharusnya Lentera menemani Zyan mencari gadis di foto itu lalu bersama-sama memperjuangkan cinta mereka.

Satu tahun menghilang dari Zyan adalah hal yang paling menyiksa bagi Lentera. Meski ia sudah bertemu Arion yang setiap hari tak henti berusaha membuatnya tertawa, perasaannya masih terus terpaut pada Zyanendra. Oleh karena itu, hari ini Lentera memutuskan untuk datang, untuk mengoreksi keputusannya setahun lalu, untuk meminta maaf atas sikapnya yang terlampau kekanak-kanakan. Lentera sebenarnya tidak tahu apakahnya keputusannya datang ke sini benar atau tidak, yang dia tahu Zyanendra sudah berpacaran dengan Kanya. Namun, hati kecilnya mengatakan bahwa Zyan akan datang dan menjelaskan semua. Lentera percaya, sangat percaya, masih ada namanya di hati Zyanendra.

Sayangnya, berjam-jam Lentera menunggu, tetapi Zyan tak kunjung muncul. Semakin lama Lentera menunggu, semakin sesak pula dadanya. Berat rasanya jika harus mengakui bahwa kenyatannya Zyan sudah benar-benar tidak peduli dengan dirinya lagi.

“Ternyata semua yang kamu omongin itu omong kosong, Zy. Bodohnya aku yang masih percaya dan berharap untuk memperbaiki hubungan kita.” ucap Lentera dengan kegetiran yang tiada habisnya.

Hari itu, Zyanendra tak pernah muncul di hadapan Lentera yang lama menunggu kedatangannya. Itu membuat Lentera yakin bahwa semua yang dikatakan Zyan padanya dulu hanyalah omong kosong belaka. Zyanendra sekarang pasti sudah menikmati hidup barunya bersama Kanya. Menikmati masa-masa pacaran yang membahagiakan dan bersenang-senang di atas penderitaan yang Lentera rasakan. Betapa menyebalkannya.

Betapa bodohnya Lentera yang menganggap Zyan masih mencintainya. Ternyata, semua hanya bualan semata, Zyanendra sudah jadian dengan Kanya, Lentera harus tahu diri. Akhirnya, Lentera pun segera undur diri, memutuskan untuk menutup segala hal tentang Zyanendra dan membuka hatinya untuk Arion.

Lentera masih mengaduk-aduk jus alpukat di depannya saat Zyanendra kembali menanyakan kabarnya. Lentera masih saja tak habis pikir, mengapa setelah bertahun-tahun berlalu, dia masih saja merasakan getar-getar aneh di hatinya setiap kali berhadapan dengan Zyan.

“Ya, kayak yang kamu lihat sekarang. Aku baik-baik aja. Masih berkutat di butik sama workshop. Kamu gimana kabarnya?” kata Lentera mencoba cair.

“Hmm. Baik, aku baik dengan segala suka dan dukanya.” Zyan tersenyum tipis. Melihat senyum itu, Lentera tak kuasa untuk tak berlaku serupa.

“Usaha lancar? Kamu ada urusan apa di Surabaya?”

“Alhamdulillah. Iya, jadi ada crazy rich Surabaya yang mau isi hotelnya pakai furniture khas Italia. Jadi aku bawa beberapa sample furniture plus desain interiornya. Rencana besok sih mau presentasi.”

“Oh. Seru, ya. Aku udah lama banget gak desain interior.”

Zyanendra mengangguk-angguk, dia tak menanggapi karena mendadak merasa tak enak membicarakan soal arsitek dengan Lentera. Dia tahu betul, Lentera meninggalkan segala hal tentang arsitektur untuk melupakan dirinya.

“Waktu itu kamu bilang kalau ada yang mau kamu tanyain, soal apa, ya?” kata Zyan lagi setelah keduanya cukup lama tak membuka suara.

“Ah, iya. Itu…hmmm, soal video yang kamu kirim pas nikahan aku.”

“Video?”

Lentera mengangguk.

“Ya, soal…foto..hmmm…” Lentera menggigit bibirnya kuat lalu menghela napas. Rasanya terlalu aneh untuk membahas itu setelah sekian tahun berlalu.

“Kenapa baru kamu tanya sekarang, Ra?” tembak Zyan tepat.

Situasi menjadi hening seketika.

“Hmm…aku…ya…aku baru keinget lagi aja tiba-tiba. Gara-gara kemarin ketemu Kanya sih.” Lentera menjawab asal. Dia tidak mungkin mengatakan bahwa dirinya baru melihat video itu. Tentunya akan bertambah rumit jika Zyan tahu selama ini Arion menyembunyikan video itu darinya.

