Danny tampak keheranan sebab tidak melihat adanya Elvina di sana. Keningnya mengerut tatkala tidak adanya wanita itu di sana. Bahkan sekarang, Tiffany yang tinggal di sana bersama seorang gadis lainnya."Ada apa ini? Ke mana dia?" bentak pria itu membuat keduanya terbengong saling menatap.Tiffany tidak terlalu mempedulikan keadaan pria itu, sebab mungkin ia seharusnya sadar akan suasanya yang begitu hening.Danny masuk dengan paksa kemudian memeriksa seluruh ruangan. Tak lagi ada Elvina di sana membuat pria itu semakin murka."Kalian gila, ya? Dari tadi aku tanyain, di mana dia?" bentaknya membuat kedua wanita itu mengernyit takut."Bang, ada apa ini? Kok marah-marah begitu? Mereka ada buat kesalahan? Di mana Kak Elvina?" Kedatangan Rald membuat pria itu diam sekarang."Coba kamu sendiri yang tanyakan.""Em ... Kak Elvina sudah pergi tadi malam. Tidak ada yang tau perginya ke mana, kami bahkan sudah berusaha untuk nyariin ke mana-mana, tapi tetap saja tidak ketemu." Tiffany akhirnya a
"Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Noah ketika mereka sudah berada di kediaman Mario sekarang."Sudah lebih baik, Om," jawab Ai dengan senyuman tulus di wajahnya."Ai, aku bawakan makanan kesukaanmu sekarang. Tadi Papa bantuin masak." Ana memberikan kotak makanan yang segera diterima oleh Arzi."Dia belum bisa memakan makanan seperti ini, biar ayah saja yang makan," protesnya.Ai menjadi sedikit sedih sekarang. Namun, tunggu! "Siapa yang masakin? Kak Ana?" tanyanya heboh membuat semua orang juga ikut heboh."Iya, soalnya dia lagi belajar mandiri. Jaga-jaga siapa tau langsung nikah. Nanti anaknya mau dikasih makan apa?" jawab Noah membuat keadaan sedikit terhibur sekarang."Bagus, deh," puji Ai senang."Kamu bantu masakin bubur untuk Ai saja sekalian," pinta Mario yang tampak belum begitu suka dengan gadis itu sehingga dengan sengaja memberikan ujian berat. Ia memang ingin mempermalukannya."Iya boleh, Om," jawab gadis itu sigap membuat semua orang merasa penasaran sekarang."Sungguh ti
Rald masih sibuk di gazebo kampus dengan pekerjaannya yang amat sangat banyak sekarang. Ia bahkan sampai lupa waktu untuk mengisi perutnya sendiri.Tiffany yang memang sudah tau kesibukan pria itu, pun menghampirinya. Ia yang cukup perhatian membawakan sendok."Sudah makan belum?" tanyanya segera menyibak tas Rald untuk memeriksa. Masih tidak ada perubahan dengan kotak makanan yang disiapkan oleh Ica."Astaga! Aku baru ingat, sudah jam berapa ini?" heboh pria itu sekarang."Tidak perlu ke mana-mana. Aku sudah bawakan sendok untukmu. Nih!" Membuka kotak makanan Rald dan menyajikannya di hadapan pria itu."Thanks. Tapi kita harus tetap pindah tempat. Ke kantin, yuk? Air minum.""Juga sudah aku bawa. Makan saja dulu, habiskan. Jangan sampai Tante Ica marah loh kalau sampai tau kesibukan kamu yang sampai tidak mengurus diri sendiri."Gadis itu memberikan perhatian lebih yang membuat Rald merasa senang. Jiwa semangatnya semakin tumbuh sekarang. Perlahan tapi pasti, pria itu menikmati masak
Ai yang sudah tidak bekerja itu mencoba mencari kesibukan yang bisa dimanfaatkan walau sedang tidak bebas bergerak. Satu ide pun muncul, ia memutuskan untuk merapikan kembali pakaian suaminya.Hal itu benar-benar membuatnya bahagia sebab bebas mencium bau parfume yang biasa digunakan oleh Ian. Hingga pada akhirnya, ia mendapati sebuah kotak yang berisikan hadiah dari klien. Ai memang sudah sangat ingin membukanya sejak lama, namun begitulah suaminya yang selalu melarang. Alasannya selalu saja malas karena bentukan kotak hadiah yang tidak begitu menarik.Namun kali ini, ia tak lagi dapat menahannya. Segera saja, kotak itu ia buka dan mendapati sebuah kaus oblong yang tampaknya memang bukan ukuran Ian."Kenapa kecil sekali? Malah seukuran badanku," pekik wanita itu sambil mencoba-coba mencocokkan dengan badannya.Senyuman indahnya tak kunjung lekang sampai akhirnya ia menemukan sesuatu yang amat sangat mengejutkan. Kotak kecil yang berisikan sepasang kalung itu membuatnya panik.Bagaima
