Share

BAB 4

“Hmmm ... hmmm.” Suara Hanna hanya terdengar tak jelas. Ia sedikit menjingkatkan tubuhnya dan mendongak-dongakkan kepala, seolah memberi isyarat meminta sumpalan di mulutnya itu dibuka.

Pria misterius itu mengambil posisi seperti berlutut. Tangan satunya di atas lutut, dan ujung kaki satunya ditekuk di lantai sebagai penyanggah tubuh.

“Apa? Ngomong yang jelas, dong! Oh, iya, kau tidak bisa berbicara dengan jelas karena benda itu mengganggu bibir indahmu,” ujar pria muda misterius itu sambil menunjuk sehelai kain yang menyumpal mulut Hanna.

Kedua mata Hanna berlinang hingga akhirnya tak bisa lagi dibendung, pecah mengeluarkan bulir bening dari sudut matanya.

“Wah, kau bisa menangis, ya? Jangan merengek kepadaku! Baiklah, aku bantu kau sedikit,” ucap pria misterius.

Ia mengulurkan tangannya. Dengan satu tarikan kasar, merobek kain yang melekat di bahu Hanna. Hal itu membuat Hanna terkejut, bola matanya melebar, melirik bahunya yang kini terekspos, menampilkan kulit putih bersihnya. Air mata kian tumpah, Hanna mengerti dengan situasi saat ini bahwa pria itu mempunyai niat buruk. Menggeleng berkali-kali, Hanna mengerjap, menunjukkan rasa memelas, mengisyaratkan agar pria itu paham dan berhenti dengan aksi kotornya.

“Oops … aku salah meraih sesuatu sepertinya,” ucap pria misterius penuh kebohongan, padahal ia sengaja agar bisa melihat bagian tubuh gadis yang ia sandra. Kali ini ia sungguh-sungguh melonggarkan kain yang menempel pada bibir Hanna.

Belum sempat pria itu berbicara, Hanna menyela lebih dahulu. 

“Siapa kau? Aku tidak tahu kau siapa. Tolong, hentikan perbuatanmu! Aku mohon,” pinta Hanna dengan suara yang lirih.

Pria misterius bermaksud membicarakan Robby yang selama ini menjalani hubungan secara backstreet dengan Hanna. Robby hanya memanfaatkan Hanna demi harta dan melampiaskan nafsu bejatnya selama ini.

“Hmm, suaramu merdu juga, ya, berkata demikian, pantas saja lelaki itu tergiur akan dirimu. Melepaskanmu? Sebuah hal yang sia-sia, dong. Sayang kalau tubuh mulus indah begini, aku tidak bisa nikmatin sebelum …,” ucap pria misterius, jarinya menelusuri kulit mulus Hanna, dari pipi lembab Hanna, menjalar ke leher turun perlahan berhenti sampai ke bahu.

“Cih, jauhkan tangan kotormu itu!” sergah Hanna. Tak sudi tubuh miliknya sendiri di sentuh oleh pria tak dikenal, sudah jelek, berkelakuan mesum, apalagi tanpa rasa cinta sama sekali.

Percikan saliva Hanna mengenai salah satu pipi pria misterius itu. Pria itu membulatkan kedua matanya. Dengan rasa geram, mengelap air liur di pipinya dengan telapak tangan.

“Jangan kasar begitu, Cantik!” ucap pria misterius. Garis lengkung terbentuk dari kedua sudut bibir.

Ia menatap Hanna. Tujuan pria misterius itu ialah menyekap dan memperkosa Hanna selama berhari-hari sampai hari ditentukan untuk Hanna dilepaskan agar Robby tidak diminta pertanggung jawaban kelak. Agar Robby tidak terlihat terlibat mempunyai hubungan dengan Hanna di publik, sekaligus tidak ketahuan oleh istri yang baru ia nikahin. Dalang di balik semua kejadian penculikan ini sudah direncanakan oleh Robby dengan persiapan matang. Ia membayar Asep, pemuda misterius saat ini yang tidak dikenal Hanna.

“Lepaskan aku! Kau tidak tahu siapa aku? Aku adalah putri pewaris tunggal perusahaan terbesar dan ternama, Glorius Company Group. Jangan berani kau menyentuhku sekali lagi! Kalau tidak, kau akan tinggal nama setelah kejadian ini!” bentak Hanna dengan sisa tenaganya.

 “Aku mau mengompol setelah mendengar itu,” cibir Asep. Ia menutup mulut dengan kedua tangan dan mengeluarkan ekspresi pura-pura ketakutan.

“Hey, dengarkan ini baik-baik! Aku tidak takut dengan ancamanmu, mau pewaris tunggal, perusahaan besar atau apalah itu. Persetan! Aku sama sekali tidak tertekan mendengar semua itu,” sambung Asep. 

Membesarkan kedua bola netra. Tangannya menarik rambut Hanna hingga memperlihatkan wajah gadis itu yang menengadah ke atas sampai mereka berdua saling bertatapan, hanya beberapa sentimeter jaraknya.