Zyan menghela napas panjang. “Ya, begitulah, Ra. Awalnya aku pun tak percaya. Jadi alamat yang ada di belakang foto itu, ternyata alamat kontrakan milik ayah kamu.”

“Oh, ya? Kamu tahu dari mana?”

Lentera menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi. Saat Lentera kecil, ayah dan ibunya bercerai karena sang ayah tak pernah lagi punya waktu untuk keluarga. Sebagai seorang pengusaha tekstil terbesar di Indonesia, PT Jayatex milik ayah Lentera memasok kain untuk seragam TNI dan Polri seluruh Indonesia. Tidak hanya itu, kain seragam ASN se-Indonesia juga diproduksi oleh PT Jayatex. Jayatex juga satu-satunya pabrik tekstil yang menyediakan kain mori sebagai bahan baku batik. Hampir seluruh pengrajin batik tanah air menggunakan kain mori Jayatex karena satu-satunya pabrik yang menggunakan serat benang impor dari Cina. Sayangnya, kesuksesan ayahnya tak membuat Lentera dan ibunya bahagia. Sang ayah menjadi jarang pulang, mabuk-mabukan, dan puncaknya ibu Lentera memergoki suaminya sedang bermesraan dengan sekretaris pribadinya.

Sejak itu, Lentera sangat membenci sang ayah. Lentera sama sekali tak mau berurusan dengan ayahnya lagi. Terakhir kali mereka bertemu adalah di hari pernikahannya, itu pun terpaksa karena mau tidak mau sang ayah harus menjadi wali di hari pernikahannya. Lentera tak pernah memberikan kesempatan untuk bicara dengan ayahnya.

Sunjaya, ayah Lentera tidak bisa hidup dengan satu wanita. Meski demikian, dia sangat mencintai istrinya, Rania. Dia menyerahkan Jayatex dan seluruh hartanya kepada Lentera dan dikelola oleh Rania. Sementara itu, Sunjaya memilih menetap di Hongkong dan menjadi investor ekonomi digital. Rania tak pernah menikah lagi, dia mengelola Jayatex dan membangun butik kecil untuk mengembangkan bakat menjahitnya.

Lentera tetap membenci ayahnya meski ibunya selalu mengatakan bahwa ayahnya adalah sosok yang hebat. Beliau memiliki usaha kontrakan di beberapa kota yang dikelola oleh orang kepercayaan Rania. Namun, Lentera tak pernah tahu lebih banyak tentang di mana saja kontrakan ayahnya berada.

“Aku mendatangi alamat di belakang foto itu. Ternyata itu sebuah rumah petak gitu. Aku ingat sih, itu tempat aku dulu tinggal sama papa mamaku waktu aku masih kecil. Aku cari pemilik kontrakan itu, dan ketemu lalu aku tanya soal foto itu. Ternyata orang itu gak tahu. Kemudian orang itu cerita kalau dia cuman pengelola aja. Pemilik sebenarnya Bapak Sunjaya, pemilik Jayatex, ayah kamu." Zyanendra menjeda penjelasannya. Diberinya Lentera tisu setelah sadar bahwa wajah perempuan yang masih ada di hatinya itu berlinangan air mata.

"Makasih." ucap Lentera menerima tisu dari Zyanendra. "Terus?" katanya ingin Zyan melanjutkan ceritanya.

"Ya, waktu itu aku sulit banget ngehubungin kamu. Aku ingin mastiin kalau gadis kecil di foto itu beneran kamu. Aku yakin itu kamu. Tapi aku sama sekali gak bisa hubungin kamu. Kamu ganti nomor dan gak ada yang tahu nomor baru kamu. Aku beberapa email kamu, DM kamu, juga gak kamu respons..."

Lentera ingat bagaimana dulu dia mengabaikan segala sesuatu yang berasal dari Zyanendra. Sakit hati yang teramat dalam membuatnya buta dan tuli hingga tak mau lagi berurusan dengan segala hal yang berkaitan dengan Zyanendra.

"Aku minta tolong Pak Sunjaya buat hubungin kamu juga gak bisa. Satu-satunya harapan aku waktu itu adalah ketemu kamu di Hari Penentuan. Tapi, ternyata itu pun gagal. Kamu gak dateng…”

“Aku dateng!” potong Lentera sebelum Zyan menyelesaikan ucapannya.

“Apa?” Zyanendra kaget.

“Aku datang ke Telaga Pohon di Hari Penentuan, tapi kamu gak ada. Aku tunggu kamu sejam lebih. Karena kamu gak muncul, aku pulang.”

“Oh ya? Bukannya kamu yang minta Arion temuin aku?”

“Arion?” Lentera terbelalak. Bagaimana bisa tiba-tiba Zyan menyebut Arion.

“Ya. Di Hari Penentuan aku bertemu dengan Arion.”

Lentera tersedak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status