Keesokan paginya, tatkala sudah bangun. Ian memperhatikan istrinya dengan rasa kasihan. Setelahnya, ia tampak tersenyum ketika saling berbalas pesan dengan seseorang.Tatkala menyadari Ai yang akan bangun, ia segera berpura-pura masih tidur. Wanita itu menatapnya dengan penuh rasa syukur kemudian berupaya sendiri untuk menyibak gorden yang ada di kamarnya.Setelah berhasil, ia kembali duduk di ranjang kemudian berusaha mengambil air minum yang ada di atas nakas. Namun, suara suaminya segera menghentikan kegiatannya."Sebaiknya kita tidak usah pergi liburan. Aku tidak bayangin gimana jadinya cerita liburan kalau keadaan kamu seperti ini.""Mas, kamu sudah bangun?" balas Ai mencoba tenang."Iya, sudah. Aku kasihan sama kamu yang tidak bisa bebas bergerak. Teringat kejadian yang lalu, aku tidak mau menambah beban untuk kamu. Soalnya kita juga tidak tau akan bertemu siapa saja di luar sana.""Jadi, maksudnya kita batal liburan?" tanya Ai memastikan dengan raut wajah yang amat sedih namun m
"Aku beliin jaket untuk kamu, Mas." Ai memasangkan benda itu di tubuh suaminya.Ian tampak pasrah. Sungguh, ia tidak ada niat untuk melawan sang istri yang mungkin akan berdampak juga terhadapnya. Batal liburan saja sudah membuatnya sangat tersiksa sebab tak dihiraukan oleh Mario."Terima kasih.""Sama-sama, Mas. Ini aku pesan sudah dari lama loh, Mas. Dibuat khusus untuk Mas Ian. Lihat, di sini ada namanya," terang Ai panjang lebar yang tidak didengar serius oleh pria itu.Setelahnya, keduanya ke luar dari kamar untuk mengikuti acara makan malam bersama. Mario segera menggandeng istrinya agar tidak semakin membuat posisinya terancam."Kamu mau yang mana, Nak?" tanya Rainy memperlakukan wanita itu dengan sangat baik.Berbeda dengan dirinya yang bahkan tidak mendapat perhatian dari siapapun. Acara makan malam itu benar-benar terlewati tanpa gairah."Ke mari, Nak. Kita main api unggun di luar, yuk? Bibi bakar sampah tadi, sekalian saja mama pesankan biar dibuatkan api unggunnya," kata Ra
Ana menatap ponselnya berkali-kali dan sudah sangat bosan menunggu balasan chat dari Ian. Perasaannya menjadi tidak karuan sebab pria itu semakin sering menghiraukannya akhir-akhir ini. Ia bahkan sudah meminta dengan sangat agar pria itu tidak melakukannya.Tatkala sudah berada di kantor, pria itu akhirnya datang namun belum juga dapat menyenangkan hati Ana."Ian, bukannya kemarin aku sudah bilang ya agar datang lebih awal. Ini kan urusan kantor, tidak akan ada yang curiga kalau kita menghabiskan waktu sebentar. Kenapa kamu malah seolah menjauh akhir-akhir ini?""Tidak. Aku tidak menjauh, juga tidak berniat seperti itu. Aku hanya sedang sangat sibuk dengan semua pekerjaan. Jadi, maaf tidak bisa datang lebih cepat."Walau terdengar masuk akal, Ana masih saja tidak percaya begitu saja. "Jangan-jangan, kamu habis anterin istri kamu ke rumah sakit, ya?"Sebuah tuduhan bertajuk pertanyaan yang tidak ingin disanggah pria itu. Ia hanya mengangguk memberi jawaban yang segera berhasil membuat
Ica yang masih tampak marah sangat ingin memuaskan amarahnya kepada Tiffany yang ia anggap adalah akar dari segala masalah. Tanpa pikir panjang, ia bergerak ke sana sekarang.Hampir saja terjadi kecelakaan di jalan raya yang untung saja masih bisa dielakkan. Mobil dengan kecepatan tinggi itu kini mendekat ke arah ruko milik Tiffany.Akibat fatalnya, dinding teras rumah itu segera tertabrak dan hampir roboh. Tiffany dan temannya yang memang bekerja dengannya, pun sangat terkejut.Kedua gadis itu tampak ke luar untuk memastikan. Namun, setelah melihat siapa yang datang,Tiffany memutuskan untuk menuntaskannya sendiri.Ia tampak mendekat pada Ica yang segera menarik rambutnya. Ya, Ica menjambaknya sekarang.Tak berhenti di sana, ia juga mengacak pesanan bunga yang padahal tampak sudah diselesaikan. Mungkin hanya tinggal menunggu waktu pengiriman."Tante, kenapa pekerjaan saya dikacaukan seperti ini?" tanyanya merasa penasaran dan sangat bingung. Ia yang tidak diberi jawaban dan malah sema