Mendengar ucapan Asep, mental Hanna yang mengecil. Pikirannya kini menjadi kacau, ketakutan karena bisa saja ia terbunuh di tangan lelaki di hadapannya saat ini. Hanna tidak bisa berbuat apa-apa juga karena ia selama ini menghilang dari orang tuanya demi lelaki yang ia cintai selama ini. Yang tak lain adalah demi Robby. Namun, sebaliknya, ternyata lelaki itu hanya memanfaatkannya saja. 

Asep mendekatkan wajahnya ke leher jenjang Hanna. Mencium aroma tubuh wanita yang kini berada di genggaman. Kemudian, dengan beraninya Asep mencium leher itu. Hanna tersentak, menjauhkan secara paksa kepalanya. Sempat membuat Hanna merasakan sakit karena ia tidak bisa menghindar akibat rambut yang masih berada di genggaman Asep.

“Lepaskan tanganmu! Berapa pun akan aku bayar jika kau mau melepaskanku,” pinta Hanna dengan wajah memelas.

Mendengar perkataan Hanna, Asep tersenyum. Terlintas di pikirannya mengkhianati pekerjaannya saat ini.

“Tadi kau mengancamku, sekarang minta ingin dilepaskan,” sindir Asep.

“Ya, aku mohon sekarang kau lepaskan aku dan aku berjanji akan membayarmu berapa pun yang kau minta,” ujar Hanna. Merasakan seperti ada kesempatan untuknya.

“Berapa pun, ya?” ucap Asep. Ia meletakkan ujung jarinya di dagu. Sedang memikirkan sesuatu. 

“Bagaimana kalau aset perusahaanmu lima puluh persen untukku setelah melepaskanmu?” sambung Asep bertanya.

“Apa? Kau gila, ya?” Hanna berkata spontan setelah mendengar tawaran Asep.

“Aku memang sudah gila,” jawab Asep dengan entengnya.

“Hanya lima puluh persen, dari pada semuanya, sepertinya kebesaran, ya? Bagaimana kalau tujuh puluh lima persen,” sambung Asep sambil terkekeh mempermainkan Hanna.

“Lima puluh persen saja sudah kebesaran. Kau bukan mengurangi, malah menambah tawaranmu. Dasar gila!” bentak Hanna.

“Dasar sampah! Kau berani mempermainkanku begini,” sambung gadis itu yang terlihat kesal.

 “Bukannya bersyukur, nilai tujuh puluh lima persen itu sebanding dengan harga nyawamu di sini. Tidak mungkin orang tuamu juga tega tidak mau menyelamatkan putri semata wayangnya ditukar dengan harta,” timpal Asep.

Lelaki itu berpikiran lebih baik ia bernegoisasi dengan Hanna, mungkin saja ia dapat sebagian harta atau kekuasaan gadis itu. Setelah mendapatkannya, Asep tidak perlu melakukan hal kotor apa pun lagi. Mendapatkan tangkapan besar, Asep cukup duduk manis mengelola aset miliknya. Semudah itu Asep berpikiran ingin mengkhianati orang yang telah menyuruhnya.

Hanna mengira, laki-laki yang ada di depannya ini hanya akan meminta sejumlah uang tunai. Kenyataannya malah aset properti milik keluarga. Tidak dengan Hanna, pastinya ia tidak ingin memberikan lima puluh, bahkan sampai tujuh puluh lima persen hasil kerja keras papanya selama ini hanya untuk kepentingan menyelamatkan dirinya. 

Hanna berpikir, semua laki-laki sama saja. Hanya menginginkan harta, bukan kesetiaan yang tulus. Melihat kelakuan Robby apalagi lelaki di hadapannya sekarang ini, bisa berkhianat melepaskan dirinya hanya demi harta. Setelah melayangkan sebuah tawaran, Hanna berpikir pasti ada motif yang ia tidak tahu pasti siapa yang menyuruh seorang lelaki ini untuk menyekap lalu bisa saja membunuhnya.

 “Tidak, aku tidak akan memberikan nilai sebegitu besarnya untuk bajingan sepertimu!” ucap Hanna.

“Jadi, kau mengurungkan niatmu untuk dilepaskan dan mau aku siksa di sini, ya!” balasnya sekaligus ancaman kepada Hanna.

Lelaki itu hanya menggertak Hanna agar ia mau menerima tawaran sebelumnya. Jadi, Asep tidak perlu bekerja atau berhubungan lagi kepada orang-orang yang menyewa jasa kotornya.

“Dasar laki-laki bajingan! Aku tidak akan memberikan aset kekayaan keluargaku kepadamu. Aku tidak akan sudi!” tolak Hanna. Ia memelotot kepada Asep.

“Kau wanita sialan! Dikasih hati malah minta jantung. Aku tidak akan berbelas kasihan kepadamu,” sergah Asep.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status